BaB 13

18.5K 1.7K 82
                                    

**************************************

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**************************************

Desi sedari tadi terus menggrutu. Dirinya sangat kesal dengan perilaku Raffasya tadi. Sekarang ia sedang  berjalan memasuki rumahnya diikuti Raffasya yang berjalan dibelakangnya.

Raffasya meringis sakit  saat merasakan  luka memar di wajahnya. Ia menatap geli Desi yang berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya.

Menarik kedua sudut bibirnya terpampang lah senyum yang sangat manis. "Milik gue memang paling menarik. Cih, bahkan manusia gak tau diri itu mau merebut milik gue,"

Raffasya mengelap darah disudut bibirnya menggunakan ibu jarinya.

"Awan brengsek!"

"Desi hanya milik gue!" Ujar Raffasya berjalan masuk mengikuti gadisnya yang sudah menghilang dari pandangannya.

Sepanjang jalan, dirinya tersenyum. Raffasya tidak lupa bagaimana raut wajah khawatir gadisnya tadi. Kejadian di sekolah tadi cukup membuat hatinya menghangat.

Meskipun wajahnya harus menjadi korban kegilaan Awan, akan tetapi Raffasya tidak menyesal karena dia bisa melihat sisi lain dari gadisnya.

Raffasya merasa menang untuk saat ini. Dia bisa melihat ekspresi tidak suka dari kedua saingan nya, sangat memuaskan.

Raffasya sadar, bahwa perasaannya terhadap adiknya memang tidak diwajarkan. Tapi mau bagaimana lagi? Dia sangat gila saat tidak bertemu dengan gadisnya meskipun hanya beberapa menit saja.

Raffasya sangat menginginkan gadisnya, Daiyan Desi Venussia. Hanya miliknya.

***

"Anak gadis Mami sudah pulang?" Erina tersenyum melihat Desi yang berjalan Kearahnya.

Desi memeluk erat pinggang Erina.

Mendongak. Desi bergumam lirih, "gue mau mati aja!"

Mendorong badan anaknya lembut. Erina menatap Desi, "anak Mami ada masalah apa? Coba sini cerita ke Mami. Siapa tau beban kamu berkurang, nak!"  Erina mengusap lembut punggung Desi.

Desi menggeleng. "Nggak" Jawabnya murung.

Erina tersenyum. Mungkin anaknya belum mau bercerita sekarang.

"Dimana abang kamu? Bukannya kalian berangkat bareng?" Tanya Erina melihat pintu masuk mencari-cari keberadaan anak laki-laki nya.

"Abang? Desi gak punya abang yang modelannya kayak jamet" Balas Desi  mendengus kesal.

Kejadian disekolah cukup membuat otaknya langsung eror. Ibarat jaringan, otaknya sudah kehilangan sinyal.

Erina melotot kaget. Menyentil jidat Desi dengan gemas, "bicaranya Desi! Ingat Raffasya masih abang kamu. Ganteng kayak gitu kamu bilang jamet? Terus menurut anak gadis Mami cowok yang ganteng itu seperti apa?" Erina sangat suka menggoda anak perempuannya. Ia terkikik geli melihat berbagai ekspresi anaknya ini.

Love For Crazy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang