[23]. Menjemput di Alam Gaib

57 2 0
                                    

Kepala Desa Arum menyambut kedatangan Kiai Mukhlis dengan takzim. Setelah beramah-tamah, mereka langsung ke kamar tempat Kuntala dirawat. Tanpa banyak bicara, Kiai pun memeriksa kondisi Kuntala. 

"Sudah berapa lama dia tertidur seperti ini?"

"Tiga hari tiga malam, Kiai."

Kiai menyalurkan energinya. Namun, energinya berbalik dan nyaris saja melukai dirinya. Sang Kiai lalu mengubah metodenya. Ia menggunakan ilmu pemanggil sukma jarak jauh, berusaha memanggil dengan kekuatan batinnya." Kuntala, kembalilah. Kamu sudah terlalu lama berkelana. Keluargamu menunggumu bangun. Jangan buat mereka khawatir."

Akan tetapi, sepertinya, sukma Kuntala sudah pergi terlalu jauh. Akan susah untuk terhubung jika hanya dipanggil begitu saja. Kiai Mukhlisin berpikir, ia harus kembali mencoba jalan lain. 

"Ke mana sebenarnya anak ini pergi? Panggilan batinku tidak sampai. Apakah terjadi sesuatu padanya?" Firasat Kiai tak nyaman soal ini. 

Kiai kemudian duduk bersila. Tak lama kemudian, bayangan putih keluar dari tubuhnya. Kiai kini sudah berada di suatu ruangan yang tak berujung. Di sana ia melihat sosok Kuntala sedang di dalam pangkuan sesosok makhluk bertudung dan berjubah hitam. Kiai itu yakin, jika sosok itu bukanlah manusia atau pun malaikat. Namun, juga bukan dari bangsa jin. 

"Assalamualaikum," sapanya. Namun, sosok itu bergeming. Kiai merasa energi yang terpancar dari sosok itu penuh rasa kewaspadaan dan juga permusuhan. 

"Sampurasun," ulangnya. "Hai Kisanak atau Nyisanak. Siapa pun Anda, tolong kembalikan Kuntala ke dalam raganya. Jika lebih tiga hari tidak bangun, mungkin raganya akan rusak, atau sukmanya akan sulit untuk kembali."

Perlahan sosok itu bergerak. Kiai berharap sosok itu memiliki itikad baik. Ia berusaha menilik dengan mata batinnya, tetapi ternyata sangat susah untuk menembusnya. 

"Rampes. Siapa Kamu? Aku tidak percaya dengan manusia sepertimu!"

Kiai mengamati dengan saksama. Suara sosok di hadapannya tidak begitu jelas antara perempuan atau lelaki. Namun, dari perkataannya dan energi yang Kiai rasakan, ia menebak sepertinya sejenis bangsa siluman. 

"Aku Mukhlis. Hanya orang tua yang dianggap saudara oleh Kuntala. Keluarganya sedang menunggu dengan khawatir di dunia manusia. Jika Kisanak berkenan, tolong biarkan aku membawanya. Insyaallah, aku amanah."

Sosok itu tampak berpikir sejenak. Kiai harap-harap cemas menanti jawabannya. Kalau tidak diberi dengan baik-baik, ia bersiap untuk merebut paksa Kuntala. Sepertinya, dari gelagatnya, makhluk itu sangat menyukai anak remaja muridnya itu. Akan tetapi, jika dibiarkan makhluk beda alam itu jatuh cinta, maka akan buruk ke depannya. Makhluk sejenis bangsa siluman seperti mereka, tidak akan pernah bertoleransi melepaskan mangsa dalam genggamannya sedikit pun. Kiai pun bersiap-siap untuk kemungkinan terburuk. Namun, belum sempat ia bertindak jauh, sosok itu pun berkata, "Baik! Aku kembalikan dia pada kamu. Tapi kamu harus menjaga dia dengan baik. Kalau tidak, maka aku akan mendatangi dan menghancurkan kamu!" 

Saat beradu gelombang aura dengannya, Kiai merasakan energinya bisa menekan masuk. Namun, sosok itu terasa sangat kuat dan tidak mau mengalah. Terbukti ia menggertak kemudian. 

"Aku adalah saudaranya. Sudah pasti akan menjaganya baik-baik, Nyisanak tidak usah khawatir." Dari perilaku makhluk siluman itu, Kiai memperkirakan jenisnya adalah perempuan.

Perlahan sosok berjubah dan bertudung itu berdiri. Lalu tangannya mengangkat Kuntala dengan kekuatannya. Kuntala melayang di udara dan ditangkap dengan sigap oleh Kiai. 

"Terima dia, bawalah dan jaga baik-baik untukku."

"Hatur nuhun, sudah memberikan anak ini kepadaku. Aku permisi dulu, Sampurasun!"

"Rampes."

Kiai meloncat dan lenyap, lalu muncul di dalam kamar sambil membopong Kuntala. Sukma Kuntala dikembalikan ke dalam raganya. Lalu, tak lama raga Kiai pun membuka matanya. Disusul mata Kuntala yang terbuka kemudian. 

"Kiai?" 

Kiai Mukhlis tersenyum lega. 

"Kuntala! Kamu sudah sadar, Nak?" tanya Maryam dengan suara gemetar. 

"Istirahatlah, badanmu masih lemah. Kades, tolong berikan dia teh manis hangat dan bubur tajen." Kiai memberikan titah. 

"Baik, Kiai. Kami akan segera menyiapkannya."

"Kiai, hatur nuhun sudah menyelamatkan saya. Jika tidak, mungkin---"

"Bukan aku yang menyelamatkan kamu, Nak. Ada yang lain. Aku hanya membawamu saja." 

Kuntala tercengang. Namun, ia meneruskan perkataannya. 

"Meskipun begitu, Kiai tetap telah menolong dan membawa saya kembali. Terima kasih."

Kiai terdiam dan menghela napas. Hening pun tercipta di antara mereka. Maryam datang memutus keheningan dengan masuk membawa segelas teh hangat dan semangkuk bubur. Kuntala menerimanya dan langsung memakan dengan lahap. Dalam sekejap, semua makanan itu sudah masuk ke dalam lambungnya. 

"Kuntala." 

 "Iya, Kiai?"

"Apa yang sebenarnya terjadi denganmu? Pergi ke mana saja sampai lupa jalan pulang?" tanya Kiai. 

Kisah Kuntala ini sudah memasuki sesion 2 di KBM App.

Akun: GloriaPitaloka
Judul: Suami Ratu Ular

Suami Pilihan Ratu UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang