43 Menjadi Dewasa Melalui Luka

5.1K 830 46
                                    

"Ugh... sakit."

Anne mengerang kesakitan di bagian pundak kanannya. Ia salah posisi ketika jatuh tadi. AKibat ingin melindungi anak-anan kelincinya, Anne justru melukai pundaknya sendiri. Gadis itu mengangkat kepalanya untuk melihat jalan utama yang ia tinggalkan. Ia mengusap bekas air hujan yang terus tumpah mengenai wajahnya.

Sebenarnya jurang itu cukup landai. Kalau saja tidak hujan atau dipenuhi dedaunan yang licin, Anne pasti bisa mendaki naik. Namun sekarang hujannya begitu deras sehingga membuat tebingnya menjadi basah dan licin.

Anne mulai menggigil akibat kedinginan. Ia harap mamanya membuatkan makanan hangat nanti. Anne sama sekali tidak memikirkan bahaya yang tengah menimpanya. Ia mencoba berpikir positif bahwa akan menemukan jalan keluar. Ia hanya bisa berharap hujan akan segera berhenti agar ia bisa kembali mendaki.

Anne berjalan di sekitar tebing untuk mencari perlindungan dari hujan deras. Ia menemukan sebuah pohon yang lebih besar dari yang lainnya. Di bagian bawah akar pohon yang mencuat dari tanah terdapat sebuah lubang kecil. Ia melihat sepasang mata merah kecil bersembunyi di dalam sana.

"Oh! Itu ibu kalian!" seru Anne senang berhasil mengembalikan anak-anak kelinci yang dilindunginya kembali ke induk mereka. Saat Anne melepaskan mereka satu per satu, anak-anak kelinci itu langsung masuk ke dalam lubang pohon itu seperti kegirangan karena berhasil pulang dengan selamat.

Dan ... sekarang tersisa dirinya sendiri.

"Jadi ... bagaimana kita pulang sekarang?"

Setelah sendirian tanpa ada anak-anak kelinci yang menemaninya Anne baru tersadar bahwa dia sedang di sebuah hutan seorang diri. Gelap dan basah akibat hujan.

"Ma..."

Panggil Anne mencoba membuat suara agar tidak hanya mendengar keheningan di sekitarnya. Jantungnya berdebar cepat akibat takut. Ketenangan yang melindunginya perlahan runtuh dan Anne mulai diselimuti oleh ketakutan.

Ia berlari ke arah tempat ia terjatuh tadi. Ia mencoba mendaki lereng jurang yang licin tapi terus gagal. Rasa sakit di pundak kanannya semakin menjadi.

"Mamaaaaa!" panggil Anne. ia tahu bahwa mamanya tak mungkin mendengar karena pasti sedang tertidur di rumah.

"Tolong!!!" teriak Anne sekali lagi berharap ada orang yang lewat dan menolongnya.

Anne yang panik mencoba kembali mendaki lereng namun air hujan membuat air meluncur di permukaan lereng sehingga kaki Anne yang tak kuat tergelincir membuat dagunya terbentur tanah.

"Ugh ... sakit ... mama ..." Anne kini mulai merasa putus asa. Matanya berkaca-kaca. Suaranya untuk meminta tolong semakin kecil. Dada juga pundaknya terasa sakit akibat terjatuh dari lereng. Ketika ia mendorong tubuhnya untuk bangun, pundaknya semakin sakit dan hal itu membuat Anne tak kuasa menahan tangisnya lagi.

"Hiks ... mama ... tolong Anne ..." rengeknya putus asa. Suaranya tak terdengar akibat diredam oleh air hujan yang deras.

Anne yang terus mencoba mencapai titik lelahnya dan hanya bisa menangis.

"Anne!"

Anne menoleh seperti mendengar namanya dipanggil. Gadis itu mencari ke berbagai arah tapi tak melihat siapa pun. Ia menghapus air hujan juga air mata dari wajahnya.

"Anne!"

"Papa?"

Anne mencari suara yang didengarnya. Tapi itu nggak mungkin. Papanya nggak mungkin ada di sana. Papanya kan ada di kota?

"Anne! Kamu dimana NE!?"

Anne tidak salah dengar lagi. Itu adalah papanya! Suaranya dari atas! Anne mendongak dan mengikuti suara teriakan papanya.

ANNE The Sweet PotatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang