[1] Gama dan Lino

51 12 0
                                    

"Gama, benci kak Lino"

«Gamaliel Adi Sanjaya»

...

Pagi hari yang cerah kedua anak kecil laki-laki yang tidur dalam satu kamar itu masih belum bergeming di balik selimut kecil lucu mereka.

Keduanya tidur di ranjang yang berbeda namun sekamar.

Alarm itu kembali berbunyi setelah 30 menit yang lalu berdering.

Dari balik pintu tepat nya di meja makan mama mereka sudah menyiapkan sarapan pagi. Friska, wanita berumur 35 tahun itu adalah mama dari anak laki-laki itu. Memiliki suami bernama Rangga Adi Sanjaya pemilik perusahaan Sanjaya terbesar di ibukota.

Dan kedua putra yang tampan bernama Adelino Adi Sanjaya dan Gamaliel Adi Sanjaya keduanya hanya terpaut umur satu tahun Lino berumur 11 tahun sedangkan Gama berumur 10 tahun.

"LINO, GAMA." Teriak wanita itu memanggil kedua putranya yang belum juga keluar dari kamarnya.

"Ya ampun mana sih anak-anak jam segini kok belum bangun." Gerutu wanita itu sembari menyusun piring di meja makan.

"Apa perlu saya bangunin nyonya?" Tanya pembantu rumah tangga itu.

Wanita itu menggeleng. "Gak usah Bi, biar saya aja. Bibi lanjutin ini ya."

akhirnya ia melangkah naik menuju tangga ke arah kamar kedua putranya yang masih tertidur, padahal hari ini hari pertama masuk setelah libur panjang.

Ceklek

Wanita itu menggeleng, benar-benar belum bangun.

"Hey, kalian gak sekolah?" Tanya nya sembari membukanya gorden jendela kamar putranya.

"Gama sayang bangun," panggil Friska dan mengusap surai Gama lembut.

"Euhg, mah." Gama pun bangun tapi masih belum duduk dari tidurnya.

"Lino bangun." Panggil Friska.

Lino anak laki-laki berumur sebelas tahun itu sudah membuka matanya, dan bangkit dari tidurnya lalu segera pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan segera pergi ke sekolah.

"Aduh anak mama ini, ayo dong ntar papa marah loh kalo telat lagi."

"Iya mama." jawab Gama lesu dan duduk dari tidurnya.

"Ya udah mama tunggu di bawah," sebelum pergi Friska mengecup lembut dahi sang putra.

Dari balik pintu toilet anak laki-laki yang tak lain adalah Lino, sedang berdiri mendengarkan nada kasih sayang Friska pada Gama adiknya.

Dalam hati kecilnya, ia sedih. Kapan ia akan merasakan hal yang sama seperti adiknya.

***

Lino dan Gama sudah siap dengan seragam sekolah mereka. Dan sekarang kedua anak laki-laki itu duduk di meja makan menikmati sarapan mereka.

"Lino sebentar lagi kamu lulus SD, kamu mau melanjutkan SMP dimana?"tanya Rangga sang papa.

Lino meletakkan garpu dan sendok nya. Lalu menatap Rangga yang bertanya padanya. "Aku akan ikut keputusan papa saja, lagi pula aku tidak punya tujuan."

Rangga tersenyum, "Baiklah, kamu lanjut sekolah disini saja. Setelah lulus SMP baru papa akan mengirim mu sekolah di luar negeri."

Friska wanita itu tersentak, dan menatap tak suka ke arah suaminya. "Kenapa mas, kasian Lino jika harus bersekolah yang jauh."

"Tidak apa ma, nanti juga Lino pasti akan terbiasa. Itu sebabnya papa akan mengirim Lino setelah lulus SMP saja." balas Rangga.

"Kalo gitu biar Gama aja pah yang lanjut di luar negeri. Pasti seru tinggal disana." Celetuk Gama riang dan menatap sang papa penuh harap.

"Kamu juga akan tetap disini Gama, papa tidak bisa mengirim mu kesana. Karena kamu belum bisa mandiri." kata Rangga. Rangga tak ingin mengirim Gama karena putra bungsu nya itu sangat manja dan tak bisa jauh dari keluarga nya.

Prang

Gama membanting sendok dan garpu yang ia pegang lalu berjalan pergi meninggalkan meja makan.

"Mas, apa yang mas katakan? Gama jadi marah kan mas." ujar Friska kesal lalu menyusul putra bungsunya.

Sedari tadi salah satu anak laki-laki yang ada disana menahan diri agar tetap sabar. Terlihat jika tangan bocah sebelas tahun itu mengepal erat.

"Aku berangkat duluan aja pah,"

Rangga tersentak. "Kamu gak di antar supir aja Lino?"

Lino segera mencium punggung tangan Rangga. "Aku naik angkot aja pa."

Rangga tersenyum. "Baiklah, hati-hati ya."

Lino mengangguk lalu pergi menuju ke sekolah nya.

"Kalian berdua benar-benar memiliki sifat yang sangat bertolak belakang. Lino sangat dewasa di umurnya yang masih sebelas tahun. Anak itu mandiri sedangkan putra bungsu ku sangat manja dan pikirannya yang masih belum matang."

Ya Lino terbiasa dengan hal-hal yang selama ini ia jalani semenjak hari itu ia sudah tak pernah lagi merasakan di manja atau sebagainya seperti apa yang dirasakan Gama adiknya.

Lino terbiasa mandiri dan melakukan semua hal yang sulit sendiri. Ia berusaha agar tak bergantung dengan kedua orang tuanya.

Disisi lain seorang anak laki-laki yang tak alim adalah Gama yang ngambek kepada papanya ini sedang duduk di pinggiran kolam di rumahnya.

"Kenapa sih, selalu aja papa ngutamain kak Lino. Gama juga mau ke luar negeri nanti." ucapnya kesal.

Gama kerucutkan bibir mungilnya itu, menendang-nendang air di pinggiran kolam.

"Gama, benci kak Lino."

Dari arah belakang anak itu Friska mamanya menatap dan mendengarkan putra kesayangannya menggerutu.

"Hey, anak mama. Malah disini?" Friska menghampiri putranya dan berjongkok dihadapan nya.

"Anak mama yang paling ganteng, gak boleh ngambek ya. Nanti ganteng nya ilang." Kekeh Friska menghibur sang putra.

"Mama, aku juga mau kayak kak Gama. Sekolah di luar negeri. Ke Negera yang ada Disneyland nya itu."

"Iya sayang, nanti mama bilang ke papa ya. biar kamu yang pergi ke luar negeri dan Gama sekolah disini aja." terang Friska.

Mata Gama berbinar lalu memeluk erat leher sang mama. "Wah mama memang the best. Mama sayang kan sama Gama dari pada kak Lino?"

Friska tersenyum hangat mengusap bahu putranya lembut.

"Iya dong, Gama itu putra Mama satu-satunya gak ada yang lain."

Entah apa maksud dari perkataan Friska pada Gama. Sudah jelas ia memiliki dua orang putra lalu mengapa Friska tidak menganggap Lino adalah putranya?

«To Be Continue»

Penasaran nih?
Yuk ah! Lanjut ke laman berikutnya nya ya:v


I Wanna Be With You (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang