"Kalian kok seniat ini belajar sampai mengajak saya kemari." Pria paruh baya dengan kemeja putih polosnya yang digulung sampai lengan itu memutar kursinya ke belakang, membelakangi peralatan rekaman, menghadap kepada Mark dan Kim Ah Reum yang sedari tadi memperhatikannya.
"Supaya anda tidak makan gaji buta, ssaem." Mark menyeletuk, sontak membuat Ah Reum langsung menyenggol lengannya dengan siku sampai Mark kembali bersuara. "Maaf, bercanda kok. Pak Guru yang satu ini kan teladan. Rajin sekali mau membantu kami berdua mendalami masalah komposisi musik padahal aku jurusan practical dance sih."
Kim Ah Reum merotasikan mata, ia menghela samar. Sementara guru musik di hadapan mereka melontarkan tawa bersama dengan Mark yang baru saja melontarkan guyonan.
"Tidak masalah, tugasku membimbing semua murid. Masa kalian bayar mahal tapi aku tidak mau membimbing?" Guru musik itu menatap Mark dan Ah Reum bergantian dengan kedua alis terangkat. "Bisa dipanggil kementrian pendidikan nanti —tapi, Mark kan sudah sering membuat lagu, ya, apa masih perlu belajar?"
"Belajar tidak ada batasnya, kan?"
"Haha, pintarnya... Ini baru murid panutan." Tangan kanan pria itu terangkat, menepuk sekilas bahu Mark sebelum pandangannya menoleh pada Ah Reum kemudian. "Kim Ah Reum, pemahamanmu bagus soal ini. Belum ada niat melanjutkan ke industri musik? Atau mau jadi idol saja seperti Mark?"
"HAHAHAH, mana cocok anak ini jadi idol." Suara tawa Mark sontak terdengar mengisi ruang studio rekaman sekolah. "Astaga, aku tidak sanggup membayangkannya menari di atas panggung. Hahaha."
Gadis itu melirik sekilas ke arah Mark sembari berdecak malas. Orang di sampingnya ini memang selalu saja. Namun, Ah Reum hanya diam dan menghela malas. Membiarkan Mark dengan tawanya.
Guru musik di hadapan mereka melemparkan tatapannya pada Mark. "Nah, itulah gunanya training bertahun-tahun, Mark, kau ini bagaimana, sih?"
"Bercanda, ssaem. Tapi, serius, aku adalah orang yang ngakak paling depan kalau dia betulan ada di panggung debut stage performance. HAHAHAH. Tuh, kan, bayanginnya aja sudah ngakak banget aduh."
Astaga, rasanya Kim Ah Reum ingin mengambil benda apapun di dalam ruangan untuk menyumpal mulut Mark sekarang juga. Namun, tidak mungkin melakukannya di depan seorang guru, jadi, ia telan semua niat itu lantas menghela samar. Bahkan, ia dapati guru musik di hadapan mereka juga ikut tertawa sembari menggeleng pelan.
"Oh, ya." Pria di hadapan mereka memutus pembicaraan. "Tumben kau tidak bersama teman-temanmu yang lain?" tanyanya.
"Aku sendirian, mereka sedang ada jadwal jadi tidak bisa datang ke sekolah."
Pria itu mengangguk mengerti mendengar jawaban Mark. "Kupikir kalian musuhan."
"HAHAHAH. Mana bisa kami musuhan." Mark kembali tertawa dan itu membuat Kim Ah Reum lagi-lagi menggeleng pelan.
"Jangan meremehkan situasi begitu, pasti akan ada sesuatu yang akan membuat kalian renggang entah kapan. Itu pasti ada, Mark. Kalian tinggal bersama seperti saudara, dan ada masa dimana saudara akan bertengkar dan tidak berteguran. Nah, ingat baik-baik, saat hal itu terjadi, hal yang perlu dilakukan hanya instropeksi diri masing-masing, lalu bicara baik-baik. Sebenarnya hal seperti itu malah menguatkan ikatan kalian. Ingat, Mark Lee."
Baik Mark maupun Ah Reum, keduanya mendengarkan dengan seksama. Mark tampak memikirkan perkataan gurunya barusan. Ntahlah, ia bertengkar dengan teman-teman satu asramanya selama ini hanya sekedar candaan. Tidak ada yang seserius itu. Baiklah, semoga Mark terus mengingat perkataan itu di dalam kepalanya.
"Ssaem," panggil Mark kemudian. Pria di hadapannya menatapnya dengan kedua alis terangkat sampai Mark kembali membuka mulut dan melanjutkan. "Daripada jadi guru musik, mending jadi guru konseling aja, yuk. Hahahah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hair ✔✔
FanficSemasa hidup, seseorang tentu akan dihadapkan dengan sebuah pilihan minimal sekali atau dua kali dalam hidupnya. Itu bukanlah hal yang mudah menurut sebagian orang. Apalagi, dia adalah tipe orang yang tidak selalu memikirkan diri sendiri, tak akan p...