Bab 14. Pergi Ke Luar Negeri

17 2 0
                                    

Ini pertama kalinya Fenita berpergian jauh. Hampir lima belas jam berada di udara membuat Fenita merasa tidak nyaman. Di tambah lagi, ini pertama kalinya ia menaiki pesawat. Semua perasaan tidak nyaman yang Fenita rasakan sejak pesawat mengangkasa hilang saat kakinya menginjak bumi. "Ibu, anakmu sekarang berada di Inggris. Doa Ibu agar ada anaknya yang bisa berkeliling dunia satu-persatu terkabulkan."

Meski berbagai perasaan campur aduk menguras tenaga Fenita, ia tetap harus bisa bersikap tenang. Ia tidak ingin mempermalukan Vino dengan penampilannya yang kacau. Meskipun hanya sedikit yang mengenali mereka, ia tetap harus berada dalam kondisi prima dan elegan.

"Kamu akan sendiri selama beberapa hari, karena ada urusan yang tidak bisa di tinggalkan. Dan aku sudah menyuruh orang untuk menemanimu berkeliling, selama aku tidak ada di sini." Fenita hanya mengangguk dengan patuh mendengar setiap perkataan Vino. Di negara asing yang jauh dari rumahnya, sebenarnya Fenita merasa khawatir. Khawatir jika ia akan tersesat dan tidak akan pernah bisa kembali ke apartemennya. Khawatir ia akan di tinggal Vino yang kembali ke Indonesia sendirian.

Dan masih banyak lagi kekhawatiran yang menyerbu pikirannya. Dari sekian kekhawatirannya, ia masih saja percaya bahwa Vino tidak akan pernah meninggalkan dirinya. Setibanya di apartemen, hari sudah larut malam. Dengan semua kelelahan yang melanda, keduanya langsung tertidur pulas setelah membersihkan diri.

⭐⭐⭐

Di pagi hari, seorang wanita muda mendatangi apartemen. Dia adalah Mrs. Law. Dia adalah orang yang akan menemani Fenita selama di tinggal Vino untuk mengurusi 'Urusan' yang tidak bisa di tinggalkannya itu. "Selamat pagi, saya Daniella Law." Sapa wanita itu dengan hangat dan fasih dalam berbahasa Indonesia. "Panggil saja Ella."

"Saya Fenita." Jawab Fenita singkat. Setelah beberapa penyesuaian dan obrolan ringan, keduanya menjadi akrab. Apalagi setelah kepergian Vino yang sedang mengurusi pekerjaannya. Kedua wanita itu lebih bebas untuk bercakap-cakap. Ella mengajak Fenita untuk berkeliling di sekitar apartemennya terlebih dahulu. Masih ada waktu dua Minggu baginya untuk menjelajah di negara sang ratu ini. Sekitar apartemen sangat tenang dan asri. Angin sepoi-sepoi menerpa wajah Fenita. Beberapa anak berlarian di taman yang berada di samping gedung apartemen berlantai 10 itu. Melihat mereka berlari dan tertawa dengan lepasnya, Fenita menjadi teringat akan adik-adiknya di panti.

"Aku juga mempunyai beberapa adik di Indonesia." Ucap Fenita dengan tatapannya tidak lepas dari anak-anak itu.

"Keluarga anda pasti saling menyayangi." Tukas Ella lembut.

"Iya, karena kami hanya saling memiliki." Fenita tersenyum. Keduanya lalu melanjutkan perjalanan mereka menuju pasar terdekat. Walaupun judulnya pasar tradisional, tapi pasar itu jauh dari bayangan Fenita. Tidak seperti pasar tradisional yang ada di Indonesia. Benar-benar bersih dan penuh warna. Melihat pemandangan di depannya, insting berbelanja Fenita membumbung tinggi. Seperti lepas kendali, Fenita segera menarik tangan Ella dan berkeliling pasar dengan takjubnya. Tidak lupa, ia membeli beberapa bahan makanan untuk mereka makan nanti malam.


"Anda suka memasak?" Ella tampak terkejut saat melihat reaksi Fenita.

Dengan senyum simpulnya, Fenita menganggukkan kepalanya. "Aku mulai belajar memasak setelah menikah. Karena tidak mempunyai kerjaan lain." Ujarnya.

"Chef terkenal di dunia pun awalnya mereka hanya seorang pemula." Perkataan Ella membesarkan hati Fenita. Ya, meskipun ia tidak berniat untuk menjadi chef profesional. Paling tidak, ia bisa menyajikan makanan buatannya untuk keluarga kecilnya.

PERNIKAHAN PAKSA [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang