Setengah hari lebih mobil Porsche milik Tay memutar roda. Menyusur jalan membawa si empunya dengan sang kekasih simpanan menuju tempat asal si pemuda manis.
Merasa pinggang belakangnya sedikit pegal karena terlalu lama duduk tegang di depan kemudi, Tay memutuskan menepikan sejenak mobilnya di pinggir jalan sepi yang hampir masuk perkampungan.
"Kenapa, Mas?" Nanon bertanya heran melihat Tay mengedar mata menelisik jalanan di sekitarnya.
Yang ditanya menggeleng kepala. "Nggak. Aku kaya kenal aja sama daerah sini."
Nanon mengangguk. Beranggapan mungkin saja Tay pernah punya bisnis atau proyek konstruksi di daerahnya tersebut.
Setelah menyandarkan punggungnya nyaman di kursi kemudi, Tay mulai mematikan ac mobil dan membuka jendela. Selinting rokok filter diraih dari dashboard dan disulut sampai asapnya memenuhi sekitar mereka.
Sedang Nanon yang mulai terbiasa dengan aroma tembakau bakar dari sang Tuan lama-lama merasa gerah juga. Meski kaca jendela sudah dibuka namun tanpa ac ia tetap merasa kepanasan.
Melirik Tay yang tengah mengulurkan tangan kanan keluar, mengetuk untuk membuang abu di ujung rokoknya. Nanon mulai membuka kancing teratas kemeja hawai yang tengah dikenakannya. Satu, dua, sampai di kancing ketiga bagian pundak kemeja diturunkan sehingga bahu mulusnya terpampang nyata.
"Hahhh.." tangan Nanon meraih bagian depan kemeja, menggerak-gerakkannya seperti tengah mengipasi dada. Meski bukan itu tujuan sebenarnya.
"Non.." suara husky milik sang Tuan dengan tatapan tajam lewat ekor mata membuat senyum Nanon sembunyi-sembunyi terkembang.
"Kenapa, Mas?" Sok polos. Seolah tak tahu maksud yang lebih tua.
"Tutup bajunya, nanti dilihat orang."
Nanon mengernyit. "Sepi kok."
Decakan Tay jadi respon setelahnya. "Tutup, Nanon!!" Lirih, namun nadanya rendah.
Nanon tertawa pelan. "Kenapa? Nggak tahan ya, Mas?" Bibir bawahnya digigiti menggoda.
Tay tampak menutup mata menetralkan isi pikirannya. Tepat ketika mata selegam jelaga miliknya terbuka, tangannya maju meremas gundukan di dada Nanon sebelah kanan.
"Auwwhh.." lenguh si manis ngilu.
Tak buang waktu Tay melempar puntung rokoknya keluar dan menutup jendela mobilnya lagi. Setelah semua dirasa aman, remasan di dada Nanon diganti dengan kuluman oleh mulut beraroma tembakau miliknya.
"Sshhh, ahh.. yanghh kiri juga, Masssh.." Nanon tak tahan juga menghadapi hisapan kasar dari Tay Tawan.
Hisap, remas, jilat. Macam anak bayi yang mencari nutrisi dari sang ibu. Padahal tak setetespun masuk kerongkongan. Satu sisi dihisap, sisi lainnya diremas dengan gerakan yang tak bisa dibilang pelan. Begitu terus bergantian.
"Nghhh Mashh..."
"Sabar, baby."
"Aku.. uhh.."
Beruntung suara panggilan masuk dari Paman Nanon menghentikan kegiatan mereka. Ibu Nanon sudah tak sabar bertemu katanya.
....
Meski mengawali pernikahan dengan sebuah perjodohan, Mild dulu sangat yakin jika Tay adalah lelaki yang baik. Apalagi angan tentang masa depan bersama keluarga kecil mereka nantinya membuat si wanita semakin menggantung harap akan kebertahanan rumah tangga mereka.
Namun sayang, angan yang dibayangkan hanya akan tinggal angan tanpa nyata. Sampai kini lima tahun usia pernikahan mereka, belum juga si buah hati hadir di antara keduanya. Apalagi usianya yang memang sudah sampai di angka kepala empat membuat harapannya makin tipis saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
CATASTROPHE
FanfictionTay Tawan tak pernah menyangka, jalang kecil yang disimpannya sebagai penghilang penat ternyata berpengaruh besar dalam kehancuran hidupnya. Warning : *Boys Love *BXB, BXG relationships *Mpreg *Sensitive issue *Don't like don't read (as simple as th...