PROLOG

780 68 0
                                    

Sebenarnya merangkai kata-kata bukanlah keahlianku, keahlian ku adalah tersenyum saat dunia tak berpihak padaku. Dan kamu adalah satu-satunya kesalahan yang pernah aku cintai.

.....

"Gue suka sama lo Dil, bukan sama Maira. Gue tau lo juga suka sama gue, tapi lo takut buat jujur sama perasaan lo sendiri. Iyakan?" Ucap lelaki yang berada dihadapan Adila seraya menggenggam dua tangan Adila dengan tangan nya.

Adila segera menepis kasar tangan lelaki tersebut.

"Gue sayang sama Maira, gue gak mau buat dia sedih. Dia juga sayang sama lo." Balas Adila penuh penekanan.

"Lebih baik kita sama-sama tidak mendapatkan, daripada kita harus bercerai-berai. Lo gak ngerti perasaan gue." Jelas Adila seraya menahan airmata yang hendak jatuh dari pelupuk mata nya.

"Gue ngerti perasaan lo Dil, tapi kadang kita harus egois biar dapetin apa yang kita mau." Ucap lelaki itu lagi seraya menatap sendu mata indah Adila.

"Tapi gue bukan type orang yang egois seperti apa yang lo bilang." Jawab Adila yang terus menahan airmata yang hendak jatuh dipipinya.

"Gue kenal dia udah 10 tahun, gue sahabatan sama dia udah 10 tahun. Dia gak pernah buat gue sedih, dia selalu ada buat gue. Terus? Gue harus jahat sama dia, gue harus buat dia sedih? Dengan ngambil orang yang dia perjuangin, orang yang dia sayang? Iya?!" Jerit Adila.

"Lo gak ngerti dan gak bakalan ngerti arti persahabatan dimata gue. Lo itu egois." Tambah Adila lagi. Runtuh sudah pertahanan nya, airmata yang ia tahan sejak tadi sudah mengalir membasahi pipinya.

"Buka mata lo! Sebelum terlambat." Seru Adila lagi seraya meninggalkan lelaki tersebut sendirian ditempatnya.

.....

"Gue? Suka sama Maira? Mending gue pacaran sama sapi aja kali, dia itu bukan tipe gue, gue cuma anggep dia itu temen doang. Gak lebih"

"Gue suka nya sama sahabat dia, bukan dia"

Maira sedang membuang robekan-robekan kertas pada tong sampah didepan kelasnya, ia mendengar ucapan dua orang yang sedang bertatap muka itu.

Sahabatnya berkhianat, sahabatnya menusuknya.

Dengan perasaan yang hancur, Maira masuk kedalam kelas nya, menahan airmata yang hendak jatuh dari pelupuk matanya.

Sejak saat itu. Sudah tidak ada lagi senyuman dibibir Maira, ia membenci pria itu. Sudah tidak ada lagi keistimewaan pada laki-laki itu dimata Maira.

Sejak saat itu pula, Maira menganggap tidak pernah kenal dengan laki-laki itu. Walau berat, walau terikat, Maira selalu mencoba melupakan.

.....

Untukmu lelaki yang tetap baik dimataku.

Sudah berulang kali aku mencoba untuk membencimu, tapi tidak bisa.

Terlalu berbohong jika aku ungkapkan aku membencimu, karena aku masih mengharapkanmu.

Saat aku memilih untuk mundur memperjuangkan, bukan berarti aku berhenti mencintaimu.
Aku rela bila dia mampu membuatmu bahagia.
Aku ikhlas jika dia bisa membuatmu nyaman.
Aku mengalah jika memang cintamu bukan aku.
Aku pasrah jika memang takdir kita harus berpisah.
Karena aku tau bahwa pisah yang akan mengadakan sebuah kisah.

Kisah yang akan membuat kita bertemu lagi atau mungkin kisah yang akan membuatmu berlalu pergi.
Kau mengajarakanku bahwa bulan setengah lingkaran pun sanggup bertahan meski separuh belahannya berpaling dari pelukan.
Aku akan masih tetap berjalan meski dirimu kini memilih yang lain, dan kamu harus tau bahwa senyummu masih segalanya bagiku.

Sampai jumpa dilain waktu lelaki baikku...
Semoga nanti kisah kita berakhir bahagia.

Kamu dengannya dan aku dengan kesendirianku.
Dariku...
Untukmu...
Perempuan yang kau hancurkan harapannya.

Terimakasih untuk keindahan luka yang kau berikan, semoga bisa jadi ingatan terindah dalam sejarah.

.....

⛅ 𝐓𝐎 𝐁𝐄 𝐂𝐎𝐍𝐓𝐈𝐍𝐔𝐄𝐃 ⛅
-- SAMPAI BERTEMU DI CHAPTER --
️🧡💛💚💙💜🤎🖤🤍

MAIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang