Kembali ke kehidupan nyata. Fenita menjadi seorang istri yang lebih banyak berdiam diri di rumah. Setiap hari yang di lakukannya hanya membersihkan rumah, menyiapkan sarapan, dan makan malam untuk suaminya. Terkadang jika Vino sedang ke luar kota, Fenita hanya akan memakan apapun yang ada di kulkas, tanpa memasak. Sama seperti hari-hari sebelumnya, setelah Vino berangkat kerja ia akan segera bergegas ke pasar terdekat. Iya, setiap hari Fenita akan berbelanja di pasar, walaupun ia tidak tahu harus membeli apa untuk menjadi bahan masakannya. Tapi, ia memang harus ke luar rumah untuk menghilangkan penat.
"Neng Fenita, sini mampir. Ibu ada kepiting segar nih." Fenita menolehkan kepalanya, menengok ke arah akuarium yang berisi kepiting yang sudah di ikat.
"Berapaan, Bu?"
"Buat Neng mah murah saja." Si Ibu tersenyum. Fenita memang sudah menjadi langganan Ibu Ita dalam urusan-urusan hewan air. Dan Ibu Ita tidak pernah ragu untuk memberikannya harga spesial karena sering berbelanja di lapaknya. Sama seperti kepiting ini, entah ia akan membayar berapa untuk dua ekor kepiting, tapi Fenita yakin harganya akan berbeda di banding pembeli lainnya. Mendapat kepiting, Fenita akhirnya menemukan menu apa yang akan ia masak untuk makan malam. Kepiting saos asam manis. Selain mudah, masakan itu adalah keahlian Fenita. Bisa di bilang itu satu-satunya masakan Fenita yang tidak pernah gagal. Sekaligus kebanggaan Fenita.
Setelah menghabiskan waktu dua jam berkeliaran di pasar dan memenuhi keranjang belanjaannya, Fenita segera bergegas untuk pulang. Akan sangat menyebalkan jika ia menunda kepulangannya. Hari akan semakin siang dan matahari akan semakin terik. Dengan sepedanya, Fenita mengayuh dengan penuh semangat agar segera sampai di rumah. Begitu meletakkan belanjaannya, Fenita merasa ada sesuatu yang salah dengan tubuhnya. Tiba-tiba saja ia merasa pusing dan seolah kehilangan pijakan. Berpegangan kuat pada meja makan, Fenita memaksakan diri untuk tetap berdiri, namun pandangannya berputar. Saat itu pula ia akhirnya kehilangan kesadarannya.
⭐⭐⭐
Vino bukan tipe orang yang akan melupakan sesuatu hal yang penting. Apalagi jika itu menyangkut berkas penting pekerjaannya. Namun entah mengapa, siang ini ia harus menunda rapat karena berkas presentasinya tertinggal di rumah. Bahkan Mr. Khan yang biasanya selalu teliti dan sempurna pun lupa tentang berkas rapat itu. Sudah beberapa kali ia menghubungi Fenita, tapi hasilnya nihil. Entah apa yang di lakukannya siang ini hingga dia tidak sempat mengangkat teleponnya. Akan lebih hemat waktu jika wanita itu mengantarkan berkasnya, dari pada Vino harus kembali ke rumah untuk mengambil berkas itu, lalu kembali lagi ke kantor.
Memasuki rumahnya, Vino merasa ada sesuatu yang janggal. Rumah itu memang biasanya sepi karena hanya mereka berdua yang menempatinya, tapi sekarang sangat sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan yang terlihat. Bahkan setelah Vino memanggil nama istrinya, tidak ada sahutan. Jangankan sahutan, keberadaan seseorang pun tidak terasa.
"Ke mana dia? Harusnya dia berada di rumah sekarang, malah keluyuran." Sembari mengomel, Vino berjalan menuju ruang kerjanya. Setelah mengambil berkasnya, Vino bersiap untuk meninggalkan rumah. Tapi tiba-tiba saja ia merasa haus. Betapa terkejutnya Vino saat melihat Fenita yang tergeletak di lantai dapur. Segera saja Vino melempar berkas rapatnya dan menghampiri tubuh mungil itu.
"Fe, are you okay?" Vino terlihat khawatir. Berkali-kali ia menepuk pipi Fenita. Segera di pindahkannya tubuh Fenita ke sofa terdekat. Vino masih berusaha untuk menyadarkan Fenita yang terkulai lemas di sofa. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.
Mr. Khan, cepat masuk.
Vino memanggil asistennya yang masih menunggu di luar melalui telepon.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERNIKAHAN PAKSA [On Going]
Short Story[Update kalau moodnya bagus] Di tinggal sang kekasih di saat perasaan cintanya mencapai level 99%. Itu sangat membuat Vino kacau balau. Sudah hampir dua tahun, Bella sang kekasih pergi meninggalkannya. Lantas bagaimana kehidupan Vino ke depannya? Ap...