BAGIAN SEMBILAN

8.9K 677 68
                                    

Haga sudah di dalam ruang operasi, semua khawatir akan kondisi Haga. Bunda sudah sedari tadi menangis bahkan sempat pingsan.

Plak

Plak

Dua tamparan mendarat ke pipi Filemon, Filemon menatap Adam yang baru datang dan langsung memberinya hadiah.

"Puas kamu?! Hah? Puas, Filemon?"

Filemon hanya diam, kini nalarnya sudah normal tidak lagi menggila itu sebabnya ia membiarkan Adam memarahinya.

Bugh

Filemon tersungkur, seakan kesurupan Adam menarik baju Filemon dan lagi dan lagi memberikan bogeman.

Ayah sudah berusaha menghentikan Adam, tapi justru ia yang kena pukulan.

"Bapak anak sama aja, cih!"

Begitu juga jika satpam yang mencoba menghentikan Adam.

"Gini amat perkerjaan!"

"Bangun kamu, Filemon. Lawan Papah! Kamu jagoan kan? Bangun, Filemon!"

"Adam, udah ini rumah sakit." Ayah berusaha mengingatkan Adam. Tapi justru ia ditatap tajam. Sialan.

"Kamu tahu, Vid?! Dia ini bunuh anak orang! Bunuh anak orang yang nggak bersalah, David! Saya harus bagaimana? Harus bagaimana saya bertindak?!"

Adam berteriak sembari menangis. Ini pertama kalinya ia menangis di hadapan banyak orang. Ia terbayang bagaimana tadi ekspresi kedua orang tua Eca. Kosong. Anak mereka yang lugu, anak mereka yang penurut, anak mereka yang cantik, anak mereka yang baik hati, kini mereka kehilangan anak satu-satunya. Mereka tidak menangis memang tapi Adam melihat kekosongan di tatapan mereka. Jadi Adam harus bagaimana sekarang?

David memeluk Adam, sahabatnya dalam kondisi yang tidak baik.

"Saya harus bagaimana? Anak saya sudah menjadi pembunuh."

Adam masih menangis, ia masih terbayang.

Filemon? Apa yang dirasakan Filemon? Bagaimana keadaannya saat tahu ia membunuh?

Satu senyuman terbit di bibir Filemon. Ia senang, ia bahagia, akhirnya benalu sudah musnah. Ahh sangat menyenangkan.

Adam kembali membogem Filemon saat tahu Filemon tidak merasa bersalah. Dicengkramnya kuat baju Filemon. Kini bapak dan anak itu saling tatap. Satu dengan tatapan kecewa satu lagi dengan tatapan bahagia.

"Ini cinta yang kamu maksud, Filemon?!"

"Iya, Pah. Ini cinta Filemon." Filemon menjawab tanpa ragu.

Bugh

Filemon kembali tersungkur. Aihh...

"Ini bukan cinta, Filemon!"

"Papah nggak tahu apa-apa. Filemon cinta Haga. Ini bukti yang Filemon kasih."

"Cinta yang kamu maksud itu sakit! Nggak ada cinta yang begini!"

"Ada!"

"Papah yakin, Haga akan membencimu."

"Haga nggak akan benci Filemon!"

"Ayo bertaruh jika Haga tidak membencimu, kamu bisa bunuh Papah, jika sebaliknya kamu yang akan Papah bunuh."

Bugh

Adam tersungkur, semua menatap ngeri.

"Haga bukan bahan taruhan!"

Adam mengusap darah di sudut bibirnya, menatap sinis Filemon.

"Kamu takut, Filemon, kamu takut dengan kenyataan kalau Haga akan membencimu."

"Haga nggak akan benci Filemon, Haga menyayangi Filemon!"

"Setelah apa yang kamu lakukan? Orang tuanya saja sudah membencimu, apa akan ada restu?"

Adam tertawa sinis melihat dada Filemon yang bergerak naik turun dengan cepat.

"Kamu kalah Filemon. Bukti cinta yang kamu maksud itu, bukti kekalahan kamu!"

Nafas Filemon semakin memburu, tangannya mengepal kuat. Ia menatap tajam Adam.

"Dan kamu... tentu saja akan tergantikan dengan seseorang yang lebih layak!"

Bugh

Bugh

Bugh

Filemon menyerang Adam, membabi buta, brutal. Adam tidak melawan justru ia tertawa. Ia sengaja ingin menjatuhkan pertahanan anaknya.

Yang melihat Adam tertawa malah berfikir kalau Adam itu masokis. Padahal benar.

Serangan Filemon terhenti ketika polisi sudah tiba. Dan dengan segera memborgol kedua pergelangan tangan Filemon. Filemon membrontak, ia masih belum puas menghajar Adam.

"Adam bajiangan! Berengsek! Lebih baik kau mati sialan! Lepas anjing! Lepas!"

Filemon berhasil dibawa, kerumunan tadi sudah bubar bersamaan dengan nyinyiran untuk Filemon. Adam terduduk di lantai. Ayah dan Bunda meringis melihat kondisi Adam.

Adam kembali menangis lalu menatap Ayah dan Bunda. Aihh Adam kamu seperti anak balita sekarang.

"Maafin anak saya... meskipun tidak layak dapat maaf tapi saya mohon jangan pisahkan dengan Haga."

Adam tahu, Haga pasti akan dibawa pergi oleh kedua orang tuanya. Dan jika itu terjadi Filemon bisa lebih gila lagi dari sekarang. Walaupun tadi ia berusaha membuat Filemon menjauhi Haga tapi ia juga tetap takut jika Haga pergi, disaat Filemon tidak ingin Haga pergi.

"Adam, jika kamu di posisiku sekarang, kamu pasti melakukan hal yang sama. Aku tidak akan mau Haga menjadi korban lagi."

"Iya, tapi..."

"Tolong mengerti, Dam. Aku hanya mencoba melindungi anakku."

"Baik..."

Adam tertunduk lemah.

Dokter yang menangani Haga, keluar dari ruang operasi. Beliau tersenyum kecil melihat keadaan Adam.

"Bagaimana, Dok?"

"Operasi berjalan lancar..."

"Puji Tuhan..."

"Dan amputasinya juga berjalan lancar..."

Ayah dan Bunda serta Adam menutup mata mereka, menahan perasaan yang begitu menyakitkan dan menyesakkan.

Dokter tadi mengatakan bahwa pergelangan tangan Haga, sebelum kecelakaan sudah cedera hebat ditambah lagi dengan kecelakaan. Yang dimana mengharuskan pergelangan tangan Haga diamputasi agar tidak membahayakan bagian tubuh lainnya.

Apa Haga akan menerima keadaannya nanti saat ia bangun? Apa Haga akan siap? Bagaimana jika banyak yang mengejek? Apa Haga akan kuat?

Bunda kembali menangis di pelukan Ayah. Adam menumbuk-numbuk dadanya yang sesak. Ini akibat anakmu ya Adam.

Haga sudah dipindahkan dari ruang operasi ke ruang inap VIP yang dipesan Adam. Sebenarnya Ayah dan Bunda sudah menolak tapi Adam tetap memaksa.

Mata Haga terpejam damai. Wajahnya yang penuh luka terlihat tenang.

Bunda menyentuh setiap bagian tubuh Haga, merasakannya. Begitu tangannya tidak menyentuh kelima jari tangan kanan Haga, ia kembali menahan isak tangis.

Ia merasakan pedih yang luar biasa. Ayah merangkul Bunda. Mencoba untuk menenangkan meskipun ia sendiri juga merasa sesak.

"Adek, Yah..."

"Iya, Bund."

Just Friend? [end] [republish]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang