BAGIAN DUA

15.4K 1K 141
                                    

Filemon mengusap lembut kelopak mata Haga yang menutup. Filemon begitu menyayangi Haga, bahkan sangat. Sampai-sampai ia tidak rela Haga disentuh orang lain. Tidak terkecuali.

Haga menggeram merasakan sentuhan dibagian matanya, mau saja ia terbangun namun Filemon segera mengpuk-puk pelan perut Haga.

"Kamu hanya punyaku, Haga. Hanya punyaku." Dikecupnya penuh kasih sayang mata Haga secara bergantian.

Mau saja ia ikut berbaring di samping tubuh Haga, ketukan pintu terdengar kasar dan tidak sabaran.

Tok

Tok

Tok

"Buka pintunya, Filemon. Buka!" teriak seseorang di balik pintu yang masih harus menjadi korban, sabar pintu.

Ahhh, sepertinya Filemon tahu siapa itu.

Dengan perlahan ia membuka pintu dan terpampanglah wajah marah David, ayah Haga juga wajah sedih bunda.

"Kenapa, Ayah dan Bunda kemari?" tanya Filemon dengan santai tanpa takut sedikitpun. Oh ayolah mereka hanya orang tua biasa apa yang perlu ditakutkan?

"Kami akan membawa pulang Haga!"

Filemon tersenyum miring. Sialan.

"Kalian siapa?"

"Kurang ajar! Kami orang tua Haga, Filemon!" ayah kembali berteriak marah, tapi tetap tidak membuat Filemon takut.

"Lalu?"

"Kami tidak akan segan untuk melaporkan kamu kalau kamu nggak kembalikan Haga!"

"Laporkan saja, siapa yang takut?" Satu senyuman miring hadir di bibir Filemon.

Ayah menggeram marah, lantas satu tinjuan mengenai rahang Filemon.

"Kembalikan Haga, berengsek!"

Filemon meludah, lalu membalas dengan tinjuan di perut ayah.

"Kau jangan bermimpi sialan!"

Ayah kembali melayangkan satu tunjangan ke perut, Filemon.

"Dasar anak kurang ajar!"

"Oh ya?"

Filemon segera menyikut hidung ayah sampai berdarah. Lalu disusul dengan tinjuan lainnya.

Bunda sudah menangis histeris melihat sang suami yang sudah mulai kehabisan tenaga melawan Filemon. Wajar sudah tua.

"Hentikan, Filemon!" Namun teriakan bunda diabaikan Filemon yang kini sudah duduk di atas perut ayah.

"Kau hanya penghalang sialan, lebih baik kau mati!"

Bugh

Bugh

Bugh

Darah segar dengan suka cita membanjiri wajah ayah, tapi belum juga mampu menghentikan tinjuan Filemon.

Bunda dengan bergetar mengambil vas bunga yang terbuat dari keramik tersebut, lalu dengan keras menghantamkan ke kepala Filemon.

"Arkghh," jerit Filemon sembari menekan darah yang keluar dari belakang kepalanya.

Matanya nyalang menatap bunda yang kini sedang berusaha membantu ayah berdiri.

"Kau-"

"Bunda!"

Sontak mereka bertiga menatap ke sumber suara.

Di sana, di atas tangga Haga menatap keadaan yang terjadi dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Just Friend? [end] [republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang