Sada nggak paham kenapa hidupnya jadi sering melibatkan kekerasan kayak di film-film.
Dulu dia lihat sendiri gimana Gentala menerjang Elang bak jagoan. Walau nggak sampai gulat dan guling-gulingan, tapi Sada udah cukup deg-degan.
Lalu sekarang dia harus melihat hal serupa di depan matanya. Di kamarnya, Gentala gontok-gontokan dengan edisi lebih brutal karena lawannya kali ini lebih agresif dibanding Elang yang pasrahan dulu.
Sumpah. Sada lemes, sih. Seumur-umur nggak pernah lihat orang gulat. Di teve bahkan juga nggak. Nggak pernah mampir ke channel teve yang ada gulatnya. Paling banter lihat kucing liar gulat di depan rumah. Tapi sekarang, dia harus lihat secara live pergulatan antara dua sosok yang ia kenal baik dan sayangi, yang hebohnya ngalah-ngalahin Tarzan waktu ngelawan macan.
Rasanya Sada cuma bisa ngeri. Jerit-jerit minta mereka berhenti tapi nggak didengerin.
"Brengsek lo, ya, Gen! Gue udah bilang jangan Sada!" Umpat Bara sambil menerjang kembali tubuh Gentala yang baru saja mau berdiri.
Kakak kandung Sada itu menyeruduk seperti banteng hingga Gentala jatuh ke atas tempat tidur dan satu bogeman mendarat mentah di pipi Gentala.
"Mas Bara! Please, mas! Udah, udah!" Teriak Sada sambil berlari menghampiri Bara dan memeluk tubuh kakaknya itu dari belakang. Ia berusaha sekuat tenaga menarik tubuh Bara agar menjauh dari Gentala. Air matanya sudah berderai bak air terjun melihat Gentala dipukulin.
Dalam hati, Sada mikir, kalau dulu yang mergokin dia sama Elang itu Bara, curiga Elang udah almarhum sekarang. Abis Bara baru lihat Sada dicium aja langsung kesurupan gini. Gimana dia lihat Sada digrepe-grepe, coba?!
Ck, maka dari itu juga Bara nggak boleh sampai tahu apa yang Gentala dan Sada udah lakukan di Singapura. Sada nggak mau Mas Gentanya tinggal nama.
"Nggak ada akhlak lo, ya, emang jadi manusia! Bisa-bisanya lo kaya gitu sama Sada!" Murka Bara sambil terus dipeluk oleh Sada dan didorong menjauhi Gentala. Namun Bara yang masih terlihat amat emosi, terus saja berusaha maju ingin kembali menyerang Gentala.
"Mas Bara, please!" Mohon Sada sambil terisak. Ia melepas pelukannya dari belakang dan berputar untuk menghalangi Bara dari arah depan. "Mas Bara, udah, Mas. Please!"
Melihat Gentala dengan santai beranjak duduk di tepi ranjang, Bara kembali naik darah. Lagaknya Gentala kayak nggak ada yang salah. Malah sok ganteng aja megangin rahangnya yang sakit dan ngelap bibirnya yang agak berdarah pakai ibu jari.
"Keterlaluan banget lo, ya, Gen!" Geram Bara sekali lagi sambil memberikan ancang-ancang untuk kembali menyerang.
Namun Sada kembali memeluk kakaknya itu, menahan tubuh Bara agar tak kembali mendekati Gentala sambil memohon sampai menangis agar ia berhenti dan tenang.
"Gue sayang Sada. Dia bukan adik gue. Salahnya dimana?" Tanya Gentala dengan suara pelan, namun nada bicara yang luar biasa menantang. Ia bahkan kini sudah berdiri, menghampiri Bara dan Sada, dengan dagu yang terangkat tinggi.
"Salahnya dimana?!" Bara membeliak semakin darah tinggi. "Dia adik gue!"
"Ya, terus kenapa?!" Tantang Gentala sekali lagi dengan nada yang tak mau kalah tinggi.
"Lo mau rusak adik gue! Bangsat!" Bara kembali berang mendengar dan melihat respon Gentala yang nggak ada merasa sedikitpun bersalah apalagi menyesal.
Dengan satu sentakan, ia melepas pelukan Sada dan kembali mencengkram kaos Gentala dengan satu tangan sedangkan satu tangan lagi mendaratkan tinju di wajah Gentala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vortex✔️
RomanceSada benar-benar menginvasi hidup Gentala! Anak manja itu mau apa-apa harus sama Gentala! Gentala nggak boleh kuliah di luar negeri cuma karena Sada--yang dari kecil udah nempel banget sama Mas Genta kesayangannya itu--nggak mau jauh-jauh dari Genta...