[11]. Teluh Galonggeng

624 29 0
                                    

Malam hari, Kuntala yang sedang berlatih di kamar mendengar teriakan panik adiknya. Kuntala bergegas ke kamar Amih dan berharap bukan Bejo yang membuat masalah.

"Ada apa, Dek?"

"Amih, Kak. Amih, kesakitan. Badannya juga sangat dingin."

"Kenapa bisa begini?"

Kuntala memeriksa tubuh Amih menggunakan telapak tangannya. Seluruh badan nenek kesayangannya itu terasa dingin seperti es. Rasa dingin itu menusuk-nusuk hingga ke telapak tangannya seperti jarum es.

"Sakit sekali, tuurna Amih nyareri, Kun" rintih Amih.

"Ini sepertinya penyakit rematik menahun dan asam urat Amih kambuh."

"Ca, tolong, rebusin air hangat."

Lima menit kemudian, Caca datang dengan ceret berisi air panas. "Kak ini airnya."

Kuntala memasukan air panas ke dalam botol bekas sirup. Lalu, segelas dibuat air jahe merah. Terakhir, dibubuhkannya gula merah. Saat akan memberikan pada Amih, di depan rumah terdengar suara salam Pak Kades.

"Caca, bukain pintu untuk Pak Kades." Caca mengangguk patuh.

"Apa yang terjadi?" tanya Kades kaget melihat Caca menangis dan Amih yang menggigil.

"Sepertinya penyakit rematik Amih kambuh."

Kuntala memasukan botol air panas yang dibungkus kain ke dalam pelukan Amih. Lalu mencoba menyuapi Amih dengan rebusan ramuannya.

"Apa yang kamu berikan? Kita harus membawanya ke dokter. Amih pasti sangat kesakitan!" tegur Pak Kades.

"Ini saya akan mengobatinya, Pak. Terlalu lama untuk pergi ke kota atau memanggil bidan untuk mengobati Amih. Ramuan ini akan membantu menghangatkan dari dalam dan air panas dari luar."

Kuntala juga membaluri seluruh tubuh Amih dengan ampas jahe dan minyak gosok yang tersisa milik neneknya. Kuntala juga memegang bagian tubuh Amih yang sakit. Ia merasakan hawa panas mengalir dari tangannya, berpindah pada bagian bagian tubuh neneknya yang dingin, kaku, dan sakit. Perlahan bagian itu menjadi hangat dan lemas. Setelah beberapa saat gigil neneknya pun menghilang. Perlahan Amih membuka mata.

"Ku-kuntala, Ca-ca."

"Amih, bagaimana perasaanmu?"

"Su-sudah mendingan. Badan Amih hangat dan sakitnya berkurang. Tadi rasanya kaya mau dicabut nyawa. Seluruh tubuh kaya ditusuki jarum yang dingin." Amih menjelaskan.

Ajaibnya, sakit rematik menahun yang dialaminya, biasanya tak akan sembuh dalam waktu sehari semalam. Namun, kini berangsur hilang tak lebih dari setengah jam. Usep merasa takjub. Ia pun pernah menyaksikan penderitaan setiap kali Amih kambuh. Kali ini, di depan mata kepalanya sendiri, Kades melihat setelah diobati cucunya, dengan cepat sembuhnya. Ia yakin, Kuntala memiliki kemampuan yang mumpuni untuk mengobati penyakit.

"Kun, kamu beneran bisa menyembuhkan Amih?" Kades mengguncang bahu Kuntala takjub.

"Saya hanya mencoba mengobati saja, Pak. Soal kesembuhan itu murni hak dari Sang Kuasa. Kebetulan saja Amih membaik," elaknya sambil menggaruk kepala tak gatal.

"Tidak. Kun, saya melihat kamu bisa mengobati orang dengan ajaib. Apa kamu bisa menolong istriku?" Tangan Kades menggenggam tangan Kuntala.

"A-apa yang Bapak katakan? Saya bukan dokter."

"Tapi kamu bisa mengobati Amih! Apapun sebutannya, tolonglah istri saya," mohon Kades.

"Kasian sudah lama sakit gara-gara keracunan makanan. Namun, sudah berobat ke banyak ahli, belum juga sembuh. Dokter dan dukun hingga kyai pun tak ada yang mampu. Baru-baru ini, malah istri saya sampai muntah darah." Lanjutnya menjelaskan kondisi istrinya. Wajahnya terlihat sedih.

Suami Pilihan Ratu UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang