Aku kembali tertegun. Tadi Rakyan pun tidak ingat dengan nama Kala. Dan kini dia yakin bahwa dirinya adalah Yaksha dan wujud ini adalah wujud buruk rupa yang harus disingkirkan.
Aku lantas melirik luka di kepalanya. Aku memang pernah dengar trauma di kepala bisa menyebabkan kehilangan sebagian ingatan.
"Pengkhianat itu...." Aku lantas teringat Yaksha raksasa yang aku temui di pelelangan tadi. Dia pun melupakan sebagian ingatannya, sampai aku memicunya kembali. Mungkinkah hilang ingatan memang lumrah terjadi di kalangan Yaksha?
Tapi putraku bukan Yaksha. Dia manusia terinfeksi. Bagaimana mungkin manusia terinfeksi bisa ada di kota penuh Yaksha tanpa ketahuan? Dan kenapa putraku tidak mati meski dia terinfeksi? Dia malah ... berubah?
Aku melirik tangan kananku, bertanya-tanya. Maladies ... sebenarnya apa mereka?
"Kenapa kau mendadak diam?" Rakyant iba-tiba bertanya. Mata merahnya melirikku. "Kau juga merasa wujud ini menjijikkan?"
Aku menggeleng dengan cepat. Tidak mungkin aku merasa rupa putraku buruk apalagi menjijikkan.
"Aku hanya berpikir, tubuhmu banyak bekas luka juga," ujarku, lalu menunjuk luka di dahinya. "Luka ini ... kau dapat dari mana?"
Rakyan terdiam. "Aku banyak berkelahi dan mendapat luka. Aku tidak ingat semuanya."
"Kupikir Yaksha bisa menyembuhkan semua luka."
"Tidak semuanya." Rakyan menyahut, entah kenapa wajahnya tampak muram.
Dia memang tidak ingat. Aku kembali muram. Aku pun tidak bisa membuktikannya, kan? Aku tidak membawa senjata yang aku gunakan untuk memukulnya waktu itu. Sulit mencocokkan sebuah bentuk luka tanpa alat yang digunakan untuk melukai.
Jika .... Aku sebenarnya takut memikirkan ini, tapi aku harus menerima semua kemungkinan ... jika saja aku telah salah paham dan bahagia terlalu dini, sampai-sampai melupakan kemungkinan, luka ini bisa saja sebuah kebetulan ... bisa saja Rakyan bukanlah Kala....
Tiba-tiba aroma manis-abu tercium pekat di udara. Rakyan membelalak. Dia menggeram dan meraung, terdengar penuh kesakitan. Tubuhnya membungkuk dan jatuh ke lantai. Ia memegangi dadanya.
"Rakyan?!" Aku hendak menghampiri, tapi Rakyan menepisku. Dia bahkan melemparkanku sampai dua langkah jauhnya.
"Jangan mendekat!" teriaknya dan suaranya pun berubah.
Aroma miasma semakin pekat di udara. Aku menutup hidung dan menahan napas. Rakyan berteriak kesakitan di dekatku. Jeritan berubah menjadi raungan. Suaranya kembali. Wujudnya perlahan kembali. Tangannya berubah menjadi cakar, wajah manusianya terdistorsi dan berubah menjadi monster, ukuran tubuhnya membesar lagi, kembali menjadi wujud Rakyan yang aku kenal.
Segera setelah wujudnya kembali, jeritan Rakyan berhenti.
"Ah, di sini rupanya." Aku menoleh dengan kaget ke asal suara itu.
Tepat ketika tembok rumah Rakyan hancur lebur. Menampilkan sosok Purusha yang muncul dengan seringai lebar di wajah. Mata merahnya menatapku dengan sorot lapar seekor hewan.
"Ketemu kau," ujarnya. "Manusia...."
***
Mata Purusha tertuju hanya kepada satu titik dan sialnya, aku berada di dekat titik yang sedang dipandanginya. Dengan tenang, Purusha melangkah ke dalam. Menuruni reruntuhan selangkah demi selangkah. Sementara aku berdiri tegap menghadapinya. Pekatnya miasma dan hawa keberadaannya membuatku tidak bisa begitu lama menahan napas.
Detik pertama aku menghirup miasma itu lagi, Maladies di dalam tubuhku kembali berdenyut. Kali ini lebih kuat. Lengan kananku bertambah berat. Dan aku merasakan denyut di sana menjalar semakin dekat ke dadaku. Ke jantungku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Maladies-UNEDITED 1ST DRAFT
Fantasía[TWISTED FOLKLORE] - "Semua hal di dunia ini jadi beracun untuk kita sekarang. Seolah dunia ini mengusir kita." Setelah kehilangan putra dan suaminya, Dayuh memutuskan untuk berkelana ke Permukaan bumi yang beracun demi mencari putra b...