BAGIAN EMPAT

12.4K 971 20
                                    

Setelah Haga merawat Filemon ah lebih tepatnya membiarkan dirinya dipeluk sepanjang malam, keadaan Filemon sudah membaik bahkan sangat baik.

Haga heran, kenapa Filemon bisa sembuh? Padahal tidak jadi minum obat.

"Gue ke apotik dulu beli obat."

"Nggak usah beli obat."

"Lo nggak bakal sembuh pe'a kalo nggak minum obat, jangan aneh-aneh deh."

"Peluk aku aja. Bisa sembuh."

"Idih gila. Mana ada konsepnya begitu."

"Hem?"

"Ck. Iya-iya, awas aja lo nggak sembuh ya gue buang lo ke laut."

"Makasih."

"Ihh."

Haga menghela napas, ini sangat tidak adil bagi Haga. Ketika ia sakit pelukan saja tidak akan membuatnya sembuh, ia harus ke dokter lalu meminum obat dan beristirahat sepanjang hari.

Menyebalkan.

Saat asik melamun decitan pintu mengalihkan perhatiannya. Filemon baru selesai mandi dan sudah berpakaian lengkap.

Haga juga heran dalam hal ini, Filemon tidak pernah mau menunjukkan tubuhnya yang tanpa berpakaian. Setiap Haga bertanya selalu tidak ada jawaban yang membuat Haga puas malahan membuat dirinya kesal.

"Kenapa coba pake baju di kamar mandi?"

Filemon menatap Haga bingung.

"Kenapa bertanya?"

"Ya lo itu aneh, disaat semua cowo berlomba menunjukkan badannya yang bagus lo malah selalu nutupi. Atau jangan-jangan lo bohong ya sama gue? Lo nggak punya abs kan? Ngaku aja deh." Haga menyipitkan matanya menatap Filemon penuh curiga.

Filemon tertawa pelan. Mendekati Haga dan memeluknya.

"Kalau mau lihat, jadi istriku dulu," bisik Filemon tepat ditelinga Haga. Haga merinding. Wajahnya memerah. Ia malu!

"Apaan sih lo, nggak jelas." Haga melepaskan diri dari pelukan Filemon. "Udah ayo ah, ntar telat ke sekolah kita juga kan harus ke rumah gue dulu."

"Iya-iya."

Dan sekarang mereka sudah sampai di rumah Haga, bahkan sudah duduk di meja makan bersama ayah dan bunda. Suasana canggung.

"Ayo dimakan dulu sarapan kalian," ucap bunda memecahkan keheningan tersebut.

"Iya, Bund."

Mereka makan dalam diam.

Brakk

Haga, Filemon juga bunda terkejut dan lansung menatap ayah sang pelaku.

"Langsung ke tujuan aja, saya malas satu meja dengan anak kurang ajar seperti dia!"

Ayah menatap tajam Filemon dan Filemon sendiri tidak acuh. Kan sudah ia bilang, yang ia pedulikan hanya Haga. Hanya Haga.

"Ayah, jangan seperti itu." Bunda mencoba menenangkan sang suami.

Haga menunduk takut, ia takut sekali kalau melihat ayahnya marah.

Cih

Filemon tidak suka melihat Haga ketakutan begitu.

"Filemon mau minta maaf ke Ayah juga Bunda."

Filemon menundukkan singkat kepalanya dan Haga ikut-ikutan.

"Maapin Emon ya, Yah, Bund?"

Ayah mendengus, "saya nggak bakal maafin kamu, ck yang benar aja."

Ayah beranjak dari duduknya, Haga segera berlutut di hadapan sang ayah.

Bunda menatap iba sedangkan Filemon menahan nafsu untuk tidak menendang kepala ayah sekarang juga. "Berani sekali tua bangka itu membuat Haga berlutut, sialan."

"Yah, adek mohon maapin Emon ya? Emon udah bilang ke adek dia nggak bakal kayak gitu lagi. Kalo dia kayak gitu lagi, adek sendiri yang bakal ninggalin dia buat selamanya." Mohon Haga sembari mengatupkan kedua tangannya di depan dada.

Mendengar jaminan yang Haga lontarkan, jelas Filemon tidak terima.

"Haga, apa maksud kamu!" Filemon berteriak marah. Ayah mendengus sinis.

"Kamu lihat itu, Dek!"

Haga berdiri menghampiri Filemon dan memeluknya lembut.

"Mon, gue mohon lo iyain aja. Gue nggak bakal bisa tenang kalo lo ma ayah ribut gini."

"Tapi aku nggak terima kamu ninggalin aku," jawab Filemon lalu mengelus rambut Haga yang halus. Ayah menatap sinis tindakan Filemon itu. "Sok so sweet, cih."

"Makanya jangan kayak gitu lagi, mereka orang tua aku, Mon. Wajar kan anak dekat ke orang tuanya? Ya, ya?"

Haga menatap mata Filemon dengan penuh harap bahkan sampai berkaca-kaca. Filemon lemah kalau sudah begini.

"Oke, demi kamu."

Satu kecupan hadir di kening Haga, ayah sudah hampir mau menerjang Filemon tapi untung ditahan bunda.

Haga berbalik menatap sang ayah yang membuang pandangannya. Lalu berlari kecil memeluk tubuh besar itu dengan erat.

"Ayah, dengerkan? Udah ya? Jangan marah lagi adek takut liat Ayah marah."

"Iya-iya," ucap ayah lalu memeluk erat tubuh kecil Haga dan melontarkan senyum mengejek ke Filemon yang sudah mengepalkan kedua tangannya erat. Bunda tertawa kecil.

Ayah dan Filemon berkelahi bukanlah hal yang langka, namun perkelahian terakhir ini yang begitu menegangkan.

"Ayo, Haga kita berangkat," ucap Filemon sembari melepaskan pelukan Haga di ayah.

Ayah mendelik, Haga terkejut.

"Tapi sarapan ..."

"Di kantin sekolah aja." Mutlak Filemon.

Haga diseret, bahkan belum sempat mengucap salam, "pelan-pelan, Mon."

"Lihat itu Bund! Berubah apanya?" sinis ayah. Ia masih dendam!!

Bunda terkekeh kecil, lalu mengusap lembut bahu ayah.

"Biar gitu juga Filemon yang udah nemenin Haga, Yah."

"Ajak aja Haga ke Belanda!" kesal ayah lalu berbalik.

Tersenyum pasrah, hanya itu yang bisa bunda lakukan sekarang. Ah ia sedikit menyesal tidak membawa Haga ikut sertanya sejak kecil.

Just Friend? [end] [republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang