Friends by Meghan Trainor
*
Septian membantu Anne bangun. Tangannya menghapus sisa air mata yang mulai mengering di pipi tembam milik Anne. Itu adalah hal biasa yang Septian lakukan ketika Anne sedang menangis. Setelah berkeliling satu sekolah hanya untuk mencari Anne, akhirnya ia menemukan gadis itu di ruang UKS.
"Aku cuma sakit perut, Kak. Biasa kalau waktu PMS" bohong Anne agar Septian tidak memberitahukan kedua orang tuanya jika ia kedapatan menangis. Septian mengenggam tangan Anne dengan erat, ia tak percaya dengan alibi Anne karena selama ini kram perut Anne tak pernah sampai sesakit ini. Tak ingin membuat Anne semakin sedih, Septian membiarkan Anne berbohong. Mungkin untuk saat ini adiknya itu masih belum ingin bercerita.
"Kakak khawatir cari kamu dari tadi," ucapnya sembari membenarkan posisi jepit rambut hitam di rambut Anne.
"Aku beneran sudah baikan. Tadi memang sakit banget." Anne kembali teringat akan sakit hatinya tadi. Kini setelah Septian hadir, rasanya lebih ringan. Meskipun Anne belum mengatakan sejujurnya tapi dengan kehadiran Septian rasanya semua masalah hilang tak berbekas.
Keduanya saling terdiam, Anne hanya menunduk malu diperhatikan Septian. "Ne, mungkin di rumah kamu punya Om Aji yang bakal selalu ada untuk kamu. Tapi di sekolah, kakak yang bakal jaga kamu. Kalau kamu punya masalah cerita ke kakak. Kita udah bareng sedari kamu masih bayi, jadi kakak yang paling tahu kamu."
Septian melihat pintu ruang UKS dengan kosong. "Kakak paling tahu kapan kamu berbohong dan tidak." Dihembuskannya napas panjang saat bel berbunyi pertanda jam istirahat telah usai. Septian menangkup pipi Anne dan tertawa geli melihat ekspresi kesal adiknya itu.
"Jangan nangis lagi, nanti Kakak bisa dimarahin Om Aji sama Tante Qia gara-gara enggak bisa jaga kamu," ucapnya. Bibirnya ikut maju membentuk ekspresi merajuk. Anne menepis kedua tangan Septian yang tak kunjung melepaskan cubitannya pada pipinya.
"Ish Kak Asep mah! Sakit tahu pipi aku!" protes Anne.
"Kamu sih, pipi kok kayak squishy," goda Septian semakin membuat Anne malu karena tanpa Septian ketahui di kasur sebelah sana ada Hwan yang sedang berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya.
"Kakak balik ke kelas dulu ya, nanti pulang kakak jemput di depan kelas." Anne mendorong Septian untuk tidak banyak bicara. Akhirnya ia bisa bernapas lega. Tangannya terangkat untuk membalas lambaian tangan Septian yang semakin menjauh.
Gadis itu duduk dengan canggung. Ia tidak tahu apakah Hwan telah tertidur atau belum. Anne semakin malu saat mengingat curhatannya yang sangat menyedihkan tadi. Ah, pasti Hwan menertawakannya pikir Anne. Mau kembali ke kelas pun rasanya menjengkelkan ketika ia tahu Hanum duduk di bangku pinggirnya. Tapi menghabiskan waktu di sini sendirian bersama Hwan juga bukanlah pilihan yang bagus.
"Kak Hwan?" panggil Anne. Tak ada pergerakan membuat Anne besyukur setengah mati. Gadis itu kembali merebahkan tubuhnya. Lebih baik dia memanfaatkan surat izin yang dibuatkan Bu Rini. Tidur adalah solusi segala sakit, salah satunya sakit hati.
*
Septian tidak bisa memenuhi janjinya untuk mengantar Anne karena tiba-tiba dia diminta oleh Pak Alief untuk membantunya membimbing kelompok OSN yang baru terbentuk. Sembari menunggu papanya menjemput, Anne memasang headset dan menyalakan lagu dari playlistnya. Itu adalah salah satu bentuk menutup diri jika kemungkinan ada suara-suara yang tak seharusnya Anne dengar.
Kepala tertunduk melihat kakinya memainkan batu kerikil. Ia tak ingin disapa, meskipun dengan melihat bentu tubuhnya saja orang bisa mengenalinya tapi Anne tak ingin berbicara dengan siapa-apa. Bahkan hanya untuk berbasa-basi. Dalam sepinya, Anne menggumamkan lagu sambil menunggu sang papa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANNE The Sweet Potato
Teen FictionMarianne Eka Wirya atau yang sering dipanggil Anne adalah gadis manis dengan berat badan yang berlebih. Orang sekitarnya memanggil dengan julukan Anne si Kentang. Bisakah Anne melewati masa-masa SMA-nya tanpa ada hambatan? Ilustrasi cover by Hasuu_n...