Chapter 10

1.9K 229 72
                                    

Namanya Saralee. Wanita yang sudah mengabdi menjadi asisten rumah tangga di kediaman Vihokratana sejak tiga tahun lalu. Sedari awal bekerja si wanita merasa pekerjaannya cukup mudah. Hanya membersihkan rumah dan mengurus keperluan dua orang majikannya saja.

Tay dan Mild juga bukan pribadi keras yang sulit baginya. Sehingga Saralee merasa nyaman bekerja di rumah tersebut. Namun kenyamanannya agak ia pertanyakan untuk hari ini.

Hari masih begitu terang. Selepas Mild membantunya menata makan siang di atas meja, si Nyonya kembali mendekat dengan sang suami untuk memulai makan siang mereka.

Menu utama, pencuci mulut sampai air putih sudah Saralee siapkan di atas meja. Karena itulah ia mundur ke kebelakang, ke dapur untuk mencuci peralatan masak yang tadi ia gunakan. Letak dapur yang tak jauh dari meja makan, apalagi dengan pintu yang terbuka membuat ia bisa dengan jelas mendengar apa yang diobrolkan Tuan dan Nyonya-nya.

"Eughhh.... Taaiiiiy.." Lenguhan Mild itu membuat remasan Saralee pada busa sabun di tangannya semakin erat.

"Auwwhh.. ishhh.." Lagi. Entah apa yang membuat sang Nyonya mendesah demikian. Yang pasti pekerjaan tangan sang Tuan.

Saralee mulai merasa merinding sendiri. Buru-buru dibilas semua cuciannya dan mengeringkan tangan dengan lap di gantungan. Wanita berusia kepala tiga itu melangkah sepelan mungkin, mendekati pintu untuk sedikit mengintip apa yang dilakukan majikannya.

Astagaa.. -si wanita berujar tanpa suara

Mulutnya membulat kaget melihat dengan gamblang bagaimana sang Nyonya sudah berpindah duduk di pangkuan sang suami, saling berhadapan dengan lengan Mild mengalung di leher Tay. Mulut keduanya beradu mesra sambil tangan Tay meremas payudara istrinya lewat kerah rendah gaun pendek yang Mild kenakan.

"Aduuhh.. ssshhh.." bahkan Saralee sampai bergidig melihat bagaimana jemari berurat milik Tay memilin kasar puting Mild seolah akan ada air yang keluar dari sana.

"Diam, jangan berisik." Suara Tay rendah, hampir tak terdengar. Beruntung si lelaki mengucapkannya tepat di telinga Mild setelah mengulum daunnya.

Saralee mulai mundur, merasa tak sanggup melihat kelakuan kedua majikannya. Sedangkan Mild yang sudah fokus menyesap leher jenjang Tay, kini terganggu karena suara panggilan masuk dari smartphone-nya yang ia letakkan di meja makan.

Mc -hanya nama itu yang tertera di layar. Dan Mild langsung paham siapa yang menelfonnya.

"Sebentar, Tay. Ada telfon." Mengabaikan Tay yang berdecak kecewa, ia turun dari pangkuan untuk meraih smartphonennya dan menjawab lirih.

"Ya, ada apa?"

"................."

Mild sempat melirik Tay yang masih dian memainkan sendok di hadapannya.

"Bawa ke rumah sakit, saya segera menyusul."

"........."

"Masa bodoh. Rumah sakit, cepat." Suara Mild masih rendah, lirih. Sambil telapak tangan yang sedari tadi menutupi mulutnya, takut Tay bisa mendengar obrolannya.

"............"

"Bagus." Smartphone dimatikan lalu menatap Tay penuh penyesalan. "Aku ada urusan. Maaf quality time kita hari ini harus ditunda."

"Apaa?? Shit!!!" Geram Tay melempar punggung ke sandaran kursi di belakangnya.

"Aku siap-siap dulu. Tapi inget, jangan coba-coba cari jalang, Tay." Entah peringatan Mild kali ini akan didengarkan atau tidak.











....








Tidak ada adegan berlarian di lorong rumah sakit dengan suara langkah sepatu bergema. Mild lebih memilih melangkah anggun karena toh sang suruhan sudah mengiriminya jelas nomor kamar berapa yang harus ia tuju.

CATASTROPHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang