Gentala dan Sada berlari masuk ke dalam kamar. Pakaian mereka basah kuyup. Mereka tak sama sekali membawa payung. Tiba-tiba saja langit Singapura mendung lalu menangis sederas-derasnya ketika keduanya sedang berjalan santai menuju penginapan mereka di daerah Chinatown.
Mereka harus berlari sekencangnya, namun jarak yang harus mereka tempuh tetap saja membuat mereka tidak punya pilihan selain kebasahan.
"Aduh! Maaf, mas. Kamar Mas Genta jadi basah semua." ucap Sada sambil meringis saat melihat kamar Gentala becek karena tetesan air yang merembes dari baju dan kaki mereka.
"Nggak apa-apa," jawab Gentala sambil membuka sepatunya. "Buruan ke kamar mandi sana. Katanya mau pipis. Jangan mentang-mentang udah terlanjur becek kamu sekalian pipis di sini."
"Emang Sada guguk, apa!" protes Sada sambil melepas asal sepatunya.
Gentala malah cekikikan nggak berdosa, seperti biasa.
Sada buru-buru berlari memasuki kamar mandi dan menyelesaikan hajatnya.
Gentala sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk saat Sada keluar dari kamar mandinya. Ia langsung memasuki kamar mandi itu dan menutup pintunya untuk mengganti bajunya yang sudah basah semua.
"Mas, nggak ada masa keycard kamar Sada." rengek Sada ketika Gentala keluar dari kamar mandi, sudah mengenakan kaos oblong putih dan celana pendek selutut. Rambutnya yang basah sedikit menutupi dahi.
Gentala menghampiri Sada yang bersimpuh di lantai dengan isi tas sudah berserakan. "Beneran?"
"Iya," Sada menatap Gentala dengan memelas. "Kayaknya jatuh, deh, pas Sada ngeluarin sesuatu dari dalam tas."
Sada kembali mengobrak-abrik isi tasnya, tak mempedulikan baju dan rambutnya masih meneteskan air hingga menggenang.
"Keringin dulu ini rambut sama badannya." ucap Gentala berjalan mendekat ke arah Sada.
"Bentar dulu," tolak Sada dengan rengekan. "Percuma juga. Baju Sada, kan, di kamar semua. Gimana ini?"
"Ya udah, ini rambutnya keringin dulu." Gentala meraup rambut panjang Sada dengan handuk lalu memerasnya.
Sada menepis tangan Gentala di rambutnya seraya berbalik. "Bentar dulu, ih—"
Wanita itu tak mengantisipasinya sama sekali. Ia tak menyangka bahwa Gentala berada persis di hadapannya hingga ia dapat melihat titik-titik bakal cambang di rahang Gentala dengan sangat jelas. Bahkan ia kini baru menyadari bahwa iris mata Gentala berwarna cokelat tua, bukan hitam.
"Da ..."
Hembusan napas Gentala pun terasa jelas di pipi Sada, memberikan efek setrum yang berbahaya ke seluruh tubuhnya.
Gentala bergerak mendekat, melingkarkan tangan di sekeliling tubuh Sada hingga napas Sada benar-benar tertahan karenanya.
"Ke—keringin pakai handuk dulu. Nanti masuk angin," ucap Gentala sambil melilitkan tubuh Sada dengan handuk. Ia kembali meraup rambut Sada lalu menariknya keluar dari lilitan handuk. "Mas Genta ke resepsionis dulu, ya. Minta keycard baru. Mudah-mudahan dendanya nggak mahal."
Gentala baru saja hendak berdiri ketika tangan Sada tiba-tiba menahannya. "Nggak usah, mas."
Kedua alis Gentala berpautan. "Lah, terus kamu gimana?"
"Sa—Sada tidur sini aja, ya?"
Gentala mematung. "Ba—baju kamu?" tanya Gentala ikut terbata-bata.
"Pinjem Mas Genta dulu." jawab Sada dengan jantung berdegup semakin asal-asalan.
Entah kerasukan setan apa, tapi Sada tak mau menarik usulannya. Lagipula bukannya sudah biasa mereka tidur bersama? Beberapa bulan yang lalu saat Gentala mabuk juga laki-laki itu tidur di kamar Sada.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vortex✔️
RomanceSada benar-benar menginvasi hidup Gentala! Anak manja itu mau apa-apa harus sama Gentala! Gentala nggak boleh kuliah di luar negeri cuma karena Sada--yang dari kecil udah nempel banget sama Mas Genta kesayangannya itu--nggak mau jauh-jauh dari Genta...