Vanessa terkejut ketika melihat putranya sudah kembali beraktivitas di kantor. Padahal beberapa Minggu yang lalu, dia dengan semangatnya meminta cuti selama sebulan penuh. Dan kini pemuda itu malah terduduk di kursinya yang baru dua Minggu di tinggalkan untuk bercuti.
"Kenapa sudah pulang? Bukankah ini baru dua Minggu kamu melakukan cuti." Pertanyaan Vanessa mewakili semua orang yang terkejut saat melihat kedatangan Vino pagi ini.
Dengan wajah masamnya, Vino mengalihkan pandangannya. "Tidak apa-apa. Bosan berliburan di sana sendirian." Matanya kini mengamati foto yang ada di depannya. Foto itu adalah foto Fenita yang tersenyum manis saat mereka berlibur di pantai. Foto di mana dulunya adalah tempat Vino meletakkan foto Bella.
"Mama senang jika kamu sudah kembali. Sehat." Vanessa memeluk putra semata wayangnya. "Bagaimana jika nanti kita makan siang bersama?" Vino hanya menganggukkan kepalanya. Dengan langkah ringan Vanessa meninggalkan ruangan Vino. Memberi kesempatan bagi putranya untuk beradaptasi setelah berlibur. Karena ia tahu, pekerjaan akan menumpuk selama di tinggal berliburan.
Benar saja, Vino tenggelam dalam tumpukkan dokumen yang harus ia tanda tangani dan ia teliti. Dokumen-dokumen itu seolah tidak ada habisnya. Bagaimana bisa hanya dalam waktu dua Minggu, ada banyak pekerjaan yang menantinya? Bagaimana jadinya jika ia tetap mengambil cuti selama sebulan? Mungkin Vino akan berenang dalam tumpukkan dokumen kerjanya di kantor. Dan ia akan menyelesaikan pekerjaannya setahun kemudian. Tapi Vino tidak keberatan. Ia tetap penuh semangat dalam menyelesaikan pekerjaan dan berharap bisa segera ke luar dari ruangan ini.
Beberapa malam Vino dengan intens bertemu dengan kedua sahabatnya. Ia menceritakan apa yang di alaminya selama di Canberra. Menggambarkan bagaimana pertemuan dirinya dengan Fenita. Bagaimana wajah ketakutan Fenita yang masih tergambar jelas di pikirannya. Juga bagian mana Vino harus berjalan dengan sangat jauh agar bisa kembali ke hotel setelah ke luar dari penjara bersama pelayan keluarga Mayer.
"Jadi intinya, langkah apa yang akan kamu ambil?" Aaron menarik kesimpulan.
"Tidak tahu." Jawab Vino singkat.
"Kamu tidak bisa lagi mendekati dia dengan cara biasa. Karena pasti keluarga Mayer akan melakukan penjagaan khusus terhadap Fenita." Digta mengingatkan. Fakta itu tidak bisa di elak, mengingat Fenita mempunyai kedudukan yang istimewa di dalam keluarga Mayer. Benar apa yang di katakan oleh Digta. Ia harus mencari cara lain agar kehadirannya tidak bisa di tolak oleh Fenita. Juga oleh keluarga Mayer. Tapi apa?
"Sorry guys, sepertinya aku harus berpamitan terlebih dahulu. Besok aku sudah mulai memasuki kampus, menjadi dosen selama satu semester." Digta bangkit dan mengambil jas-nya.
"Dosen tamu?" Vino dan Aaron bertanya secara bersamaan.
"Jangan seperti itu reaksi kalian. Seperti aku mengamili anak orang lain saja." Digta menyembunyikan perasaan bangganya. Ia tahu jika mengungkapkan bahwa dirinya sangat senang mendapat reaksi seperti itu dari kedua sahabatnya, pasti akan menjadi bulan-bulanan.
"Benarkah?"
"Tidak menyogok agar di beri menjadi dosen tamu bukan?"
"Resikonya sangat besar, bukankah menjadi seorang dosen berhubungan dengan nyawa." Masing-masing dari Vino dan Aaron mendapat toyoran di kepalanya. Digta sedikit tersinggung dengan perkataan kedua sahabatnya ini. Meskipun ia masih menjadi dosen muda yang baru mendapatkan posisi sebagai dosen tetap, tapi kemampuannya dalam dunia kedosenan tidak bisa di remehkan.
"Tidak full, hanya beberapa kali pertemuan. Tapi selama semester." Dengan bangganya Digta menjelaskan. Setelah berhasil membungkam kedua pria di hadapannya, Digta segera pergi meninggalkan club malam itu. Menuju apartemennya yang hangat dan nyaman. Menanti hari esok yang cerah, karena besok ia akan memulai profesi barunya sebagai dosen.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERNIKAHAN PAKSA [On Going]
Storie brevi[Update kalau moodnya bagus] Di tinggal sang kekasih di saat perasaan cintanya mencapai level 99%. Itu sangat membuat Vino kacau balau. Sudah hampir dua tahun, Bella sang kekasih pergi meninggalkannya. Lantas bagaimana kehidupan Vino ke depannya? Ap...