29 | kencan terakhir

2.6K 272 51
                                    

Hari ini Gentala ngajak Sada ke Dufan. Nggak tahu biar apa. Tapi di otaknya, ia mendadak mellow kayak lead-lead drama korea pas mau pisah sama pacarnya karena nggak bisa bersatu.

Dia pengen kencan seharian di taman bermain untuk kenang-kenangan yang terakhir kali.

Astaga.

Lebay banget nggak, sih, ini Gentala? Berasa kayak mau kemana aja padahal juga cuma ke Singapura doang. Lagian ayah sama bundanya nggak ada nyuruh dia putus sama Sada. Cuma disuruh jaga jarak aman.

Tapi ... kenapa perasaannya gelisah banget kayak ... something is going in the bad direction.

Alhasil hari ini Gentala cuma bisa merhatiin Sada dalam diam. Sada yang kelewat happy karena diajak jalan-jalan ke Dufan, senyumnya lebar banget dari mulai mereka sampai hingga sekarang mereka lagi makan siang di McD.

Mulutnya yang nggak berhenti ngoceh, hari ini, nggak ganggu Gentala sama sekali. Setiap Sada ngelawak, ngeluh, atau ketawa, Gentala cuma tersenyum. Tangannya bakal mengusap kepala wanita itu dengan lembut lalu merangkulnya seakan ini terakhir kali dia bisa memanjakan Sada kayak gini.

"Sada ..." panggil Gentala pelan ketika mereka sedang terduduk di salah satu meja di dalam McD.

Mereka sedang beristirahat untuk makan siang. Rencananya abis tenaga mereka keisi lagi, mereka bakal lanjut naik wahana yang belum mereka mainkan.

"Hmm?" Sada bergumam untuk menanggapi. Mata dan tangannya sibuk memisahkan daging di dalam lapisan burger hingga burger tersebut hanya tinggal roti beserta selada, tomat, dan timun.

Sada selalu begitu kalau makan burger. Dagingnya dimakan terpisah dan belakangan.

"Kalau mas nggak ada, kamu mesti bisa bela diri, ya?" Ucap Gentala dengan lesu. Matanya menatap khawatir Sada yang masih sibuk dengan burgernya.

Alis Sada berpautan. Namun matanya masih fokus ke makanan. "Maksudnya Sada mesti gabung ekskul karate gitu?"

Gentala berdecak gemas. "Maksudnya jangan diam aja kalau dibully."

"Mana ada yang berani bully Sada. Mereka, kan, tahu Sada pelihara naga." Sahut Sada sebelum menatap Gentala dengan senyum jumawa lalu melahap burger tanpa daging miliknya.

"Ya, tapi kalau mas nggak ada? Nanti mereka bakal berani gangguin kamu lagi." Balas Gentala dengan raut wajah semakin gusar.

Sada terlalu bergantung sama dirinya dari dulu hingga sekarang dan hal ini benar-benar meresahkan.

"Ya, untung aja Mas Genta bakal ada teruuus. Ya, kan?" Sada nyengir lebar.

Gentala langsung meneguk ludahnya dengan kepayahan. Jantungnya berdegup dengan cepat. Ia belum siap untuk memberitahu Sada kenyataannya.

Napas Gentala mendesah panjang. "Da ... kamu mesti mandiri. Mas Genta nggak bakal bisa selalu sama kamu."

"Mas nggak mau nambah setahun lagi aja sekolahnya?" Mata bulat Sada berbinar seiring ide ngawurnya terlontar. "Lebih lama belajarnya, kan, makin pinter loh, Mas!"

Gentala membelalak. "Amit-amiiit!" Gerutunya sambil mengetuk kepala dan meja bergantian.

Sada yang melihatnya malah terkikik geli. "Ih, atau ya, mas, mending nggak usah kuliah, tau!" Sada melemparkan ide yang semakin ngawur. "Tidur aja. Kata orang, kan, kesuksesan itu berawal dari mimpi. Jadi kalau gitu kita mesti ngapain coba?"

Gentala memicing malas. Udah tahu arah lawakan Sada kemana.

"Tidur, mas!" Seru Sada seolah idenya benar-benar brilian dan bisa menyelamatkan masa depan generasi penerus bangsa. "Entar Sada bangunin kalau Sada butuh diantar-jemput."

Vortex✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang