[Author side]
"Untuk pertemuan kali ini mungkin cukup sampai sini saja, jika masih ada yang belum kau mengerti, kau bisa tanyakan apa pun padaku" Jungkook melirik arloji di tangannya, setidaknya dia masih punya waktu beberapa menit sebelum jadwal selanjutnya di universitas.
Sinb masih diam tak menyahut, memikirkan pertanyaan apa yang akan ia tanyakan pada pria itu. Bukan mengenai pelajar namun ia lebih tertarik memikirkan pertanyaan lain yang kemungkinan bisa menahan pria itu untuk tetap di sini lebih lama lagi.
"Jika tidak ada mu—"
"Ssaem!"
"Ya?"
"Apa ssaem pernah meniduri seseorang?"
Sorot mata Jungkook nampak berubah namun ia tetap mempertahankan atensinya dan mengembuskan napasnya pelan. Sekarang ia sudah cukup terbiasa mendapatkan pertanyaan itu dari murid perempuannya yang satu ini, entah ke berapa kalinya Hwang Sinb menanyakan itu dan selama ini dia sudah cukup bersabar dengan tak menggubris pertanyaan itu.
"Dari sekian pertanyaan yang pernah aku tanyakan padamu, kau selalu menghindari pertanyaan yang ini. Aku penasaran apa kau pernah melakukannya atau tidak"
"Begini saja, jika ada orang asing yang menanyakan itu padamu, apa jawabanmu? Apa menurutmu pertanyaan itu pantas kau tanyakan pada orang yang baru kau kenal?" Jungkook menyandarkan pinggangnya pada tepi meja yang ada di belakangnya, menunggu jawaban dari Sinb.
"Jangan mengalihkan pembicaraan ssaem!!"
"Saya tidak mengalihkan pembicaraan, namun cobalah untuk merenungkan ucapan saya." Jungkook berbalik membereskan beberapa buku tebal yang ada di atas meja sana mengindahkan tatapan lekat Sinb padanya yang seakan tengah menelanjanginya bulat-bulat.
"Kita bukan seseorang yang baru saling kenal ssaem, itu sebabnya aku berani bertanya begitu. Kita sering bertemu selama dua minggu terakhir ini, bahkan sebelumnya kita juga pernah saling bert—"
"Saya membatasi pertanyaan pribadi, boleh bertanyaan apa pun pada saya namun jika bertanya urusan pribadi, saya...." Jungkook menjeda, sorot matanya nampak tegas dan hal itu malah membuatnya semakin candu dengan tatapan pria Jeon itu. Tak dapat Sinb pungkiri, pesona Jeon Jungkook memang sangat kuat, rambut legam serta rahang tegasnya mampu membuat Sinb hilang akal.
"Saya tidak akan menjawabnya." Jungkook menatapnya serius.
"Kalau begitu bagaimana bisa kita dekat" Jawab Sinb santai sambil bertopang dagu, netranya tak pernah lepas dari Jungkook barang sedetik pun.
"Saya rasa kita tidak perlu sampai sedekat itu, saya juga tidak berharap bisa dekat dengan nona. Karena setelah tiga bulan, saya akan berhenti."
Tatapan Sinb berubah menjadi sendu, ucapan Jungkook barusan ibarat pukulan telak baginya. Terasa seperti pukulan yang mengarah langsung pada dadanya, meremukan hatinya secara perlahan. Entah sadar atau tidak tapi kata-kata itu adalah kata yang paling menyakitkan yang Sinb dengar dari mentornya. Selama ini, Sinb memang sering mendengar mentor sebelumnya menyebutnya gadis yang tak tau sopan santun, nakal, dan sulit di atur.
Dari sekian banyak kata yang pernah Sinb dengar, ia tak pernah merasa tersakiti dan hanya menganggapnya angin lalu namun kali ini berbeda. Jeon Jungkook seolah tahu titik kelemahannya.
Kepala Sinb menunduk selama beberapa saat, namun detik berikutnya ia kembali mendongak tatapannya beralih keluar jendela, raut wajahnya tak menujukan reaksi apapun selain tatapan kosong yang tersirat di kedua manik matanya yang memancarkan ke tidak tertarikan pada apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
[5]Lonely
Fanfiction"Sepanjang hari hidup seperti zombi yang tak berjiwa" Aku rasa itu ungkapan yang tepat untuk menjelaskan bagaimana hidupku selama ini. Hidup sebagai seorang putri dari keluarga kelas atas tidaklah mudah bagiku, di saat semua kekayaan ayahku merengu...