***
"Gue nggak kenapa-napa para babi sekalian. Udah pada balik sana, gue mau tidur." Raina berucap kesal setelah melempari Arjuna dan Ecan dengan gelondongan jeruk. Bukan menghindar keduanya malah menangkap dengan bergaya.
"Nice, lagi, Rai. Gue bisa jadi pemain baseball kalo kayak gini." Ecan melempar jeruk ke arah Saka kemudian memberi sikap kuda-kuda untuk kembali menangkap lagi. Namun Raina justru berdecak, mereka kenapa, sih?
Kata Saka semalam dia pingsan. Dan langsung di bawa oleh Saka kerumah sakit. Ingatan Raina memang masih sangat jelas, terutama bagiamana dia yang meninju pintu kayu dengan sangat keras. Membuat tangan kiri dan kanannya harus dibalut perban. Juga adegan di jembatan yang membuat Raina malu menatap Saka. Bukan apa apa, dia hanya berpikir, kenapa harus Saka yang menyaksikan Raina sedang terpuruk.
Mama datang tadi pagi, namum Raina menolak untuk bertemu. Emosinya belum stabil. Daripada dia lagi lagi kalap karena emosi lebih baik tidak bertemu Mama.
"Kalo kita makan dagingnya disini aja, gimana?" tanya Arjuna setelah mengupas jeruk lantas memberikannya pada Raina.
"Apa?" tanya Raina pada Juna. Juna bego, Raina kena asam lambung dan tuh cowok malah ngasih jeruk. Juna tau, dia cuma bego. Jadi Raina tidak akan terlalu menyalahkan.
"Jeruk. Makasih, kek. Udah gue kupasin."
"Gue tau lo bego, Jun. Tapi nggak gitu juga, gue asam lambung, bangsat."
"Oh, iya. Lupa kalo lo Raina. Gue kira Lia, dia suka banget kalo ada jeruk."
Bahkan di situasi seperti ini Arjuna hanya ingat Lia. Raina berdecak kemudian menarik selimut untuk tidur. Jadi Raina harus sekarat dulu supaya Juna ingat kalo dia Raina, bukan Lia?
"Raina?" teriak seorang wanita. Mendengar itu Raina menyingkap selimut dan menatap sayu sosok yang kini berdiri di ambang pintu.
"Mama?" Raina membelalak. Menatap mata Mama Arjuna yang kini berjalan kearahnya dengan raut khawatir.
"Kata Saka kamu pingsan. Kenapa bisa pingsan, sih?"
"Raina nggak apa-apa. Beneran, Mah." Raina berkata begitu karena kini Mama Juna mengacak acak wajah Raina. Kemudian menarik tangan Raina yang berbalut perban. "Nggak apa-apa, Mah."
"Masa sampe pingsan kayak gitu nggak apa-apa."
"Mama dikasih tau sama Saka?"
"Iya, semalem Arjuna nggak pulang. Tapi nggak bilang kenapa, terus Mama tanya Saka." Mama menatap mata Raina teduh. Kemudian beralih menatap Ecan, Saka dan Juna yang duduk di sofa.
"Tuh, kan, Ka? Kalo lo bilang ke Mama, dia bakal kayak gini. Jadi makin semangat buat ngadopsi Raina." Arjuna berkata demikian setelah memakan jeruk yang tadi dia kupas.
"Mah, adopsi Ecan juga, dong?" Ecan tak mau kalah. Kini nyengir dengan gigi yang terlihat.
"Nggak apa-apa, Can. Papi gue punya kandang beo, nanti lo masuk sana. Biar berantem sama Sonnie terus."
"Gue bukan burung."
"Emang bukan, siapa yang bilang burung?"
"Lah, terus kenapa di taroh di kandang beo?"
"Kandang beo papi gede, Can. Buat orang utan kayak lo pasti masuk."
Setelah itu Juna tertawa. Dan Raina juga tak bisa menyembunyikan senyum.
Lucu juga. Raina seperti hidup di dua sisi dunia yang berbeda. Dimana kedua dunia itu tak bisa Raina tinggalkan dengan gampang. Satu sisi berisi Papa dan Mamanya, obat tidur, pertengkaran, hingga tamparan. Namun disisi lain ada Arjuna, Saka, Ecan, juga Mama Juna yang selalu hadir untuk siap mengubur duka yang Raina punya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Arjuna | Hwang Hyunjin
FanfictionPotongan Cerita : "Saka!" teriak Ecan yang hanya di anggap gonggong liar seekor anjing oleh Saka. "Woy, Saka. Monyet!!" "Apaa, sih. Anjing. Santai, bego." "Astagfirullah, Saka. Mulut kamu berdosa sekali." Ecan dramatis banget sembari menutup mulu...