Januari, 2018
"Contohnya, nih, ketika kalian bermain gitar berhubung kalian kebetulan berada di departemen musik, kan." Wanita berkacamata bersurai cokelat sebahu itu meneruskan pembicaraannya di depan para siswanya dalam kelas. "Saat kalian memetik senar, akan ada gelombang yang muncul di sepanjang lintasannya dan ketika sampai pada ujung yang terikat, maka gelombang akan dipantulkan kembali. Itulah yang namanya gelombang stasioner."
"Apa kau lihat gelombang itu ketika main gitar?"
Kim Ah Reum, gadis bersurai legam yang dikucir satu ke belakang itu menoleh pada teman sebangkunya di sebelah kiri, lantas menggeleng pelan.
Gadis bersurai cokelat bergelombang yang tergerai sepunggung di sebelah Ah Reum itu mengangguk setuju. "Aku juga tidak pernah lihat gelombangnya." Ia kemudian berbalik menoleh ke bangku belakang, dua orang lelaki tepat di belakang mereka. Haechan dan teman sebangkunya. "Kalian pernah lihat gelombang yang dimaksud Ibu Fisika itu waktu main gitar?"
Keduanya kompak menggeleng menanggapi perkataan teman sekelas mereka yang satu itu. Haechan menatap gadis di hadapannya dari balik kacamata bulat yang ia kenakan. "Kalau main gitar ya tinggal main, tidak pernah kepikiran sampai kesana."
Teman sebangku Haechan hanya mengangguk setuju dengan perkataan Haechan barusan.
"Tuh, kan, bagaimana bisa tau ada gelombang ..." Gadis itu tampak berpikir sejenak, mengembalikan pandangan pada Kim Ah Reum. "Gelombang apa tadi?"
"Stasioner," jawab Ah Reum kemudian.
"Ya, itu maksudnya." Ia menghela samar, posisi duduknya bukan lagi menghadap ke depan. Tapi, menyamping. Lantas kembali membuka mulut, memulai kembali konversasi bermaksud melibatkan ketiga temannya yang lain. "Terus, yang paling meresahkan itu, ya, si Newton. Yang apel jatuh dipikirin dan melahirkan rumus lain. Wah, kupikir kalau masuk sekolah seni di SOPA ini tidak bertemu fisika."
"Ya, kau salah pilih kelas." Teman sebangku Haechan menyahut.
"Ya, aku kan tidak tahu." Gadis itu kemudian melemparkan tatapannya pada Ah Reum yang sudah meletakkan kepala di atas meja dengan alas tangan yang terlipat. Lantas, menggeleng pelan. "Lihat, anak pintar yang tidur di kelas."
"Choi Sora, berbicara dengan siapa?"
Gadis itu tersentak, terdiam kemudian, menoleh perlahan ke arah guru fisikanya di depan sana. "Ini, Ssaem, Lee Haechan dan Cha Yujin katanya tidak paham apa yang Ssaem bicarakan, jadi saya bantu menjelaskan kepada mereka."
"Dalih yang bagus, Choi Sora." Suara Ah Reum terdengar begitu samar, bergumam ketika ia menenggelamkan kepalanya pada kedua lengan diatas meja. Perlahan ia mengangkat kepalanya, sebelum guru di depan menyadari kalau dirinya tak sepenuhnya memperhatikan.
"Bagus, membantu teman dalam pelajaran adalah hal yang mulia." Guru fisika itu mengacungkan jempol pada Choi Sora sebelum kemudian beralih menatap seisi kelas. "Pertemuan berakhir, sampai jumpa." Ia mengakhiri dan melangkah keluar dari kelas disusul suara helaan lega dari sebagian siswa di dalam sana.
"Jangan balik lagi." Sora kembali bergumam, mengamati pintu tempat guru fisikanya baru saja keluar ruangan.
"Ya', Choi Sora, bisa-bisanya kau menjual namaku dan Yujin?" Suara Haechan terdengar dari belakang, mengalihkan atensi Sora dan Ah Reum kemudian.
"Pinjam nama sebentar, ya ampun, menolong teman itu salah satu perbuatan mulia." Gadis itu kembali berdalih.
"Namaku mahal, lho."
"Dih," balasnya menatap Haechan dengan tatapan menilai. "Oh iya, lupa, artis, tapi aku mau memakai namamu gratis lah. Yakali bayar. Cukup photocardmu yang diatas batas wajar, ya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue Hair ✔✔
FanficSemasa hidup, seseorang tentu akan dihadapkan dengan sebuah pilihan minimal sekali atau dua kali dalam hidupnya. Itu bukanlah hal yang mudah menurut sebagian orang. Apalagi, dia adalah tipe orang yang tidak selalu memikirkan diri sendiri, tak akan p...