Bab 20. Kekecewaan Vanessa

8 1 0
                                    

Sebagai orang tua, Vanessa merasa gagal dalam mendidik anak. Vino yang selalu bisa ia harapkan agar bisa hidup dengan penuh kasih sayang, nyatanya tidak sesuai ekspektasinya. Kenyataan harus kehilangan sosok Ayah di usia muda, juga kehilangan sebagian besar waktunya bersama Ibunya. Fakta itu tidak bisa di lupakan begitu saja. Ya, paling tidak Vino tumbuh menjadi pria yang baik. Dia masih memperlakukan orang dengan sopan, dan juga berkelakuan baik. Setidaknya itu yang di ketahui oleh Vanessa, meski terkadang Vino lepas kendali, tapi masih bisa di katakan wajar. Sebelum wanita gila harta itu mendekati putranya lalu dengan seenak hati meninggalkan Vino tanpa perasaan. Memporak-porandakan kehidupan putra semata wayangnya.

Jika ingin di pikir, ingin sampai kapan ia akan menyalahkan wanita itu? Mungkin nanti, sampai pada saatnya Tuhan mencabut nyawanya. Atau setidaknya setelah Vino bisa lepas dari bayang-bayang wanita itu? Dan kini, saat Vino sudah memiliki kehidupannya sendiri, kenapa ia harus datang lagi ke kehidupan putranya?

Apa selama ini dia masih belum puas mempermainkan perasaan putranya? Apalagi dengan kejadian kemarin, hatinya benar-benar hancur. Putranya lebih memilih mengutamakan istri orang lain ketimbang istrinya sendiri. Padahal keduanya sedang sama-sama hamil. Yang masih menjadi pertanyaan, kenapa sampai tidak tahu jika istrinya itu sedang hamil? Ini pertanyaan yang sampai sekarang belum ia temukan jawabannya.

Lamunan Vanessa teralihkan oleh dering telepon. Dari Vino. Tumben dia telepon.

Ma, kapan ada waktu?

Vanessa mengernyitkan keningnya, merasa aneh mendengar pertanyaan putra semata wayangnya itu. Seingatnya, Vino tidak pernah bertanya hal seperti itu kepada dirinya.

Ada apa?

Vanessa bertanya dengan penuh kecurigaan.

Aku ingin meminta tolong kepada Mama. Tolong ajak Fenita untuk shopping.

Ini permintaan teraneh yang pernah di dengar oleh Vanessa. Bahkan seumur hidupnya mungkin. Meski seperti itu, Vanessa merasa bahagia. Itu tandanya sedikit demi sedikit Vino mulai berubah. Putranya yang dahulu selalu memikirkan diri sendiri, pada akhirnya memikirkan orang lain. Terlebih sekarang Vino mulai menganggap keberadaan istrinya itu. Terlepas dari apapun alasannya.

Minggu depan bagaimana?

Vanessa mengusulkan setelah mengingat jadwal kegiatannya sendiri.

Ma, itu sedikit lama. Bagaimana jika besok?

Sayang, Mama sedang berada di belahan bumi lain sekarang. Dan penerbangan tidak akan cukup dengan waktu 10 jam saja.

Lalu bagaimana. Jika Minggu depan itu sedikit lama.

Kenapa tidak kamu saja yang menemani Fenita terlebih dahulu, sehabis itu jika Mama sudah kembali bergantian Mama yang akan menemani Fenita shopping.

Ide cemerlang itu terlontar begitu saja. Bahkan Vanessa terkejut setelah ia mendengar dirinya mengucapkan kalimat itu. Benar-benar ide yang bagus. Dua burung tertembak dengan satu peluru. Fenita bisa melepas penatnya dan teralihkan pikirannya dari peristiwa memilukan kemarin, juga ia bisa lebih dekat dan akrab dengan Vino. Anggaplah ini honeymoon kedua.

Bukankah aku harus bekerja, Ma. Tidak bisa seenaknya bolos seperti itu.

Vino masih berusaha menghindari ide Vanessa.

Benar juga ya.

Seketika semangat Vanessa menguap.

PERNIKAHAN PAKSA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang