Jalanan kota nampak padat merayap meski waktu belum terlalu malam. Masih setengah lima sore, terlampau awal bagi Tay meninggalkan kantor. Namun nyatanya saat ini ia sudah terjebak di tengah kemacetan bersama Marc yang menyetir di depan.
Satu koper ukuran sedang ada di bagasi Porsche-nya, disiapkan sendiri oleh Mild karena satu jam lalu ia sempat ke rumah untuk sekedar membual jika ada perjalanan bisnis ke luar kota dua hari penuh. Sebagai istri yang berbakti pada suaminya tentu Mild percaya. Meski dalam hati sedikit kecewa karena pasti Tay akan melupakan lagi anniversary pernikahan mereka yang jatuh di hari lusa.
'Halo..' Tay tersenyum mana kala panggilannya akhirnya diangkat oleh si pemuda manis miliknya.
"Halo, sayang. Kamu di apartment?" Peduli setan Marc yang memalingkan muka mendengar sang Tuan bersuara penuh rayu.
'Nggak, Mas. Nanon di cafe mau ngerjain tugas dulu.' Kalimat sesal namun nadanya mendayu menggemaskan.
"Sama Ohm?"
'Iya.'
"Minta anter pulang. Sekarang. Mas on the way ke apartment."
'Ah, ok. Aku langsung pulang.' Karena bagaimanapun Nanon paham di mana posisinya. Ia hanya mainan kecil milik Tay. Jika tak menurut, bisa saja Tay membuangnya dan menggantinya dengan mainan baru.
"Good, boy. See you di ranjang, baby bitch." Dan seringai Tay Tawan menutup panggilan mereka yang dibumbui kalimat kasar.
....
Kekhusyu'an Ohm menyesap americano pekat miliknya harus terganggu karena Nanon yang mengangkat telfon tanpa menghindarinya. Bahkan samar bisa Ohm dengar suara Tuannya yang ada si seberang panggilan.
"Ah, ok. Aku langsung pulang." Satu kalimat Nanon sebelum telfon genggam kembali diletakkan mengundang tatapan penuh tanya dari Ohm pada pemuda berlesung pipi di depannya.
"Pulang yuk, Mas Tay mau dateng." Ajak Nanon sambil merapikan buku-bukunya yang tercecer di meja cafe.
"Emang tugas kamu udah selesai?"
"Belum. Biarin deh, ngumpulinnya masih dua hari lagi kok."
Hanya mengangguk, Ohm kemudian meraih kunci mobil di meja lalu menyusul Nanon yang lebih dulu berdiri menuju kasir.
"Bills on me." Ujar Ohm mengulurkan tangannya melewati Nanon, memberikan kartu pada si gadis di depan mesin kasir.
Nanon yang sudah mengeluarkan dompet menoleh. Cukup kaget karena jarak wajahnya begitu dekat dengan wajah Ohm. Namun ia cukup pintar mengendalikan diri dan mengutarakan tujuannya.
"Jangan, Ohm. Aku kan yang ngajak ke sini." Kilah Nanon.
"Hari ini aku nggak pake baju dinas, Non. Anggep aja kita ngedate. Wajar kan kalau aku yang traktir?" Senyum Ohm tak pernah gagal membuat hati Nanon bergemuruh tak karuan.
"Tapi kan..."
"Terimakasih sudah berkunjung, Kak. Ditunggu kunjungan berikutnya." Suara kasir yang menyerahkan kembali kartu milik Ohm disertai struk pembayaran memotong kalimat penolakan Nanon.
Kalau sudah begini menolak juga percuma, toh sudah dibayar. Ya terima saja.
"Kalau gitu makasih banyak deh. Besok-besok gantian aku yang bayar." Ujar Nanon bersama mereka berjalan ke arah mobil terparkir.
Ohm menoleh sambil memainkan kunci di tangan. "Ganti pake masakan kamu aja bisa nggak?"
"Hah?"
"Iya, masakan kamu. Ngeliat Tuan Tay yang selalu puas makan masakan kamu, aku rasa masakan kamu enak. Boleh aku cicipin juga?" Muka datar Ohm membuat Nanon ragu jika pernyataan si tampan adalah rayuan atau bukan.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATASTROPHE
FanfictionTay Tawan tak pernah menyangka, jalang kecil yang disimpannya sebagai penghilang penat ternyata berpengaruh besar dalam kehancuran hidupnya. Warning : *Boys Love *BXB, BXG relationships *Mpreg *Sensitive issue *Don't like don't read (as simple as th...