Bab 25. Perjuangan Cinta

4 0 0
                                    

Pagi yang sibuk menyambut Fenita. Beberapa pelayan di sibukkan dengan persiapan untuk keberangkatan dua Tuan dan Nona mereka untuk kembali ke Canberra. Juga menyiapkan beberapa bahan untuk sarapan. Saat melangkah menuju ruang makan, Fenita mendapati kakaknya yang sudah duduk manis di sana dan sedang sibuk membaca koran. Di hadapannya terdapat secangkir kopi untuk menjadi sarapannya.

"Selamat pagi, kak." Mendengar seseorang yang sedang menyapa dirinya, Fritz mengalihkan pandangannya dari koran ke arah adiknya yang cantik.

"Hai. Ingin sarapan apa?"

"Aku bisa mengurusnya." Jawab Fenita yang langsung berjalan menuju dapur. Meski ada banyak asisten yang sigap memenuhi semua kebutuhannya, Fenita lebih suka melakukan apapun sendiri. Dan beberapa asisten sudah di beritahukan tentang kebiasaannya itu. Jadi mereka hanya akan melihat dan standby di belakang, kalau-kalau bantuan mereka di perlukan.

Saat hendak menikmati sarapan, keduanya kedatangan seorang asisten. "Maaf, Sir. Ada tamu yang berkata ingin bertemu dengan Mrs. Fenita." Mendengar apa yang di sampaikan oleh asistennya, Fritz langsung meletakkan korannya dan segera bangkit. "Siapa yang mencari Freya sepagi ini?" Baik Fenita maupun Fritz saling bertukar pandang. Tidak ada yang tahu siapa Fenita kecuali keduanya.

"Aku yang akan menemuinya." Kata Fritz yang di tujukan untuk sang asisten rumah tangga sekaligus untuk Fenita. Baik Fenita maupun sang asisten langsung menganggukkan kepalanya. Dan melihat Tuan muda itu berjalan ke luar, menemui sang tamu. Fenita bisa merasakan debaran jantungnya yang tidak terkendali. Ia tahu siapa tamu yang di maksud, itu adalah Vino.

Memangnya siapa lagi yang akan memanggilnya dengan nama Fenita di rumah ini selain Vino. Jikalau pun bukan Vino, itu berarti bisa jadi kedua sahabat Vino. Hanya itu kemungkinan besar misteri tentang tamu itu. Sarapan segera terabaikan. Fenita memfokuskan pendengarannya ke ruang tamu. Menguping pembicaraan kedua pria itu sekaligus ingin mendengar suara Vino yang sangat di rindukannya.

"Di mana dia?" Pertanyaan itu langsung menyambut kehadiran Fritz di ruang tamu.

"Kejutan melihat anda mengunjungi rumah mungilku sepagi ini, Vino." Dengan langkah tenangnya, Fritz menyambut Vino lalu duduk di sofa terdekatnya.

"Di mana dia?" Vino mengulangi pertanyaannya. Terlihat tidak sabaran.

"Jika Fenita yang anda maksud, di rumah ini tidak ada yang bernama Fenita." Suara setenang aliran sungai ke luar dari mulut Fritz.

"Fe, aku tahu kamu berada di dalam. Ke luar dan temui aku. Ada yang harus kita bicarakan." Teriakan Vino memenuhi ruang tamu. Menarik perhatian para asisten yang sedang melakukan aktivitas paginya.

Di dalam ruang makan, Fenita berusaha untuk tidak menuruti keinginan Vino. Ia sekuat tenaga berusaha untuk duduk dengan tenang di kursinya. Tapi pada akhirnya Fenita memilih untuk masuk ke dalam kamarnya, lebih baik ia menghindar kalau-kalau Vino nekat masuk ke dalam rumah.

"Itu bukan hal yang sopan untuk berteriak di dalam rumah yang anda kunjungi, Vino." Meski wajahnya terlihat tenang, tapi suara Fritz terdengar penuh dengan ancaman. Suara Vino yang berteriak tidak jelas, terdengar dari dalam kamar Fenita. Tapi keteguhan hati Fenita menguatkan dirinya untuk tidak ke luar dan menemui Vino. Apapun yang terjadi, ia harus tetap pada keputusannya untuk menjauh dari Vino.

Toh, keduanya sekarang tidak memiliki hubungan apapun, hanya mantan istri yang berusaha untuk menghindari mantan suaminya. Tidak lebih dari itu! Keadaan menjadi tenang kembali setelah setengah jam kemudian. Nampaknya Vino sudah lelah karena usahanya tidak membuahkan hasil. Dan dari jendela kamarnya, Fenita bisa melihat Vino yang berjalan ke luar rumahnya. Tanpa berbalik ataupun memandang sekelilingnya.

PERNIKAHAN PAKSA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang