Chapter 5

2.2K 251 69
                                    

New Thitiphoom, seorang lelaki manis yang telah menjadi orang tua tunggal semenjak muda. Menghidupi putra semata wayang dan adik laki-lakinya yang masih sekolah dasar menjadi kisah perjuangan New dalam membesarkan Nanon dan Pluem. Terjal, penuh liku yang mengganjal.

Sedari bayi hingga tamat sekolah menengah, tak pernah Nanon habiskan hidupnya jauh dari sang Ibu. Maka dari itu ketika ia mengutarakan niat untuk melanjutkan pendidikan di kota nun jauh di sana, New sempat tak rela.

"Ini demi masa depan kita, Bu. Nanon ingin merubah nasib kita, menaikkan derajat Ibu dan keluarga kita." Seutas kalimat Nanon kala itu yang mampu menggoyah ego keras sang Ibu.

Namun semuanya hanya sejenak berjalan lancar. Beranjak setahun Nanon tinggal di perantauan, kesehatan New mulai memburuk. Sakit-sakitan, sering terpikirkan Nanon, bahkan Pluem sudah melarangnya ikut bekerja di catering tetangga lagi. Padahal selama ini pekerjaan itulah yang New lakukan untuk menghidupi mereka.

Sedangkan Pluem yang lulusan SMA juga tak bisa berbuat banyak. Si pemuda beraut teduh itu kini bekerja mengabdikan dirinya di kantor kecamatan sebagai pegawai honorer yang gajinya tak seberapa. Tak jarang Pluem juga melakukan kerja serabutan apapun itu untuk membantu menambah pemasukannya.

Hal tersebut mendasari Nanon mau tak mau harus mandiri di kota. Ia harus mencari kerja sendiri jika sekolahnya tak mau berhenti. Beruntung kini Nanon punya Tay yang menjamin kehidupannya sehingga ia tak perlu pusing memikirkan pekerjaan di sela kegiatan perkuliahan.

Mungkin tak bisa dibilang beruntung juga. Bukankah Nanon juga membayar atas semua yang telah Tay berikan padanya? Tubuhnya, kesuciannya, adalah harga mahal yang harus Nanon serahkan.

"Nasinya mau tambah, sayang?"

Nanon menggeleng menjawab pertanyaan sang Ibu lalu kembali pada kegiatan menyuap makanannya. Saat ini sepasang Ibu anak itu tengah duduk di meja makan dengan New yang menemani putranya menikmati masakan kesukaannya, makanan rumah buatan New. Masakan Ibu sendiri memang tiada dua kan?

"Kamu makin manis. Badan kamu juga lebih berisi, bagus." Komentar New dengan senyum manis melihat Nanon.

Bukan omong kosong, putranya memang terlihat lebih terawat dan lebih mampu merawat diri. New mengira usianya putranya yang semakin bertambah membuat Nanon semakin memperhatikan penampilan. Ia hanya tak tahu saja, faktor utamanya ada pada serangkaian perawatan mahal yang Nanon lakukan. Belum lagi jadwal salonnya yang tak pernah absen.

"Nanon kerjanya di dalam ruangan sekarang, Bu. Makanya nggak terlalu kena matahari. Lumayan nggak kusam-kusam amat." Alasan si pemuda.

"Loh udah nggak nyuci mobil?"

"Nggak. Sekarang Nanon kerja di cafe. Atasan Nanon yang tadi naganterin."

"Tapi kamu belum lulus kuliah kan? Kok bisa diterima?"

"Kata atasan Nanon nggak apa-apa asal Nanon bisa bagi waktu."

New mengangguk. Mengelus kepala anaknya yang baru saja selesai minum. "Bagus kalau gitu. Pokoknya Ibu mau kamu utamain kuliah ya, Non. Ibu ngijinin kamu ke kota bukan buat kerja, tapi sekolah. Kalau kamu mau kerja ya di sini aja nggak usah jauh-jauh ke sana."

"Iya Bu, Nanon pasti utamain sekolah kok." Seolah lupa ia sudah beberapa kali absen kuliah hanya karena tak mampu berjalan setelah digempur Tay beberapa jam.

"Terus kamu manis gini, udah ada yang kecantol belum?"

"Hah?"

"Pacar, Dek. Kamu udah ada pacar belum?"

"Uhuk..uhuk.." minumnya sudah selesai beberapa detik lalu, batuknya baru sekarang. Nanon tersedak salivanya sendiri sepertinya.

New langsung mengulurkan lagi gelas air Nanon yang masih sisa separuh. "Pelan-pelan, Dek."

CATASTROPHETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang