Kalian Mirip

4.4K 706 48
                                    

"Kok kalian duduk sebelahan, sih?"

Kompak keduanya protes, Yura dan Nanda tampak tidak terima saat Juwita dan Alan tanpa bersalah justru melontarkan pertanyaan kembali.

"Kan yang tunangan dan yang mau nikah sama Alan aku, Ra. Ya, aku yang duduk sama dia, dong! Kalau Alan duduk sebelahan sama kamu, aku nanti cemburu."

Yura menggeram mendengar jawaban polos dan terkesan absurd dari Juwita ini, entah sengaja atau tidak, Yura benar-benar kesal hari ini, jika saja perutnya tidak melilit karena lapar. Presentasi yang di barengi jam makan siang tadi membuatnya tidak bisa makan dengan kenyang dan kini dia lapar di jam tanggung. Apalagi energinya benar-benar terkuras karena berkelahi dengan Nanda barusan.

Mengalah dengan laparnya, Yura menarik kursi, duduk di hadapan Juwita yang kini nyengir lebar memamerkan senyuman senang karena Yura menurutinya tanpa protes.

Dan saat Yura sudah duduk, suara tarikan kursi dari sebelahnya membuat Yura memutar bola mata malas, enggan melihat ke arah si pembuat ulah yang duduk di sebelahnya.

"Kalian jangan gini dong, ekstrim banget berantemnya." Pinta Juwita memelas saat melihat aura tidak nyaman dari kedua orang yang ada di depannya. "Nanda, lo kan Tentara, tugas lo buat jadi penjaga dan pengayom Negeri ini, jangan arogan kek sama perempuan. Apalagi sama Yura."

Mendengar permintaan dari Juwita membuat Nanda melotot tidak terima, Nanda merasa dalam hal ini Yura yang lebay, kenapa justru Juwita memintanya mengalah dan membawa-membawa profesinya. "Apa hubungannya si Burik es krim coklat kacang ini sama profesiku? Dianya aja yang baperan. Berasa cantik banget dia sampai nggak bisa di becandain."

Yura hanya mencibir, tidak Yura sangka jika mahluk menyebalkan yang ada di sampingnya ini meniti jalan pengabdian sebagai seorang Perwira Militer, satu hal yang mengejutkan untuk Yura karena Yura paham betul jika pendidikan di lembah Tidar bukan hal yang mudah, menjadi putri seorang Perwira Polisi di tambah Kakek dan Bibinya, yang juga dari lini tugas yang sama membuat Yura tidak asing dengan hal berbau Militer.

Dan jujur saja bagi Yura, mendengar profesi Nanda semakin menambah ketidaksukaan Yura pada Nanda, kisah traumatis Mamanya dengan Papa kandungnya membuat Yura tidak menyukai laki-laki dari kalangan militer, itulah sebabnya walau pun Kakek maupun Papanya ingin menjodohkan Yura dengan para perwira muda yang kiranya potensial dan menarik, Yura sama sekali tidak tertarik.

Bahkan Yura menganggap jika kebanyakan laki-laki dari kalangan militer itu brengsek dan juga playboy. Intinya, dalam pemikiran Yura, jika dia bisa memilih Yura tidak mau jodohnya dari kalangan militer. Titik!!!

Hanya dengan memikirkan jika Nanda adalah seorang dari kalangan militer saja sudah membuat Yura badmood, "udahlah, Wi. Nggak usah di bahas lagi. Jangan harap kalau orang dari kalangan militer itu ngalah, mereka justru semakin arogan, dan nggak mau di salahkan. Jadi biarin sajalah suka-suka dia."

Ya, Yura memilih mengalah dan sudah tidak berminat berdebat lagi dengan Nanda begitu tahu siapa laki-laki yang ada di sampingnya, untuk menenangkan dirinya Yura memilih menyesap teh lemon yang memang di pesankan Alan untuknya.

Nanda ingin protes pada Yura, gemas sekali dengan kalimat menyebalkan Yura yang seolah menghakimi profesinya, tapi dari kejauhan seorang yang selalu menjadi bencana dan mimpi buruk bagi seorang Perwira tampan sepertinya mendekat dengan riang menghampiri Nanda.

Otak laki-laki tengil ini bekerja dengan cepat, tanpa berpikir panjang Nanda menggeser duduknya dan merangkul Yura hingga tidak ada jarak yang memisahkan mereka berdua, lengkap dengan tangan Yura yang di genggamnya dengan begitu erat, jangan lupakan juga dengan tatapan dalam penuh pemujaan yang membuat Yura langsung menyemburkan tehnya pada Alan karena terkejut dengan kalimat mesra Nanda.

"Gimana, Sayang? Mau makan apa jadinya?"

Susah payah Yura mengatur nafasnya, risih dengan semua keabsurdan Nanda, dalam sedetik laki-laki ini seperti garda terdepan prajurit dalam penyerangan, dan sekarang dia mendadak kesurupan di mata Yura dengan memanggilnya 'Sayang', tatapan heran terlontar di matanya pada laki-laki yang mendapatkan sematan mahluk paling menyebalkan sejagat raya ini.

"Waras lu?"

❤❤❤❤❤❤❤❤

Yura POV

"Waras lu?" Seperti itulah kira-kira tatapanku pada Nanda yang sekarang merangkulku erat, tidak hanya melakukan sentuhan padaku, dia juga menatapku dengan pandangan yang mungkin akan aku salah artikan jika saja aku tidak mengenal siapa si menyebalkan Nanda Augusta ini. Hisss, apalagi dengan kata sayang yang baru saja di ucapnya, aku tidak muntah saja sudah hal yang bagus.

Aku ingin menepis tangan Nanda, geli sendiri mendapatkan semua perlakuan yang justru membuat Juwita dan Alan terkekeh ini, tapi semua tanya kenapa seorang Nanda bersikap absurd padaku ini terjawab saat sapaan keluar dari Nanda pada seorang yang baru saja datang.

"Kirana, mau kemana kamu? Tumben nggak di anterin sama Masmu yang biasanya sama kamu itu."

Reflek aku menoleh ke arah Nanda memberikan sapaan, seorang perempuan di awal 20an yang terlihat cantik dengan gaya busana khas seorang Putri Petinggi yang alim terlihat di depanku.

Raut wajah kecewa terlihat di wajahnya saat dia melihat Nanda merangkulku, dan dengan santai plus kurang ajarnya saat sadar tatapan dari seorang yang di panggilnya Kirana tersebut yang kecewa, Nanda justru tampak santai menyesap minuman dari gelasku tanpa melepaskan rangkulannya.

Tidak perlu di jelaskan, aku sudah paham jika Kirana ini menyukai Nanda, atau Nanda sama seperti junior Papa yang potensial, di dekati Papa karena di incar mau di jadikan Menantu tapi Nanda tidak tertarik dengan wanita yang ingin di jodohkan. Tidak tahu, tapi melihat bagaimana cara perempuan bernama Kirana ini yang tetap tersenyum walau terlihat kecewa saat memperhatikan Nanda bersamaku seolah sedang double date dengan Juwita dan Alan, menunjukkan jika dia bukan seorang putri manja yang arogan.

"Ya jam segini, Mas J pasti masih ngantor, Mas Nanda. Kirana cuma mau belanja aja, Mas. Kirana boleh gabung di sini?"

Aku menyenggol kaki Nanda, melayangkan tatapan tajam pada laki-laki ini agar tidak melibatkan aku dalam drama yang di mainkannya, tapi Nanda justru tidak bergeming, dengan lancangnya dia justru menaruh pahanya yang berat itu ke atas kakiku agar aku tidak pergi, karena jujur saja, rencana cadanganku untuk lepas dari sandiwara yang dia mainkan jika dia tidak mau menurutiku memang aku ingin lari darinya.

"Boleh, Ran! Duduk saja, kebetulan kami justru yang sudah selesai, tinggal makan saja. Ya nggak, Lan?" Alan yang juga terseret dalam sandiwara Nanda pun hanya bisa mengangguk kaku, sungguh bisa di lihat bukan betapa menyebalkan Nanda yang merepotkan semua orang ini.

Kirana, perempuan yang tampak anggun ini mengangguk kecil, sebelum akhirnya dia memesan minuman tanpa tahu dibalik meja aku tengah berdebat dengan Nanda karena ulah laki-laki ini.

Sampai akhirnya perdebatan kami terhenti dengan pertanyaan dari Kirana padaku.

"Mbak cantik yang ada di sebelah Mas Nanda ini, siapanya Mas Nanda? Adiknya, ya? Kalian mirip."

YURA Married With EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang