Dua Belas

617 107 7
                                    

Haruto ingin mengajak Lisa kencan. Berduaan selama seharian di Lotte World seperti yang Lisa sering idam-idamkan. Baru membayangkan ekspresi gadis itu saja, Haruto sudah senyum-senyum sendiri di kamarnya. Dirinya tidak sabar ingin segera memberi kejutan pada kekasihnya itu.

Sudah kurang lebih dua bulan mereka bersama--atau lebih tepatnya dipaksa Haruto, seperti yang Lisa katakan. Tapi Haruto tidak peduli, toh mereka bahagia saja selama ini. Sekalipun tidak pernah saling cekcok atau berselisih paham. Semuanya selalu baik-baik saja.

Haruto menata penampilannya sebaik mungkin. Kata teman-temannya, Haruto mengenakan apa saja pasti akan tetap terlihat tampan paripurna. Tapi untuk kali ini, Haruto sangat bersemangat ingin menyenangkan hati Lisa. Jangan salah, Lisa sudah lebih sering menghabiskan waktu dengannya. Menemaninya latihan sepak bola, mengajaknya belajar bersama di rumah mereka secara bergantian. Lisa juga setuju diajak berkunjung ke rumahnya dan berkenalan dengan Mama dan Papanya. Mama Haruto senang memasak bersama Lisa juga sangat sopan dalam bersikap dan berbicara. Kedua orang tuanya suka. Jika suatu saat mereka akan menikah, Haruto yakin tidak akan ada yang menentang seperti konflik di drama-drama.

Dengan berjalan kaki menuju ke rumah Lisa, Haruto sudah membayangkan skenario untuk kencan hari ini. Setelah puas bermain, mereka bisa makan bersama, lalu Haruto akan membeli hadiah untuk Lisa, sesuatu yang bisa dia pakai selamanya. Jika pulangnya Lisa ingin menonton dahulu, Haruto tidak akan keberatan. Mungkin saja di dalam bioskop mereka bisa menghabiskan waktu romantis bersama.

Haruto mengetuk pintu rumah Lisa perlahan. Dari luar terasa begitu sepi. Apa mungkin penghuninya sedang keluar?

Haruto berusaha kembali mengetuk sambil menyahut nama Lisa. Tapi, tetap saja nihil. Tidak ada respons sama sekali. Pemuda itu kemudian memilih menelfon Lisa. Baru dua kali dering telfonnya sudah terjawab.

"Ruto?"

Panggilan sayang Lisa selalu saja Ruto. Padahal Babe atau sayang, kan lebih enak didengar.

"Lagi di mana?"

Dari seberang Lisa terdengar sibuk.

"Di kedai bantu layan. Ini lagi rame banget."

Haruto termenung. Hari minggu sih biasanya memang kedai tetap buka, tapi Lisa seringnya cuma kebagian menjaga minimarket itupun agak siang baru buka. Haruto juga jarang mengajak Lisa kencan di hari libur karena mereka sudah lebih dari sering ketemu di kesehariannya.

"Gue ke sana yah?" langkah Haruto sudah dipercepat sambil mengatakan ini.

"Gak usah. Ini lagi sibuk banget, Har. aku tutup yah."

Langkah Haruto terhenti. "Lis! Jangan gitu dong, kan gue mau bantu."

Kencan ke Lotte World bisa lain kali. Saat ini pacarnya lebih membutuhkan bantuan.

"Gak usah, Har."

Biasanya kalau Lisa memanggil dengan sebutan itu, artinya dia sedang serius.

"Gue ini juga bisa kerja, Lis."

"Aku tahu. Tapi, gak usah. Ini kan memang pekerjaanku dan keluargaku sehari-hari. Kamu jangan repot-repot. Udah yah."

Dan telfon terputus bergitu saja. Seumur hidup anehnya, baru kali ini Haruto seperti merasakan sesuatu yang menganggu dalam hatinya. Apa ini yang namanya sakit hati, Haruto tidak tahu.

Mengapa Lisa kesannya seperti mengatakan bahwa apa yang menjadi urusannya bukanlah kepentingan Haruto? Seakan-akan dirinya tidak boleh meski sekadar ikut membantu? Apa posisi Haruto setidak penting itu di mata Lisa? Yah, hubungan ini awalnya memang paksaan, tapi Lisa tidak pernah keberatan kan? Kenapa mendadak seperti menganggap Haruto orang asing saja?

My Treasure [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang