[27-1]. Pesan Pada Sebilah Pisau

20 1 0
                                    

Langit malam dihiasi cahaya bulan bertabur bintang, menyambut kedatangan Kuntala setiba di vila. Vila itu terletak di atas bukit Desa Arum. Jika siang hari, dari sana terlihat pemandangan desa yang indah berikut Talaga Arum yang penuh misteri. Meskipun tidak mewah karena modelnya bergaya 'tempo doeloe,' tetap saja keluarga Pak Iskandar mengeluarkan modal yang sangat besar untuk membuka jalan, membangun fondasi dan benteng yang kukuh. Belum lagi biaya angkut bahan bangunan dengan truk yang susah dijangkau.

"Vila ini, dibangun secara bertahap sejak orang tuaku masih muda dan bekerja dengan giat. Mereka pensiun tahun ini. Katanya, sih, ingin tetirah menghabiskan masa tua di sini. Syukurnya, Vila ini selesai dibangun tahun kemarin karena mereka menggunakan uang yang benar-benar bersih dan juga tidak merampas hak anaknya untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik."

Kuntala menatap Pak Iskandar yang sedang menurunkan barang-barang dari bagasi.

Lelaki itu terlihat sangat menyayangi keluarganya, sepertinya banyak hal besar yang sudah dia korbankan untuk mewujudkan semua keinginan orang tuanya, pikir Kuntala.

"Makanya, tidak heran perlu perjuangan besar untuk berhasil membangun vila ini. Namun, belum sampai mereka menikmati masa tua dengan tenang dan bahagia, Bapak keburu meninggal dan Ibu mendadak lumpuh. Ini bertepatan dengan dimutasikannya aku ke kecamatan terpencil ini, karena kasus money laundry para pejabat hitam itu. Awalnya keluargaku terpuruk, aku pun frustrasi dengan turunnya jabatan dan musibah yang berturut-turut menimpa keluargaku. Namun, kini aku malah merasa telah menemukan benang merah yang hilang di sini. Untuk itu, demi teman-teman dan keluarga yang menjadi tumbal kasus ini, aku harus menuntaskannya dan menghukum mereka sampai ke akar-akarnya."

Kuntala tertegun, tangan Pak Iskandar terkepal ketika mengatakan hal itu. Sorot matanya berkilat penuh dendam.

Sebelumnya, Pak Iskandar bercerita panjang lebar. Kuntala hanya mendengarkan dan sesekali merespons dengan anggukan. Namun, dalam pikirannya, terpetakan benang merah yang selama ini ia pikirkan.

"Sangat kebetulan, orang tuaku dulu membangun vila di sini. Aku tinggal meneruskan, dan rupanya keinginan mereka sebelum musibah ini terjadi, adalah bagian dari petunjuk kasus ini. Dulu Bapak adalah ajudan orang-orang itu."

Kuntala menggarisbawahi orang-orang itu. Ia menduga mereka adalah para pejabat korup yang kasusnya pernah ditangani Pak Iskandar sewaktu menjabat sebagai polisi daerah. Jika pangkatnya bisa diturunkan dan dimutasikan ke daerah, tentu orang-orang yang terlibat kasus itu bukan orang sembarangan. Banyak pendukung kuat di belakangnya. Salah satunya Bejo dan dukun komplotannya yang mendukung secara gaib.


Bangunan vila bergaya Eropa itu memang terkesan megah. Namun, alih-alih merasa indah, Kuntala malah merasakan aura menyeramkan dari luar bangunan ini. Beberapa bayangan berkelebat mengawasi mereka. Bayangan itu berasal dari yang mengikuti mereka semenjak di perjalanan, dan bayangan yang sejak awal mengawasi bangunan vila dan kini menyambut mereka. Namun, tatkala Kuntala memasuki halaman, mereka segera  menyingkir. Entah apa yang akan menyambut mereka di dalam. 

Kuntala pun merasakan ada desahan napas berat dan sepasang mata yang begitu tajam dan kuat mengawasinya, membuat bulu kuduknya merinding. 

Memasuki ruang dalam, seseorang yang mengenakan pakaian suster sedang menjaga seorang yang duduk di kursi roda. "Ini ibuku." Pak Iskandar memperkenalkan ibunya pada Kun.

Kuntala terpaku. "Bu Hajjah Sofiyah?" 


***

Terima kasih sudah berkenan membaca. Jangan lupa vote dan komentar biar semangat update-nya!

Suami Pilihan Ratu UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang