9. Alun-alun

6 1 0
                                    


Selamat membaca(。・//ε//・。)

_______

Bian kembali mendapatkan paket misterius yang benar benar membuat ia sangat kesal. Tanpa menunggu lama lagi Bian langsung membuang kotak itu seperti biasanya dia akan membakarnya.

Untung nya bundanya tak ada di rumah jadi Bian bisa langsung membuangnya tanpa harus di lihat dulu jika ada Bundanya mungkin Bian harus membuat Alibi kembali.

Malam ini ia hanya berdiam diri di rumah sendiri bunda dan adiknya sedang pergi ke acara makan malam keluarga, sedangkan Bian hanya memilih diam dirumah dengan alasan tidak enak badan.

Ponselnya terus berbunyi karena notifikasi yang masuk, dan pesan chat dari grup keluarga nya yang menanyakan keadaan Bian. Bian tersenyum ia sangat senang memiliki keluarga hangat dari Bundanya.

Tante kia
Bian kamu kenapa? Kata bunda kamu gak enak badan

Omaa imas
Minum teh anget yang pernah oma saranin ya, jangan lupa sama jahenya

Kak shela
Mau kakak temenin sama bang Reno gak?

Tante kia
Iya mau shela sama reno temenin gak, mumpung mereka masih di jalan

Gapapa tante Kia, udah aga mendingan kok
Iya oma, tadi bunda udah ngasih teh jahenya.
Gapapa kak, Bian sendiri aja.

Tante kia
Yaudah. Kalo ada apa apa langsung hubungi ya.

Iya.

Bian menyimpan kembali ponselnya ia berdiri di balkon kamarnya, menatap langit malam sambil menikmati hembusan angin.

Sudah satu bulan ia tinggal di Bandung, semuanya berjalan lancar, dari lingkungan yang baik, pertemanan yang baik, dan bertemu seseorang yang baik.

Kadang ia merindukan kota lahirnya, Jakarta. Namun jika ia mengingat lagi, ada hal yang membuatnya sakit juga di kota kelahirannya nya itu.

Bian menghembuskan nafasnya, lalu mengambil sebuah kotak kecil di sakunya. Bian mengambil sebatang rokok lalu mencari pemantik untuk menyalakannya.

Kini pikiran Bian tertuju pada hal hal yang mengganggunya, tentang paket yang selalu datang kerumahnya. Paket teror.

Bian memang sering mendapatkan kotak teror saat dirinya masih tinggal di Jakarta, ia kira setelah kepindahan nya ke Bandung ia akan tenang tanpa ada teror lagi. Namun ternyata si peneror masih belum menyerah.

"Gerimis?" Bian mengarah kan tangannya pada air yang turun dari langit. Ia langsung masuk ke kamarnya dan menutup pintu balkonnya.

Bian mengambil jaket dan kunci mobil tak lupa membawa dompet, Bian mengetikan sesuatu di ponselnya dan begegas pergi.

*****

Bian memarkirkan mobilnya di sisi jalan, menunggu seseorang tiba dari arah gang. Bian menatap ke arah luar lalu tak lama kemudian seorang gadis sambil memegang payung lalu tersenyum sambil melambaikan tangan.

"Gue ganggu lo?" Tanya Bian. Saat Irene telah masuk kedalam mobilnya.

"Nggak. Nggak banget kebetulan gue emang lagi bete di rumah juga, pas banget lo minta anter," Irene duduk sambil membenarkan outer yang ia gunakan.

ABOUT IRENETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang