Rakyan segera menutup semua celah cahaya yang bisa masuk dan memadamkan semua Kristal api yang menerangi ruangan. Aku mendengar beberapa suara di dalam kegelapan tanpa bisa melihat. Terdorong oleh insting bertahan hidup dan untuk tidak diam begitu saja, aku pun meraba-raba kembali di tengah kegelapan. Mencoba mengingat apa saja yang dilihat mataku tadi sebelum kegelapan datang.
Sayangnya, gerakanku tidak secepat bilah dingin yang menyentuh leherku dan mendorong tubuhku sampai ke dinding.
"Kau sudah diberi kesempatan, Manusia!" desisnya marah. "Sekarang kesempatanmu sudah habis!"
Sementara dia marah, aku membelalak kaget. Aku tertegun, merasa familier dengan suara Yaksha. Rasanya seperti ... pernah aku dengar di suatu tempat. Suara itu ganda seperti suara para Yaksha Alfa, bergema di kepalaku dan terdengar berat. Tapi ada sesuatu di sana ... sesuatu yang membuat dadaku berpilin sakit.
Di mana aku pernah mendengar suara itu?
Sayang, aku tidak punya waktu untuk memproses pertanyaan itu.
"Tunggu—apa yang—hei!"
Dia sama sekali tidak mendengarkan. Malahan, dia semakin menekankan bilah dingin yang menyayat leher itu lebih dalam, melukai kulitku.
Dia akan membunuhku! Dia serius akan membunuhku! Jika aku tidak keluar dari sini, aku akan—
"Musnahkan saja semuanya."
Suara itu kembali berbisik di kepalaku. Semakin jelas, tapi di saat yang sama, terdengar semakin lembut.
"Kau tadi bisa melakukannya. Sekarang pun bisa."
Tidak. Aku tidak bisa. Orang ini ... makhluk ini ... ah, benar juga. Jika aku ingat-ingat lagi, seranganku padanya tidak berdampak sama seperti seranganku kepada Purusha.
"Kau mau mencobanya?" Suara itu berkata lagi dan lengan kananku berdenyut kuat. Aku menjerit, baik oleh sakit di leher maupun di lengan yang tiba-tiba menyerang, sampai ke rahangku. "Coba sentuh dia. Sentuh dan hancurkan dia!"
Tanganku bergerak karena rasa sakit yang tidak tertahankan itu, menggapai sesuatu yang paling dekat. Lengannya yang mencekikku.
Aku meraih tangannya, mencengkamnya, dan belasan ranting tumbuh dari tangan kananku sekali lagi, menyobek pakaianku. Kuncup-kuncup bunga bermekaran dan menyebarkan serbuk. Rakyan langsung terlonjak dan mundur. Dia terbatuk-batuk. Aku pun melakukan hal yang sama di lantai. Setelah terbebas darinya.
Ini benar-benar keluar dari mulut singa, masuk ke mulut buaya. Keluar dari kejaran Yaksha, sekarang aku akna dibunuh oleh Rakyan.
Aku buru-buru mencari jalan, tapi tidak kunjung menemukan apa pun di tengah kegelapan. Sial, bagaimana aku bisa melarikan diri darinya?
Sementara aku berpikir, tanpa sadar, aroma lain merekah di udara. Aroma semerbak yang harum. Aku menunduk, menyadari aroma itu datang dari bunga di tanganku. Aku menghirup aroma itu dan pernapasanku sedikit membaik, tidak lagi terbatuk-batuk.
Lain denganku, Rakyan malah tampak tersiksa. Dia terus terbatuk-batuk dan bahkan terdengar seperti suaranya memuntahkan sesuatu. Apakah dia baik-baik saja?
Tidak, tunggu, ini bukan saatnya aku mengkhawatirkan dia! Ini saatnya aku melarikan diri!
Aku mulai meraba-raba lagi di dalam gelap dengan tangan kiri yang masih normal, merasakan tekstur lantai berbatu yang terusun rapih, dinding yang dingin, dan suara mendesis yang datang dari langit-langit. Aku mendongak, memandang balik sepasang mata keemasan yang berpendar di atas sana.
Gawat!
"Ketemu!"
Sosok itu menjatuhkan dirinya kepadaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maladies-UNEDITED 1ST DRAFT
Fantasy[TWISTED FOLKLORE] - "Semua hal di dunia ini jadi beracun untuk kita sekarang. Seolah dunia ini mengusir kita." Setelah kehilangan putra dan suaminya, Dayuh memutuskan untuk berkelana ke Permukaan bumi yang beracun demi mencari putra b...