12 | nggak beres, nih!

3.1K 399 48
                                    

Gentala duduk di mobil. Nungguin Sada yang belum kelar juga sama entah apa yang dia lakukan di dalam sana. Gentala udah sabar banget nungguin dia nggak keluar-keluar daritadi. Udah Maghrib, masih aja belum ada tanda-tanda senyum cengengesan nya itu akan nampak.

Ia kembali menelepon Sada. Tapi tidak diangkat.

"Ya Allah, berilah hamba-Mu kesabaran ekstra ngadepin Sada, Ya Allah!" gerutu Gentala sambil garuk-garuk kepala dengan kasar.

Stress!

Dia cuma pengen cepet sampe rumah terus tidur lelap sampe pagi. Otaknya udah ngebul tiap hari harus belajar karena bentar lagi ujian sekolah, ujian nasional, ujian masuk kampus—sekarang masih harus ngadepin ujian hidup bernama Maharani Nindia Sada.

Ya robbi. Apakah ini balasan atas dosa-dosa Gentala?

Untung aja Gentala selalu bawa mobil setiap Sada ekskul renang karena pasti pulangnya sore banget. Jadi dia sekarang nunggunya dengan nyaman di dalam mobil.

Setelah 45 menit menunggu Sada, akhirnya yang ditunggu keluar juga. Wajahnya lesu bahkan menguap seakan dia yang kecapekan nunggu daritadi.

Ia masuk dan duduk di sebelah Gentala dengan mata sayu.

"Mas, Sada ngantuk. Tidur ya." ucap Sada langsung menurunkan sandaran joknya.

Gentala melongo.

"Astaga, daritadi ini Mas nungguin, Da! Kamu dateng-dateng bilang ngantuk, mau langsung tidur, emangnya Mas Genta supir kamu apa?!" cerocos Gentala nggak terima dengan perlakuan Sada seenaknya. "Ngapain aja sih daritadi lama banget?!"

"Maaf, Mas. Pak Danu kebanyakan curhat. Sada juga udah digigitin nyamuk daritadi dengerin dia ngoceh." jawab Sada sambil memejamkan mata dan meringkuk seperti anak kucing di kursi penumpang. "Maaf ya, Mas. Tapi Sada ngantuk banget. Tidur lima belas menit deh, ya."

Lalu Sada tidak berbicara ataupun bergerak lagi.

Gentala tercengang. Melongo. Benar-benar anak ini seenak jidatnya sendiri. Pengen banget rasanya Gentala turunin di jalan. Ugh!

Dengan pasrah, Gentala menjalankan mobilnya. Melajukan mobilnya menuju rumah, mengarungi kemacetan kota Jakarta karena jam segini memang sedang rush hours, orang kantoran baru pada pulang semua.

Gentala menghela nafas panjang. Pasrah.

Besok pun dia masih harus pulang sore karena ada kelas tambahan dan selesai kelas tambahan, dia harus jemput Sada di tempat les.

Gentala pengen cepet-cepet Jumat. Hari Jumat aja yang dia free. Lalu pengen cepet Sabtu dan hibernasi seharian.

Setelah membelah kemacetan kota Jakarta, satu jam kemudian mobil telah terparkir dengan sempurna di pekarangan rumah.

Gentala menoleh menatap Sada yang tadi katanya mau tidur lima belas menit doang tapi malah jadi satu jam—bahkan sepanjang perjalanan.

Gentala gemes banget pengen unyel-unyel pipi Sada sampe dia nangis kesakitan. Seenaknya jadiin Gentala supir taksi online.

Tapi pas lihat wajah tidur Sada yang polos banget kayak bayi, Gentala langsung terdiam.

Tatapannya terpaku menatap wajah cantik yang dihiasi beberapa helai rambut berhamburan menutupi pipinya itu. Bibirnya yang merah muda dan mengkilap, sedikit terbuka menciptakan celah kecil diantara kedua bibirnya. Matanya yang dilengkapi dengan bulu-bulu mata lentik masih terpejam dengan nyenyaknya. Hanya ada cahaya temaram dari lampu di pekarangan, tapi Gentala dapat melihat jelas betapa pipi Sada mulus dan putih berkilauan.

Vortex✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang