16. Rumor Has It....

5 6 0
                                    

Pelelangan kelima terletak paling jauh dari pusat kota. Terletak di perbatasan utara dengan kandungan miasma pekat. Aku menutup mulut dengan kain seadanya, mencoba untuk tidak menghirup miasma terlalu banyak.

Mudah secara teori, tapi begitu dipraktikkan, akan sangat sulit. Ketika melintasi pusat kota, Maladies di tubuhku kembali berdetak marah. Ketika tempo perjalanan para Yaksha di alun-alun bisa aku lihat, aku pun melintas, berlari di antara kerumunan secepat yang aku bisa.

***

"Mencari ke semua tempat lelang?" Tobi tertawa pahit di depanku. "Kau benar-benar sudah gila."

Aku tidak mengelak dari tuduhan itu. Aku mungkin sudah gila sejak infeksi ini menjalar ke tubuhku. Atau sudah gila sejak putraku pergi.

"Tujuanku keluar dari Liang adalah untuk mencari putraku." Aku bersikeras. "Terima kasih sudah menunjukkan jalan keluar kepadaku, tapi...."

Aku mengambil satu langkah mundur darinya. Mataku mencari berbagai jalan di tengah alun-alun kota Wisesa. Tidak ada yang aku kenali. Tidak ada yang asing.

"Aku akan mencari putraku lebih dulu."

"Sekalipun aku bilang putramu mungkin sudah mati?"

"Jika putraku sudah mati, seharusnya aku sudah mati sejak lama," bantahku. "Aku sudah terkena Maladies, mungkin lebih lama dari putraku."

Tobi menggeleng. "Kemungkinannya benar-benar kecil."

"Tapi bukannya mustahil," ujarku bersikukuh. "Kau tahu di mana tempat mereka membawa manusia-manusia?"

"Padahal aku kira kau ingin keluar dari kota ini, sama sepertiku."

"Aku akan keluar jika sudah menemukan putraku,"

"Kau berniat mencarinya ke seluruh kota di dunia?"

Aku tidak pernah memikirkan sampai sana. Sekarang aku jadi memikirkannya.

"Ada banyak sekali kota Yaksha. Di sini, di luar pulau, bahkan mungkin di dunia...."

Dunia kedengaran terlalu luas. "Memangnya kau pernah keluar?"

"Aku mendengar siaran radio terakhir dari negara luar. Semua komunikasi terputus, jadi aku menduga seluruh dunia pun seperti ini," ujarnya. "Dan semua kota itu memperdagangkan Manusia sebagai bahan makanan. Kau yakin ingin mencarinya dari sini?"

Aku terdiam. Kebimbangan menyerangku, tapi aku berusaha membulatkan tekad. "Jika itu untuk putraku, aku akan mencarinya."

Tobi tertawa mencemooh. "Kau kedengaran putus asa untuk seseorang dengan tekad baja," cebiknya. "Memangnya apa yang akan kau lakukan saat kau bertemu putramu? Menyelamatkan nyawanya yang sekarat?"

Sesuatu di ulu hatiku melilit saat pertanyaan itu digaungkan ke udara. Pertanyaan yang selalu aku tanyakan pada diriku di setiap langkahku di dunia luar.

Apa yang akan aku lakukan jika aku bertemu dengan Kala?

Aku belum memutuskannya. "Itu urusanku, Tobi." Aku menatap sebuah belokan tempat seorang Yaksha membawa kandang yang familier. Kandang dari tulang belulang, persis seperti tempatku dikurung. "Kita berpisah jalan di sini."

Suasana mendadak diam. Aku menoleh ke arah Tobi, melihat pria itu menengok ke arah kerumunan dan juga bersiap akan keluar.

"Aku rasa begitu," ujarnya. "Aku ingin keluar dan kau ingin tinggal."

Pria itu lantas berdiri di depanku, berjalan mendahuluiku.

"Kau beruntung, aku tahu satu tempat pelelangan di kota ini. Letaknya di selatan. Kau tinggal memilih belok ke kiri sementara aku akan melintasi jalanan ini."

Maladies-UNEDITED 1ST DRAFTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang