Yang nggak sabar baca sampai part 25 di wattpad bisa ke e-book ya.
Di sana lengkap full 51 part, link pembelian e-book ada di beranda dan profil wattpad yaHappy Reading semuanya.
"Heeeh, itu bukannya si Nanda, Ra. Yang dulu sering bully kamu sampai nangis."
Tanpa sadar aku melayangkan pandangan masamku pada Fenny, membuat wanita yang sekarang aku dengar berprofesi sebagai Guru ini langsung menelan ludahnya ngeri karena pandangan tajamku.
Yah, lihat dan dengar sendiri bukan bagaimana melegendanya bullyan Nanda dulu padaku, bahkan hingga sekarang saat nama Nanda dan Yura di sebut, maka semua orang yang mengenal kami pasti akan mengingat jika pria tengil ini suka sekali mem-bully-ku hingga aku menangis. Semakin aku berusaha mengacuhkan bullyan Nanda, maka dia akan semakin bersemangat menggodaku hingga aku menangis sesenggukan untuknya berhenti menggangguku.
"Heeei, panjang umur tuh, Pak Tentara. Tadi kita ghibahin di mobil, eeehhh dia beneran ada di sini juga. Jadi Bestman si Alan rupanya. Waaah kacau sih ini."
Dewi dan Fenny yang ada di sampingku melirik Elen, tertarik dengan ucapan kacau yang baru saja di lontarkan Elen, memang ya, sesuatu yang berbau kekacauan akan selalu menarik minat untuk di dengarkan.
"Kenapa memangnya, khawatir kalau penyakit usil trouble maker Nanda bakal bikin kacau kawinan Juwita sama Alan?"
"........ "
"Ya, nggak mungkinlah si Nanda masih edan kayak dulu, nggak malu apa sama profesinya sekarang!"
Elen menggeleng menampik pendapat Fenny dan Dewi, kami ini bukannya fokus dengan acara yang sedang berlangsung malah ghibah sendiri-sendiri. "Kacau bukan masalah itu, tapi kacau karena si Alan pasti kebanting sama pesonanya si Nanda! Ya nggak, Ra? Gimana pesona musuh bebuyutanmu? Tambah hot-ya dia, eeehh aku penasaran gimana reaksi Nanda lihat Es Krim Coklat kacang yang sering kali dia ejek dulu sekarang jadi es krim Vanilla lembut type premium."
Es Krim Vanila lembut tipe premium? Perumpamaan macam apa itu? Aku yang berjalan di belakang Elen kembali mencibir untuk kesekian kalinya atas apa yang aku dengar. "Aku sudah dua kali ketemu Nanda, dan dua-duanya di pertemuan itu aku selalu sial." Reflek ketiga orang yang berbicara denganku ini menatapku, tidak percaya dengan apa yang mereka dengar, "Jadi jangan harap aku mau papasan dia di sini dan bikin aku kena sial untuk kesekian kalinya."
Usai berkata demikian aku melengos pergi, berjalan lebih dahulu menuju meja yang memang di sediakan untuk para bridesmaid dan juga Bestman, hisss males sekali rasanya membicarakan si Tengil Nanda. Setelah bertemu dengannya beberapa hari ini, aku merasa dia seperti hantu, muncul di mana-mana tepat di depan wajahku tanpa bisa aku hindari. Rasanya hidupku yang tenang mendadak selama bertahun-tahun ini lenyap tidak bersisa.
Hingga kami sampai di meja, walaupun Elen, Dewi, dan Fenny yang tadi membicarakan Nanda denganku sudah tidak membahasnya lagi usai melihat wajah masamku. Kini giliran teman-temanku yang lain yang membahas Nanda.
Seperti yang di katakan Elen tadi, wajah mencolok Nanda menarik perhatian para Betina di bandingkan sang pengantin laki-laki, apalagi di tambah fakta jika profesi yang di pilih Nanda adalah profesi berseragam yang membuatnya menjadi salah satu menantu idaman mertua, hal ini membuatku hanya bisa merengut di kursiku, telingaku terasa pengang mendengar nama Nanda yang di sebut-sebut tanpa henti.
Sebisa mungkin fokusku hanya aku pusatkan pada Pengantin yang ada di pelaminan, menyimak setiap detail acara yang sedang berlangsung daripada nimbrung percakapan mereka tentang si Tengil Nanda, sampai akhirnya aku merasakan colekan di bahuku, dan saat itu aku baru sadar jika ghibahan teman-temanku telah terhenti.
Aku menoleh ke arah sumber gerakan, aku mendapati sosok yang tidak mau aku temui justru berdiri menunduk ke arahku, wajahnya yang songong tampak semakin menyebalkan, diiih, ngerasa ganteng banget dia, bisikan pelan aku dapatkan darinya tepat di telingaku.
"Ketemu lagi, Yura. Jodoh ya kita."
❤❤❤❤
"Apaan sih yang di bisikin Nanda ke kamu tadi, Ra?" Tidak tahu yang keberapa kalinya Fenny bertanya dengan nada penasaran pertanyaan yang sama, dan semuanya sama sekali tidak aku jawab. "Wajahmu kayak ketemu hantu waktu Nanda selesai ngomong. Bikin orang penasaran aja."
Aku menoleh ke arah Nanda yang mejanya ada di belakangku, menatapnya yang sadar jika aku perhatikan, dan dengan tengilnya dia justru mengangkat gelasnya sembari menantangku.
Lihat berapa menyebalkannya dia. "Kamu lupa kalau dia memang setan, Fen?" Jawabku ketus. Karena ulah Nanda tadi, tentu saja mengundang tanya dan perhatian temanku yang lainnya.
Lagian apa sih maksud tuh maksud si Nanda, ngeselin amat jadi orang, kalau orang nggak tahu, pasti mereka salah sangka.
Aku menatap berkeliling, melihat keadaan yang sedang terjadi dan berusaha mencari cara agar pembicaraan tentang aku dan ulah Nanda yang absurd tadi tidak terus menerus di bahas.
"Satu.... " Ahhhh, akhirnya ada rangkaian acara yang bisa membuat perhatian teralih. Acara lempar bunga.
"Kamu ikutan ambil bunganya si Juwi nggak, Ra?"
Mendengar pertanyaan dari Elen membuatku segera meletakkan gelas minumanku pada meja sembari tersenyum kecil ke arah teman SMAku ini. "Ikutan dong, apapun hal yang katanya bisa dekatin jodoh bakal aku lakuin. Tapi bukan buat aku, aku dapatin ini buat kamu, biar nggak terus-terusan curhat di suruh cepetan kawin sama ortu lo. "
Terang saja jawaban absurd dariku membuat Elen hanya bisa menggeleng, apalagi saat melihat aku benar-benar mendekat pada pelaminan di mana mempelai wanita yang tidak lain adalah Juwita sedang bersiap melemparkan buket bunganya.
Depan pelaminan ini tidak sepi, banyak perempuan maupun laki-laki berjubel berusaha mendapatkan buket bunga tersebut, termasuk diriku.
"Dua.... "
Mendengar MC menyebut angka dua, aku menyingsingkan kain jarik kebayaku sembari tersenyum pada Elen yang hanya bisa menggeleng melihat tingkahku yang ingin membantu masalahnya dengan cara absurd.
Pandanganku terkunci pada Juwi yang sedang memegang buket bunga bersama suaminya, Alan, sembari membelakangi kami semua bersiap melempar bunga. Ya, aku harus mendapatkan buket bunga tersebut, tekadku dalam hati. Entah mitos atau benar, yang penting ikhtiar lebih dahulu.
"TIGA!!"
Buket bunga itu melayang tinggi saat Juwi melemparkannya sekuat tenaga, pandanganku sama sekali tidak beralih darinya saat aku beranjak mundur mengikuti kemana bunga itu terlempar, dan saat aku sudah bisa menerka kemana bunga itu akan jatuh, aku sedikit meloncat, berusaha meraihnya agar tidak keduluan yang lain.
Dan yah, senyumku mengembang lebar saat gagang bunga itu bisa aku dapatkan, sayangnya buah dari loncatanku tadi tidak bersahabat baik dengan high heels yang aku kenakan.
Pijakanku limbung, dan saat aku berusaha menyeimbangkan diri, tubuhku jatuh terhuyung menimpa seseorang yang dengan sigap menahan tubuhku.
Mataku terpejam, tidak berani membayangkan scene selanjutnya yang akan terjadi saat sesuatu yang hangat menyentuh bibirku lengkap dengan hembusan nafas hangat yang menerpa hidungku perlahan."Astaga, ciuman pertamaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
YURA Married With Enemy
RomanceYura Wirawan, dalam hidupnya jika ada yang di bencinya itu adalah seorang bernama Nanda Augusta, teman SMAnya yang selalu tidak pernah absen dalam membully-nya. Mulai dari menyebutnya sebagai mata empat karena dia yang selalu mengenakan kacamata ba...