Jangan lupa vote dan komennya yawww ❤❤
*
Anne mengusap bibirnya dengan tisu. Badannya meluruh bersandar lelah pada punggung kursi. Sudah sangat lama Anne tidak merasakan sensasi siksaan yang menyenangkan seperti ini. Kapasitas perutnya telah terisi penuh tak menyisakan sedikit ruang pun. Meskipun seingat Anne dulu ia pernah makan lebih banyak dari sekarang tapi dahaganya telah terlepaskan. Ia merasa kancing kemeja di bagian perutnya mulai mengetat dan jika Anne bergerak lebih keras maka kancing tersebut akan terpental.
Gadis itu tertawa mengingat ia dulu waktu kecil pernah membuat kening Septian benjol akibat ledakan kancing perutnya yang terpental tak mampu menahan perut Anne yang membengkak makan dua mangkuk mie ayam ditambah satu bungkus bakso tusuk lalu ditutup es air kelapa yang tandas dalam sekali tegukan.
Hwan memanggil pelayan meminta bill. Setelahnya ia juga menyisihkan beberapa lembar uang sebagai tips. Septian masih minum jusnya perlahan sembari menimbang apakah Anne masih bisa berjalan sendiri ataukah perlu ia memesan gerobak untuk mengangkut adiknya itu.
Anne mengangkat tangannya menyuruh Hwan untuk tidak berdiri dulu karena perutnya masih terasa sakit. Septian juga duduk sambil melihat ke luar restoran dimana orang-orang yang berseliweran tak karuan.
"Sudah, Ne? Mau langsung pulang?" tawar Septian membuat Anne membuka matanya.
Telunjuknya terangkat kemudian digerakkan ke kiri kanan. "No, no, no!" tolaknya tegas.
Dengan perut yang terasa berat Anne menarik tangan Septian juga Hwan untuk naik ke lantai paling atas mall tempat sebuah taman bermain yang cukup besar berada. Kali ini Septian menolak saat Hwan ingin membayar. Pemuda itu terpaksa menggunakan uang tabungannya dari kartu debit untuk membeli tiga lembar gelang tiket.
Anne melepaskan genggaman tangannya dan mulai berlarian kian kemari. Sesekali ia memanggil Septian atau Hwan untuk menunjukkan mereka wahana yang ingin ia naiki. Septian terlihat tidak tertarik dengan semua wahana di sana dan Hwan tahu penyebabnya adalah Septian masih kepikiran ulangan harian biologi yang tak diikutinya. Hwan benci perasaan ada rasa tanggung jawab seperti ini. Ia tidak ahli menyemangati seseorang. Kalau memancing emosi seseorang ia berani diadu.
Setelah menggaruk kepalanya yang tak gatal, Hwan mengulurkan tangannya untuk merangkul pundak Septian yang terkejut akan sikap Hwan. Ia segera melepaskan tangan tersebut dengan jijik.
"Aku masih normal," ujar Septian membuat Hwan kesal. Pemuda itu menutup matanya menahan diri untuk tidak meninju wajah Septian yang menampilkan ekspresi jijik.
"Aku juga normal," jawab Hwan yang kembali merangkul pundak Septian. Semakin Septian mencoba menjauh semakin gigih Hwan mencoba merangkul teman sebayanya itu. Hwan sedikit tersenyum saat Septian lari menjauh menyusul Anne. Bagus, setidaknya Septian tidak lagi memikirkan ulangan biologi mereka.
Anne melambaikan tangannya memanggil Septian dan Hwan untuk bergabung dengan dirinya untuk mengantre wahana roller coaster. Septian mengadu pada adiknya itu tentang kemungkinan Hwan yang memliki orientasi seksual berbeda. Hwan yang dituduh sedemikian rupa meraih kerah kemeja Septian dan Anne segera menengahi keduanya. Septian menjulurkan lidahnya membuat Hwan semakin kesal.
"Kalau merangkul pundak sih biasa saja kali, Kak!" ujar Anne membuat Hwan mengangguk puas.
"Yang tidak boleh itu kalau kalian ...." Anne meraih tangan kanan Septian dan tangan kiri Hwan. Ia menyatukan jari jemari itu dalam sebuah genggaman yang intim. Septian dan Hwan saling bertatap membuat Anne dan dua gadis yang mengantre di belakang mereka tertawa kecil. Saat sadar apa yang telah dilakukan oleh Anne, Septian dan Hwan melepaskan genggaman keduanya kemudian berpura-pura muntah membuat tawa Anne semakin menggelegar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE The Sweet Potato
Teen FictionMarianne Eka Wirya atau yang sering dipanggil Anne adalah gadis manis dengan berat badan yang berlebih. Orang sekitarnya memanggil dengan julukan Anne si Kentang. Bisakah Anne melewati masa-masa SMA-nya tanpa ada hambatan? Ilustrasi cover by Hasuu_n...