[4]. Sang Penghancur

1.4K 55 1
                                    

Apa yang sudah ditakdirkan akan datang, tidak akan pernah terhalang.


Ratu Sisikwangi kembali mengibaskan selendang hijaunya. Dalam sekejap, seluruh pakaiannya terbang ke segala arah. Hanya tersisa tubuhnya yang tanpa sehelai benang pun, meliuk-liuk dengan begitu indah merangkum tubuh Kuntala.


Kuntala terperenyak, tubuhnya seketika gemetar dengan mata terbelalak lebar. Ratu itu terlihat sangat cantik luar dalam di matanya. Kulitnya putih bersih, lekuknya begitu memesona. Aroma wangi yang khas seperti perpaduan daun pandan, bunga kantil, dan kenanga, benar-benar membuatnya terbuai dalam gairah. Kuntala, remaja yang sudah memasuki masa pubertas, merasakan seluruh hormon dan organ reproduksinya seketika bergejolak.


Saat ini, daya imajinasi dari remaja lelaki yang memiliki persepsi keindahan perempuan dari apa yang pernah dilihat, didengar, dan dibacanya semuanya terasa aktif. Tangan Ratu Sisikwangi menyentuh tubuhnya tanpa bisa dicegah. Sentuhan itu membuat getaran yang dahsyat di sekujur tubuh Kuntala. Seperti ada aliran listrik yang menyetrumnya berkali-kali. Namun, lecutan listrik itu terasa lembut, nyaman, dan penuh sensasi.


"Ah, apakah ini rasanya surga itu? Imajinasi masa puberku, kini semua imajinasi itu menjadi nyata. Dapatkah aku merasakan semua kenikmatan yang didambakan lubuk hati terdalamku?" gumam Kuntala yang mulai tersihir oleh pesona sang Ratu.


Memang benar, wanita lebih kuat dalam menaklukkan lelaki. Bahkan konon, seorang raja atau pemimpin pun bisa hancur oleh perempuan cantik. Benar! Seorang raja. Dirinya adalah raja. Sisikwangi adalah Ratu. Dia iblis yang akan menghancurkan dirinya. Hati Kuntala perlahan mulai terbuai.


"Tidak! Ini salah. Ini tidak benar. Aku harus melawannya. Aku tidak mau nikmat di awal, hancur kemudian." Kuntala menggeleng-gelengkan kepalanya. Akan tetapi, Sisikwangi sigap merengkuh tubuhnya dari belakang. Mendekatkan bibirnya ke pipi Kuntala. Menghidu aroma khas manusia dari tubuh Kuntala. Gerakannya terlalu dekat, hidung mereka bersentuhan membuat Kuntala merinding.


Ada rasa geli yang tidak tertahankan. Jantungnya berdetak sangat kencang. Rasa hangat mulai menjalar di seluruh tubuhnya. Kepalanya mulai tegang, seakan-akan darahnya ditarik ke ubun-ubun. Kuntala tidak lagi bisa berpikir jernih. Nafsunya sudah mulai memuncak. Godaan dari Sisikwangi kali ini begitu kuat. Kuntala rasanya ingin menuntaskan gairahnya.


"Kuntala, aku adalah milikmu," bisik Sisikwangi di telinganya. Embusan napas hangat menerpa kulitnya. "Lakukanlah apa pun yang ingin kamu lakukan padaku," lanjutnya seraya menggerakkan jarinya di leher Kuntala.


Kuntala terengah-engah. "A-aku, sudah tak kuat lagi," desisnya. Ia nyaris menyerah, nalurinya refleks menarik tubuh Sisikwangi. Namun, tepat pada saat ia hendak menyentuh bibir sang Ratu, sebuah suara yang sangat dikenalnya, berdengung di telinganya.


"Kak Kun, aku tidak suka sama lelaki jahat yang suka merusak perempuan seperti si Bejo itu! Aku tak mau menikah dengan lelaki seperti itu. Kakak adalah panutanku. Aku adikmu satu-satunya, hanya kamu yang bisa menjagaku, Kak Kun. Kelak kamu harus jadi lelaki terhormat, jangan sampai memperlakukan perempuan dengan buruk. Aku tak mau nanti kena karmanya!"

Suami Pilihan Ratu UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang