[5]. Telaga Angker

1.2K 44 1
                                    

Cerita ini dalam proses pembukuan. Jika berminat silakan ikut waiting untuk mendapatkan suvenir, list kontak WA: 087802404277

***

Talaga Arum yang disebut juga telaga angker oleh masyarakat sekitar, adalah telaga kecil yang terletak di sebuah desa Arum di Kecamatan Purwasuka. Sebenarnya, telaga ini memiliki pemandangan alami yang sangat indah dan jernih. Telaga ini jarang disambangi orang karena rumor mistis yang menyertainya.

Cerita rakyat turun temurun yang diyakini kebenarannya dan diperkuat dengan bukti lisan dari pengalaman warga yang pernah bermain ke telaga, membuat mereka sering melihat penampakan-penampakan kerajaan dan siluman ular.

Hari ini hari ketujuh di mana pencarian Kuntala harus diakhiri, diiringi isak tangis Amih dan Caca yang terpaksa harus merelakan cucu dan kakak kesayangannya mati tenggelam tanpa ditemukan keberadaan mayatnya.

"Amih, sudah menjelang magrib. Tim SAR sudah menutup pencarian. Kapolsek dan Babinsa juga sudah menyatakan Kuntala tidak mungkin ketemu. Sekarang lebih baik pulang dan mengadakan tahlilan." Usep, Kepala Desa Arum mengajak mereka pulang.

"Tapi, Aing yakin, Kun cucuku, dia, masih hidup! Kamu kalau tak mau bantu rakyatmu hanya karena kami hidup melarat, mantog kadituh!" Amih marah.

Usep menunduk sedih. "Astagfirullah, Mih, kita semua berharap itu, tapi kita semua tahu sudah berusaha mencarinya sampai tujuh hari begini. Lebih baik nunggu kabar dari rumah, ya, Mih."

Kepala desa itu mencoba membujuk nenek jompo yang menjadi satu-satunya keluarga dua anak yatim piatu itu. Meskipun Usep mengatakan hal yang penuh prasangka, tetapi hati kecilnya tetap merasa iba. Kedua orang tua Kuntala, dahulu adalah sahabat sekaligus warganya yang baik. Sebagai kepala desa, ia sudah banyak memberikan bantuan baik secara resmi maupun pribadi. Namun, jika hanya menuruti keinginan perempuan sepuh ini, maka dia terlalu banyak mengabaikan dan menghabiskan waktu untuk sesuatu yang sia-sia.

"Aing rek nunggu di sini, maneh pergi saja! Uhuk! Uhuk!" Amih mengusirnya sambil batuk-batuk.

Kepala desa memandang dengan khawatir. Tangannya bergerak hendak meraih Amih. Namun, sentuhan tangan Caca di lengannya membuatnya menghentikan diri.

"Pak Kades, Biar Caca yang bujuk Amih."

Kades menatapnya dengan iba. "Terima kasih, Caca. Kamu anak yang baik. Bujuklah amihmu, kasihan jika menunggu di sini batuknya akan kambuh. Lagi pula luka bekas jatuhnya belum sepenuhnya pulih. Bapak hendak pulang ke rumah, ada warga yang juga harus diurus. Biar nanti Sekdes yang menemani kalian di sini." Caca hanya mengangguk dengan mata yang sembab.

Sepeninggal Kades dan Tim SAR yang mulai berkemas, Caca mendekati Amih.

"Amih, kita pulang dulu, Caca kedinginan, nanti kalau Caca sakit enggak bisa nunggu Kakak lagi." Amih yang sedianya hendak menolak jika dibujuk dengan kondisi fisiknya, tertegun. Benar, selain Kuntala, Caca juga salah satu cucunya yang harus dijaga dan diperhatikan. Ia sudah kehilangan Kuntala. Setiap hari menangis tak kalah sedih darinya. Jika ia tetap keras kepala, apa jadinya nasib Caca jika sakit? Mungkin saja dia akan kehilangan mereka berdua. Itu sesuatu yang sangat mengerikan baginya.

"Caca, hampura, Amih. Hayu, urang pulang." Amih akhirnya memutuskan untuk pulang.

"Hayu, Amih." Caca memeluk erat lengan neneknya, membimbing pulang dibantu Sekdes. Mereka meninggalkan telaga yang kembali kelam dalam kekosongan kenangan masa kecil cucunya.

**

Tujuh hari sudah kabar tenggelamnya Kuntala di desa tersebar luas, sehingga Kapolsek ikut datang meninjau proses pencarian. Koran pun memuat beritanya. Untuk sementara, Amih dan Caca aman dari gangguan juragan Bejo. Namun, Caca juga tahu Bejo tua itu mengirimkan anak buahnya untuk mengawasi mereka.

Suami Pilihan Ratu UlarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang