Hidupku sudah tamat ... atau tadinya itulah yang aku kira.
Aku masih diam termangu ketika makhluk aneh bernama Suvia itu menggiringku ke sebuah ruangan yang jelas bukan dapur atau tempat jagal. Tempat itu tidak becek lantainya, pun tidak berbau busuk.
Ketika cahaya temaram akhirnya muncul di tempat itu, dinyalakan oleh Suvia dari sebuah Kristal api,
Bahkan ketika ruangan itu dinyalakan, aku tidak ngeri—tidak dalam cara yang biasa aku lakukan.
Tapi perasaan kaget ini juga tidak bisa dibilang bagus. Tidak, lebih baik aku melihat kepala-kepala manusia tergantung di dinding dengan organ-organ mereka menggantung di langit-langit seperti yang biasa aku lihat, daripada melihat ruangan beraroma kayu dan tanaman segar dengan sebuah bonggol akar raksasa berisi air yang seolah telah dilubangi dengan sengaja.
"Apa lagi yang kau tunggu? Segera masuk ke sana." Suvia berdiri menjulang di atasku, menunjuk ke arah bak mandi itu. "Dan segera lepaskan pakaianmu."
Lepaskan pakaian? Masuk ke dalam genangan air itu?
Sekarang aku menatap kolam itu denga ngeri. Mungkinkah ada serangga atau binatang yang siap mencincang tubuhku dari dalam? Mungkinkah air itu akan melarutkanku sampai tidak ada tulang tersisa? Atau air itu mengandung racun yang—
Tangan-tangan aneh muncul lagi dari bayangan. Kali ini mereka merenggut pakaianku.
"Kau bergerak terlalu lama, Manusia." Suvia memberengut kesal. "bagaimana bisa kau bertahan di luar sana dengan kecepatan seperti ini? Terlalu banyak melamun!"
Aku langsung memeluk diri sendiri, menjaga pakaianku tetap ada di tempatnya ketika tangan-tangan dari dalam bayangan kelam di bawah kakiku muncul dan mencoba merenggutnya.
Tidak salah lagi. Aku akan direbus hidup-hidup!
***
Suvia berdecak di belakangku. "Kau ini, tidak bisa memuat segalanya lebih mudah, ya?"
Eh?
Aku hanya bisa tercenung saat Suvia menuangkan air hangat lagi ke atas kepalaku. Bahkan bukan air panas mendidih. Air hangat yang terasa nyaman di kulit. Aku melihat tubuh sendiri, melihat kotoran, darah kering dan koreng di sana terkelupas bersamaan dengan air yang mengalir.
Aku menatap salah satu luka yang mengelupas. Tidak merasakan apa-apa drinya. Sejak kapankah aku tidak merasakan sakit lagi?
"Infeksimu lumayan sudah menjalar, ya?"
Sadar dengan kata-kata itu, aku buru-buru menenggelamkan diri ke dalam air, berharap bisa tenggelam dan berpura-pura mati agar bisa lolos dari sini sekalian.
Namun maladies yang menjalar di lenganku justru disengat sakit tiba-tiba. Saking kagetnya, aku langsung kembali ke permukaan dan terbaruk, tidak sadar pada banyaknya napas yang aku tahan di dalam sana. Mataku pun terganggu oleh air yang membuat mata kering.
"Yak, sepertinya Infeksimu sedikit berhasil dikendalikan." Dikendalikan? Mendengar kata itu, aku terlonjak dan melihat lengan kanan sendiri, menyaksikan infeksi yang tadi sudah menjalar sampai bahu, sedikit berkurang.
Aku mengangkat tangan dari dalam air, Kulit yang terinfeksi itu menghitam. Urat-urat merah darah yang berpendar menonjol di kulitku.
Ah, baru kali ini ... aku melihatnya lagi. Lengan kananku yang sudah tidak lagi tampak seperti lengan Manusia.
***
Sekali lagi luka di tanganku pedih. Setelah lolos dari Yaksha bersayap yang menjengkelkan itu, luka di tanganku semakin lama semakin perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maladies-UNEDITED 1ST DRAFT
Fantasy[TWISTED FOLKLORE] - "Semua hal di dunia ini jadi beracun untuk kita sekarang. Seolah dunia ini mengusir kita." Setelah kehilangan putra dan suaminya, Dayuh memutuskan untuk berkelana ke Permukaan bumi yang beracun demi mencari putra b...