20 Rekonsiliasi

13.8K 2.7K 325
                                    

Vote dan Komennya, plis ^^

*

Risalah Hati by Element

Anne duduk di sofanya dengancanggung. Di sofa yang lebih panjang tidur Hwan dengan nyaman. Tatapannya beralih pada tangan Hwan yang telah dibalut oleh perban. Seberat itu kah permasalah hidup seorang Kim Hwan sampai tega melukai dirinya sendiri? Padahal orang-orang bilang kalau kita harus bahagia di masa putih-abu. Meskipun Anne sendiri baru memulai tapi dia yakin masa putih-abunya akan menyenangkan selama Septian tetap bersamanya.

Perlahan tapi pasti, mata gadis itu mulai menutup ikut mengantuk. Tak ada suara berisik si kembar hanya hujan yang mulai mereda mendorong Anne dalam kenyamanannya. Hembusan napasnya mulai teratur hingga membawa ANne ke alam mimpinya.

"Kakak? Hwannya mana?" tanya seseorang membangunkan Anne dari tidur singkatnya.

"Mama? Sudah pulang?" balas Anne yang bingung kenapa mamanya tiba-tiba muncul di rumah? Katanya tadi siang bakal pulang sore untuk persiapan pengajian di Kodam.

"Ya sudah, ini kan sudah jam tiga. Hwannya mana?"

"Kak Hwan?" Anne menoleh ke arah sofa panjang yang kosong. Matanya membola terkejut tak mendapati Hwan di tempatnya semla. Juga selimut laki-laki itu pun kini berpindah ke tubuhnya. Anne bangun dengan cemas, tak tahu harus bilang apa ke mamanya.

Saat Anne mencari ke halaman belakang tiba-tiba terdengar tawa Genta yang menggelegar. Qia dan Anne segera menuju kamar si kembar. Di sana, Genta juga Gana sedang bermain bersama Hwan. Hwan yang menyadari kepulangan Qia langsung berdiri.

"Ah, tante, maaf sudah banyak merepotkan. Tadi aku mau pulang tapi rasanya kurang sopan kalau nggak pamitan langsung."

Anne sempat melongo melihat tingkah sopan Hwan di depannya. Meskipun wajahnya tak berekspresi banyak tapi melihat hwan menunduk ke arah mamanya membuat Anne kagum. Meskipun Hwan termasuk anak yang urakan di sekolah tapi dengan orang yang lebih tua sangatlah sopan. 

"Kamu yakin mau pulang sekarang? Nggak istirahat lebih lama dulu?"

"Makasih, Tante. Tapi mumpung hujan sudah reda aku mau pulang karena ada urusan lain."

Hwan menolak tawaran Qia dengan sopan. Setelah pamit Anne baru teringat sesuatu. Karena jaket Hwan yang masih basah, Anne berlari menuju lemari papanya dan mengambil sebuah jaket loreng khas tentara. Anne tak perduli, papanya punya cukup banyak deretan jaket loreng, kehilangan satu nggak buat papa nangis pikirnya.

"Kak Hwan!" panggilnya menahan Hwan sebelum naik ke atas motornya.

"Pake ini biar nggak dingin." Hwan awalnya menolak karena melihat itu adalah jaket tentara.

"Ini punya papamu?"  tanya Hwan.

Anne tidak mengindahkan pertanyaan dari Hwan, gadis itu tepat memaksa Hwan mengenakan jaket papanya. "Papa punya banyak, lagipula ini masih dingin nanti Kak Hwan sakit tengah jalan kan nggak lucu."

Setelah mendapat anggukan dari Qia, Hwan memakainya. Genta pun ikut menyusul keluar mendekati motor besar Hwan.

"Kak! Besok-besok datang lagi, ya? Kita main lego lagi kayak tadi. Ya, ya, ya, ya, please?" Anggukan dari Hwan membuat Genta terbang ke langit ke tujuh. Qia membawa si kembar untuk masuk dan Hwan pamit untk terakhir kalinya.

"Kak, kalau butuh teman datang saja ke sini. Kayaknya kakak sama Kak Asep cocok kalau jadi teman." Hwan tersenyum kecut saat mendengar nama teman sekelasnya itu. Meskipun dia meragukannya, Hwan tetap mengangguk menghargai keinginan naif dari si kentang. 

ANNE The Sweet PotatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang