"Jangan tidur, dong!" Gentala ngegas saat melihat Sada asyik ngorok di sebelahnya. Mulutnya sampe mangap pertanda itu anak udah keasyikan di alam mimpi. "Etdah, nih anak! Tujuh belas tahun pangkat gue nggak naik-naik dari supir!"
Kepalanya menoleh ke wanita mangap di sebelahnya itu dan yang bersangkutan masih saja bergeming. Suara Gentala dikira angin kali, ya? Heran! Padahal udah kenceng banget kaya petasan!
"Woy!" seru Gentala sekali lagi sambil mengusap cepat wajah Sada.
Otomatis Sada langsung tersentak kaget dan terbangun. Mulutnya kembali mingkem dan mata sayunya langsung melotot sambil mengerjap lucu. "Kenapa, Mas?! Ada apaan?!"
Gentala pengen ngakak. "Jangan tidur!"
"Ihhh! Ngagetin aja, sih! Kalau Sada serangan jantung gimana?!" Protes Sada dengan rengekan manjanya.
"Itu jok mobilnya basah. Iler kamu netes!"
Sada sebenarnya nggak percaya, tapi matanya refleks melirik ke bawah. Padahal dia tahu nggak bakal juga ada ilernya di sana. Emang dasar aja Gentala suka fitnah!
"Ganggu banget, sih, Mas!" Sada mendorong bahu Gentala dengan kesal seraya tangan satunya mengelap sudut-sudut bibirnya, jaga-jaga kalau ada yang tertinggal beneran di sana.
"Jangan tidur! Mas jadi ngantuk, Da! Tega banget, sih, macet gini malah tidur!" Gerutu Gentala sambil berdecak sebal. "Pokoknya mas gangguin kalau kamu tidur lagi."
Sada mencebik. "Capek tau abis berenang," wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada. "Udah di mana sih, nih? Mas Genta lama, deh, kalau nyetir. Nggak bisa nyalip-nyalip gitu apa? Atau lewat jalan tikus biar nggak macet!"
"Gila. Ide kamu brilian sekali. Sungguh, Mas Genta nggak kepikiran!" sahut Gentala dengan nada sarkastik. "Mungkin jikalau Yang Mulia Sada tidak tidur, Yang Mulia bisa memberikan ide itu lebih awal kepada hamba yang berpikiran pendek ini."
Sada mendengkus. Bibirnya mencebik saat melihat Gentala mencibir dirinya dengan sindiran. Lalu ia menolehkan kepalanya ke luar jendela, mengamati jalanan untuk mencari tau sendiri mereka sudah sampai di mana.
"Masa baru sampe sini?! Mas Genta parkir, ya, daritadi?!"
"Bawel banget! Nih kamu aja yang nyetir!" Sembur Gentala dengan penuh emosi. "Jadi pacar, tuh, yang perhatian dikit, kek! Masa pacarnya cuma dijadiin supir. Bukannya dipijitin! Atau nggak turun, kek, tuh beliin gorengan! Laper tauk!"
Sada terkesiap. Bukannya nyahut, itu anak malah bengong. Tiba-tiba pipinya merah. Tapi kayaknya sih karena lampu rem mobil depan.
"Heh! Malah bengong! Kesambet baru tau rasa!" Sentak Gentala sambil berdecak kencang.
Sada mengerjap-ngerjapkan matanya, bikin Gentala pengen gigit. "Apaan tadi Mas Genta bilang?"
"Beliin gorengan! Tuh, buruan! Laper! Sebelum kamu yang Mas Genta makan!" Jawab Gentala ketus sambil menunjuk abang gorengan di pinggir jalan dengan dagunya.
Lalu itu perawan malah buang muka dengan nggak sopan. Bikin Gentala makin pengen makan orang. Udah dijadiin supir, dicuekin pula! Bener-bener keterlaluan!
"Bukan," gumam Sada tanpa menoleh kepada Gentala. "Tadi Mas Genta bilang Sada pacarnya Mas Genta."
Gentala mengernyit. "Terus?"
"Malu."
Ya, Tuhan! Ternyata gara-gara gituan! Ck, Gentala jadi ikutan malu, kan!
Gentala langsung mengalihkan tatapan nya ke depan. Ia menggaruk kepalanya dengan frustasi karena jadi salah tingkah sendiri. Ini emang pertama kalinya dia nyebut Sada itu pacarnya dengan secara gamblang. Tapi, ya, kenapa juga Sada mesti malu, sih? Bikin Gentala jadi ikutan salting kaya anak perawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vortex✔️
RomanceSada benar-benar menginvasi hidup Gentala! Anak manja itu mau apa-apa harus sama Gentala! Gentala nggak boleh kuliah di luar negeri cuma karena Sada--yang dari kecil udah nempel banget sama Mas Genta kesayangannya itu--nggak mau jauh-jauh dari Genta...