Jangan lupa vote dan komennya juseyo ^^
*
Aneh, berhari-hari Anne mencari tapi Hwan tak kunjung muncul. Katanya dia bolos sekolah, tapi bukannya kalau bolos sekian hari akan mendapatkan panggilan dari ruang Bimbingan Konseling (BK)? Anne sendiri bukan tipikal anak yang nekat untuk datang langsung ke rumah Hwan. Nanti pas ditanya ada apa, malah bingung mau jawab apa. Lagi pula mereka enggak sedekat itu.
"Oi Kentang!" Anne mencoba sabar saat salah satu kakak kelas menghampirinya. Anne pernah melihat laki-laki itu, dia salah satu teman Septian.
"Iya, ada apa, Kak?" balas Anne ramah.
"Titip buku tugasnya Septian sama Hwan, letakkan di rumahnya Septian saja."
Dilihatnya dua buku tulis yang kondisinya sangat berbeda. Jelas terlihat buku mliik Septian adalah yang tersampul cokelat rapi dan tebal yang artinya buku itu berisi. Sedangkan buku tulis milik Hwan sangat polosan dengan gambar doraemon di atasnya. Anne mengambil satu buah buku tulis yang tersampul cokelat rapi milik Septian, "Aku bawanya punyanya Kak Asep saja. Kakak bawa punyanya Kak Hwan."
"Ah, males, simpan saja sama punyanya Septian, Lagi pula nggak tahu dia masih hidup atau nggak, bikin berat tas."
Anne diam-diam berdecak, ia tidak menyukai kalimat kakak kelasnya barusan. Penuh dengan rasa ketidak perdulian padahal Hwan kan teman sekelasnya. Tunggu dulu, kalau buku Hwan ada di dirinya berarti Hwan punya kesempatan untuk mengunjungi kakak kelasnya itu, kan?
"Kak!" panggil Anne cepat sebelum laki-laki itu menghilang. Walaupun sempat ragu tapi Anne memberanikan diri untuk bertanya akan alamat rumah Hwan.
"Untuk apa?"
"Mau mengembalikan buku ini lah, siapa tahu anaknya butuh, kan?"
Kakak kelas Anne itu berdecak sebentar kemudian menuliskan alamat milik Hwan. Untung saja dia tidak ditanya macam-macam. Setelah mengucapkan terimakasih Anne mengenakan perlengkapan bersepedanya dan mengayuh ke arah alamat Hwan berada.
Melihat nama perumahan itu, Anne langsung tahu kemana harus dia tuju. Tak banyak perumahan mewah di daerahnya tinggal tapi sekali menyebutkan nama Dr. Wachidin Regency, semua orang langsung tahu kalau itu adalah perumahan elit satu-satunya di sana. Tak jauh dari tempatnya tinggal, hanya berjarak tiga kilometer dari rumahnya. Meskipun tubuh Anne belum kurus tapi sekarang dia bukan Anne yang pemalas lagi. Dia bugar dan menempuh jarak sekian kilometer bukan sebuah masalah lagi bagi gadis tembam itu.
Sesekali ia dilewati oleh siswa lainnya yang juga pulang mengenakan motor. Tak lupa ia bertegur sapa dengan Raya yang pulang dijemput oleh saudaranya. Di gerbang perumahan, Anne harus melapor dulu pada satpam.
"Mau kemana, dek?"
"Kerumah Kak Hwan, Kim Hwan."
"Oh anaknya Pak Wachid. Tahu alamatnya?"
Anne menujukkan alamat yang ditulis oleh kakak kelasnya tadi. Salah seorang satpam membantu Anne dengan menggambarkan peta agar Anne tidak tersesat. Setelah mengucapkan terimakasih, Anne kembali mengayuh sepedanya.
Gadis itu sempat terkagum, rumah-rumah besar yang biasanya hanya Anne lihat di tv-tv sinetron. Besar di keluarga PNS rasanya tidak mungkin bisa membeli rumah-rumah itu meskipun Papa Aji memiliki pangkat tinggi juga ditambah kakeknya yang purnawirawan jenderal TNI.
Anne berdiri di sebuah pagar tinggi rumah no. 7a tersebut. Anne menggeleng tak percaya, butuh berapa uang untuk bayar listrik rumah sebesar itu. Saat Anne memencet bel yang terletak di pagar, seorang berseragam putih hitam keluar dari pintu kecil. Bahkan rumah itu pun harus dijaga oleh seorang satpam juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE The Sweet Potato
JugendliteraturMarianne Eka Wirya atau yang sering dipanggil Anne adalah gadis manis dengan berat badan yang berlebih. Orang sekitarnya memanggil dengan julukan Anne si Kentang. Bisakah Anne melewati masa-masa SMA-nya tanpa ada hambatan? Ilustrasi cover by Hasuu_n...