^21 : Vendetta^

2K 180 89
                                    

Sudah lama terakhir kali Chayoung menjalani kehidupan normal sebagai orang biasa, mungkin sejak duduk di bangku kuliah dimana beban terberatnya adalah mendapatkan nilai bagus. Dan kali ini ia bangun merasakan hal itu lagi, mandi dengan tenang, memilih baju hangat sendiri dari wardrobe yang tidak terlalu besar, dan hanya menggunakan pelembab bibir agar kelihatan tidak pucat.

Tetapi tetap saja, ketika turun menuju dapur ia masih melihat presensi Carmela yang menikmati espresso pagi sambil bermain ponsel, dan sosok perempuan lain yang sedang membereskan dapur, berambut merah, agak pendek serta tentunya kaki yang menyentuh lantai.

"Aah .. aku tahu kau bukan hantu." Gumamnya sambil tersenyum.

"Selamat pagi nona. Sarapan?" Carmela menawarkan hidangan yang tersaji diatas meja makan di depannya, dan Chayoung mengambil duduk di samping gadis itu.

"Kita jadi ke pasar kan hari ini?" Tanya Chayoung sambil menyiapkan piring dan mengambil roti.

"Tidak usah. Kulkas sudah terisi penuh tadi malam."

"Yaah .. kok gitu? Aku sudah bersemangat melihat pasar tradisional di Italia." Protes Chayoung dengan tangan yang tetap bekerja mengambil isian roti lain sambil melirik ke arah perempuan yang sedang bersih-bersih itu, mungkin saja dia yang mengisi. "Siapa yang berani mengisi kulkas?"

Carmela menyesap kopinya sambil mengamati Chayoung bersungut kesal, oh kasihan pelayan itu, padahal yang mengisi kulkas adalah anak buah Vincenzo yang juga di tugaskan berjaga di sekitar desa ini tanpa sepengetahuan Chayoung.

"Tidak masalah. Kita tetap kesana, mungkin ada sesuatu yang menarik yang akan kubeli." Gadis itu memaksa, lalu mulai menyantap sarapannya.

"Baiklah, setelah ini aku akan bersiap-siap."

"Oke." Balasnya penuh semangat.


Ini bukan tentang Chayoung yang menghindar atau melupakan kejadian beberapa hari yang lalu, ia tidak lari dari masalahnya. Hanya saja ia setuju untuk mundur selangkah dan mengizinkan Vincenzo yang melanjutkan 'perburuan'.

Kehilangan calon bayi benar-benar mempengaruhi psikis mereka berdua, berbeda dengan Vincenzo yang memang langsung bergerak menyulut api kemurkaan, Chayoung yang malam itu menangis di pelukan Vincenzo tiba-tiba merasakan nyeri luar biasa di bagian perut bawahnya. Vincenzo sangat panik melihat Chayoung menjerit kesakitan dan langsung menekan kode biru di samping ranjang.

Dan dari pernyataan dokter itulah yang menjadi salah satu alasan Chayoung untuk sementara waktu tinggal di sini, rahimnya masih lemah dan belum bisa beraktivitas atau berpikir yang intens, ia belum seratus persen pulih.

Dia berjalan keluar cottage setelah menyelesaikan sarapan, menunggu Carmela sambil menghirup udara pagi. Cuaca begitu dingin dan lembab dengan langit yang berawan, lebih basah dari yang ada di Korea saat bulan natal, dan tidak ada hotpack jadi menggunakan sarung tangan yang cukup tebal. Chayoung memang belum sepenuhnya menjelajahi area sekitar, tetapi pemandangan yang ia lihat sekarang terlalu sederhana digambarkan dengan kata indah.

"Bagaimana Keluarga Cassano mendapatkan tempat seperti ini?"

Matanya menyapu ke segala arah. Cottage dua lantai ini dikelilingi halaman yang luas, samping kanan di buat seperti kebun bunga dan tanaman hias lainnya yang sekarang tidak terlalu tampak bunganya karena memasuki musim dingin, sedangkan samping kiri hingga belakang di tumbuhi rumput pendek seperti hamparan karpet, namun jauh ke belakang ada jalan setapak yang di kelilingi beberapa pohon, serta pagar kayu setinggi pinggang orang dewasa yang sepertinya untuk pajangan dan bukan untuk memagari rumah karena sebatas berdiri di halaman depan. Semua hal yang ia lihat seperti hunian sederhana nan damai pada sebuah novel fiksi, terlalu nyata untuk di imajinasikan.

One Soul || [Vincenzo]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang