Bab 28

15K 1.6K 163
                                    

**************************************

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


**************************************





"Bangsat!" Awan memukul keras stir mobilnya.

Matanya menatap tajam kedua pengendara motor sport yang berani-beraninya menghalangi jalannya.

Sedangkan Desi, ia menatap horor orang itu. Ia pastikan akan terjadi baku hantam lagi. S lama tinggal diraga ini membuat Desi sedikit memahami tabiat orang-orang disekitarnya. Termasuk sekumpulan orang-orang gila ini yang begitu niat mengusik kehidupan nya.

Desi mengernyitkan dahinya. Ia seperti mengenal kedua orang itu.

Awan menoleh kesamping. Kedua matanya memicing curiga. "Mau kabur?" tanya Awan membuyarkan lamunan Desi.

Awan mengenggam tangan Desi berjaga-jaga kalau cewek itu mencoba kabur.

Desi menoleh ke arah Awan. Kedua pasang mata itu saling bertatapan. "Menurut lo?" Melempar tatapan tajam tanpa rasa takut.

"Gue masih ingat gimana akal busuk lo dulu." ujar Awan, suaranya terdengar berat.

"Lo ungkit masa lalu gue maka gue bakal ungkit kebiadaban lo. Gimana? Gue rugi lo juga harus rugi. Gue nggak mau rugi sendiri." Desi melepaskan genggaman Awan dengan paksa.

"Tangan gue terlalu suci untuk disentuh orang kayak lo." ucap Desi seraya mengelap tangan yang tadi disentuh oleh Awan.

Awan merasa geram dengan tingkah laku Desi. Ia mencoba untuk menahan emosinya. Tetapi melihat respon Desi yang berlebihan membuat amarahnya semakin memuncak.

"Bisa nggak lo jaga batasan lo? Gue juga manusia Des! Hati gue sakit," Awan menepuk dadanya yang merasa sesak. "Tolong untuk sekali aja lo hargai perasaan gue."

Awan tidak peduli akan keberadaan Raffasya dan Addar. Saat ini yang ia pedulikan hanya berbicara dengan Desi. Awan ingin kesempatan. Ia tidak kuat untuk memikul bebannya apalagi jika itu berkaitan dengan hati, Awan tidak sanggup.

Tangannya terangkat, berniat untuk menyentuh wajah Desi. "Gue saranin sebelum lo nasihatin orang lebih baik lo ngaca dulu! Udah benar belum kehidupan lo," Ujung matanya melirik ke arah depan. "Perkataan lo tadi juga berguna buat diri lo sendiri. Lo bisa nggak hargai perasaan gue dulu?"

Skakmat. Perkataan Desi begitu menohok di jantung Awan. Bibirnya tertutup rapat. Bahkan sulit untuk mengeluarkan suara.

Tatapan yang biasanya terlihat dingin kini semakin redup. Perkataan yang sudah Awan rangkai tadi langsung lenyap. Bibirnya sangat kelu.

Awan menunduk. Ia sama sekali tak dak memperdulikan Raffasya dan Addar yang menggedor-gedor kaca mobilnya. Awan ingin lebih lama untuk berduaan dengan Desi.

"Kesedihan lo sekarang belum seberapa dengan penderitaan gue dulu. Dimana gue berjuang selalu lo dorong buat pergi. Lo nggak tau gimana rasanya tetap tersenyum meskipun hati gue sakit. Itu sangat sulit."

Love For Crazy GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang