Bagian 17

10 0 0
                                        


Warning : 21+ mohon kebijakan pembaca. Di skip-pun nggak akan mempengaruhi alur cerita. Sekian.

***

Lia terbangun dengan kepala yang sangat nyeri. Dengan pakaiannya yang berantakan dan rambutnya yang bau alkohol. Cewek itu merintih dan terhuyung saat hendak berjalan menuju pantry untuk meraih beberapa minum pereda pengar disana. Namun seorang berdiri dengan celemek pink dan tangan memegang sothil.

"Selamat pagi, tuan putri."

Lia mengucek mata. Memfokuskan pandang pada seorang yang masih kabur di depannya. "Siapa lo?"

"Aku masak sandwitch buat kamu. Pake daging sama telor mata sapi kesukaan kamu," ucap cowok itu sekali lagi.

Lia akhirnya berdiri tegap dan menemukan sosok Arjuna tengah membolak balik roti.

"Juna?"

"Iya?"

"Kamu?" Lia menutup mulut. Lantas melihat bajunya yang sudah berganti. Lia coba mengingat kejadian semalam. Dia ingat saat keluar dari bar dan duduk di depan untuk menunggu seseorang. Tapi Lia tak ingat. Seorang yang dia telfon semalam, Ecan, Saka atau Arjuna. Yang Lia ingat hanya...

'Kiss me.'

"Hhaaahhh!!" Lia mundur beberapa langkah. Menutup mulutnya lagi dengan tangan kiri. "Lo sejak kapan disini? Yang ganti baju gue, lo juga?"

Arjuna hanya tersenyum. Kemudian berjalan mendekat setelah selesai dengan sandwitch-nya. Satu potong sandwitch ia suapkan pada Lia kemudian menuntun cewek itu untuk duduk di sofa.

"Makan dulu." Arjuna berucap santai. Cowok itu membuka botol air mineral dan mengulurkannya pada Lia. "Kepala kamu sakit?"

"Lo ngapain disini?"

"Ketemu kamu," jawab itu ringan. Namun bagi Lia seolah ada paku besar menancap di kepalnya. Untuk apa Arjuna bertemu dengan Lia. Dan apakah bisa semudah ini setelah dengan sangat susah payah Lia menghindar dari setiap kenangan yang dia buat dengan Arjuna. "Aku kangen kamu. Kangen banget."

Lia hanya menunduk. Kemudian menggigit potongan sandwitch sekali lagi. Tidak mungkin, kan. Setelah perjuangannya untuk melupakan tiba-tiba Arjuna datang dan Lia dengan mudah luluh.

"Aku mau tau banyak soal kamu," ucapnya. Mata itu bersinar, dan bibir itu. "Tolong kasih aku kesempatan untuk tau banyak soal kamu. Untuk memperbaiki setiap kesalah pahaman. Untuk memulai cerita baru. Tapi kali ini tanpa kata janji, tanpa aku harus bilang janji bahwa aku nggak akan pernah nyakitin kamu."

Lia menggigit bibir. Air matanya hampir meleleh. Namun pada akhirnya Lia hanya menggeleng. "Nggak usah."

"Li, please. Kasih aku kesempatan."

"Kesempatan kesempatan itu udah sering aku kasih ke kamu. Tapi setiap kesempatan kamu selalu ngelakuin hal yang sama."

"Lia," ujarnya. Arjuna menatap Lia lebih dalam. Mendekat dan menyentuh pipi Lia lembut. "Aku mau tau banyak soal kamu. Dan aku mau kamu tau banyak soal aku. Kita bisa saling mengerti. Mungkin aku bisa tau alasan kamu marah sama aku. Sebaliknya, kamu bisa tau alasan aku nyakitin kamu. Kita bisa saling memahami."

Bagi Lia, Arjuna memang teka-teki. Dia bisa sangat manis dalam satu waktu lantas menyebalkan malam harinya. Arjuna selalu tidak terduga, namun ketidakterdugaan itu berbeda dengan dulu. Dimana hanya ada ketidak terdugaan yang menyenangkan.

Lia menunduk namun tangan besar Arjuna mengangkat dagunya. Memaksa Lia untuk kembali menatap binar mata Arjuna yang menampakkan teka-teki rumit. Lia menggigit bibir seiring wajah Arjuna yang semakin dekat. Hela napasnya terasa hangat.

Arjuna | Hwang HyunjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang