^17 : Nightmare^

1.9K 186 63
                                    

Satu hal lain yang Vincenzo khawatirkan terjadi, begitu ia membuka pintu ruangan, Chayoung reflek mengarahkan pistol tepat di depan wajahnya dan hampir saja menarik pelatuk. Mata gadis itu beralih menuntun pada tubuh pria yang tergeletak bersimbah darah diatas karpet putih, dengan lubang peluru di pelipis kirinya. Tak jauh dari tubuh pria itu, Carmela berdiri dengan susah payah setelah berhasil melumpuhkan dua pria lainnya, ia meminta senjata pada Adrian yang berdiri di belakang Vincenzo untuk menghakhiri kedua pria tersebut, tetapi Vincenzo melarangnya.

"Sekap mereka." Perintah Vincenzo sambil menatap Carmela untuk mengerti maksudnya. "Aku akan menyusul."

Carmela sejenak melirik kearah Chayoung, lalu mengangguk pada Vincenzo, ia mengerti maksud lelaki itu.

Kini Vincenzo beralih pada Chayoung, ia perlahan mendekat sambil mengangkat tangannya untuk meredam Chayoung yang tengah membeku dengan posisi laras pistol yang masih mengarah pada dirinya, tatapan horor dari sorot mata gadis itu masih terpaku memandang korbannya hingga tak sadar dia berdiri bertelanjang kaki diatas beling pecahan vas bunga.

Vincenzo yang menyadari hal itu termasuk telapak kaki Chayoung yang berdarah, sekilas ia melihat beberapa barang juga pecah dan berantakan di ruangan ini. Vincenzo menggenggam laras pistol Chayoung dan mengambilnya dari gadis itu, setelah mengaktifkan safety pin ia lantas melemparnya ke ranjang.

"Apa .. dia masih hidup?" Suara Chayoung sedikit bergetar dan matanya masih terpaku pada pria yang baru saja ia tembak.

"Sudah, jangan --"

"Carmela .. tolong uhm, cek -cek nadinya dan --"

"Dia sudah mati." Ucap Vincenzo lirih membuat Chayoung beralih menatapnya dengan tatapan yang seperti terkejut nan ketakutan.

Vincenzo langsung bergerak dengan menggendong Chayoung ala bridal style dan segera keluar dari ruangan itu, sementara Carmela dan Adrian beserta anak buahnya yang lain membereskan ketiga penyusup tersebut, setelah diamati dengan seksama, dua diantaranya adalah tentara bayaran yang menyerang mereka saat di Korea dan lepas dari penjara NIS. 



Vincenzo menurunkan Chayoung diatas ranjang miliknya dengan sangat hati-hati, kemudian seorang pelayan masuk membawa box P3K sesuai yang dimintanya selagi ia meletakkan beberapa bantal di bawah kedua kaki Chayoung, setelah itu ia mulai membersihkan dan mengobati telapak kaki gadis itu yang berlumuran darah, terdapat juga beberapa pecahan kecil yang masih menancap. Saat ini Vincenzo tidak bisa bicara banyak ataupun mengeluarkan kata-kata yang menenangkan, tidak ketika Chayoung masih syok dan memproses apa yang barusan terjadi.

"Dia hendak menikam Carmela, jika aku tidak segera menembaknya." Ucap Chayoung dengan pelan dan lirih, matanya melihat ke arah lain menghindari tatapan Vincenzo.

"Tidak, harusnya aku membidik agak kebawah, i -itu mungkin akan mengenai lengannya."

Vincenzo dengan telaten membalut telapak kaki Chayoung setelah ia obati, dan sesekali menatap sendu pada gadis itu. Selesai membalut telapak kakinya, Vincenzo bergerak mendekat, duduk di samping menghadap Chayoung.

Mereka saling menatap diam cukup lama, dan Vincenzo bisa mengetahui kegelisahan, ketakutan, serta ketidakpercayaan di mata Chayoung, perasaan yang sulit dijelaskan saat pertama kali mampu untuk membunuh.

"Kau dari mana saja?" Tanya Chayoung.

"Kita bisa bicara besok, --"

Chayoung menggelengkan kepalanya, ia tidak menerima jawaban itu. Vincenzo mengerti maksud tersebut, Chayoung butuh sesuatu untuk mengalihkan perhatian dan pikirannya saat ini.

"Aku menemui Salvatore Ranovese." Jawabnya yang berhasil membuat gadis itu fokus pada hal baru untuk sementara.

"Lalu? .. Apa yang dia katakan?"

One Soul || [Vincenzo]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang