Saat ini Bayu tengah menggenggam hangat telapak Raksa yang cukup dingin.
Raksa sudah sadar beberapa jam yang lalu. Namun dokter bilang, keadaannya masih belum stabil. Masih perlu perawatan lebih agar kondisinya tak menurun sewaktu-waktu.
Beribu syukur Bayu ucap saat melihat manik itu mulai terbuka. Setidaknya ia tau bahwa Raksa masih ingin bertahan.
Kendati setelahnya, Raksa dipinta tidur kembali agar tubuhnya tak kelelahan.Menghela napasnya, tangan si bungsu semakin Bayu pegang erat. Demi Tuhan, ia tak akan sanggup membayangkan jika Raksa memilih menyerah lebih cepat. Ia masih memiliki banyak dosa kepada Raksa. Masih memiliki banyak hal yang ingin ia lakukan bersama sang anak.
"Ayah... Ayah kenapa?" Suara Raksa menyadarkannya. Dengan cepat, Bayu mengangkat kepalanya dan tersenyum, "Ayah gak pa-pa. Memangnya ayah kenapa?" tanya Bayu balik.
Raksa menggeleng. "Ayah... Ayah juga jangan lupa istirahat. Ayah pasti capek 'kan, ngurus Raksa selama Raksa tidur?"
Bayu menyahut setelahnya, "Nggak, tuh. Siapa bilang ayah capek ngurus kamu? Gak ada." Bayu mencebik. Sementara Raksa hanya tertawa pelan. Sang ayah memang sangat pintar perihal menyembunyikan kondisinya.
Namun Raksa tak buta. Wajah Bayu mengatakan semuanya.
Bawah mata yang menghitam, raut lelah juga khawatir masih bisa ia lihat disana.Raksa tersenyum, lengannya mencoba menggapai wajah sang ayah dengan perlahan. Karena sungguh, tubuhnya masih lemas sekarang.
Setelah telapak dingin itu mendarat di pipi Bayu, Raksa mengusapnya. Wajah yang sudah mulai mengeriput, dengan raut lelah terpampang jelas disana.
Ah, jika sang Ayah semakin tua, itu berarti dirinya juga sama.
Ia sudah dewasa sekarang.
Raksa kecil yang selalu merengek tentang hidupnya sekarang sudah beranjak dewasa. Tak ada keluhan lagi yang keluar dari bibir tipisnya.
Ia menatap tepat kearah manik kecoklatan milik Bayu yang terlihat menyimpan banyak beban, lantas mengusap kembali wajah sang ayah sebelum bicara, "Ayah... Jangan sakit, ya?"
.....
"MY BABYYYYYY, LAKSHYA KANGENNN!" Teriakan keras itu mengisi sunyinya ruangan Raksa. Sang empu mendelik sinis. "Heh, ini rumah sakit. Lo mau, karena teriakan lo itu, ada pasien di sini yang mati kena serangan jantung?"
Lakshya menggeleng cepat. "Ya nggak lah! Maaf, maaf. Abisnya, baru ditinggal beberapa hari udah masuk rumah sakit lagi. Lo gak bosen gitu, Sa? Masuk rumah sakit melulu," Lakshya mengoceh.
Raut wajah yang tadinya kesal itu kini tersenyum lemah. "Ya bosen lah. Siapa sih, yang gak bosen tiduran mulu di ruangan bau obat? Tapi ini juga demi Ayah gue, demi keluarga gue."
"—Mereka berharap sembuh ke gue. Udah ngeluarin banyak biaya juga. Sayang kalau gue-nya malah nyerah di tengah jalan."
"Selagi Tuhan masih ngizinin gue untuk buka mata di hari yang baru, gue bakal selalu manfaatin hal itu," jelas Raksa panjang.
Lakshya hanya mengangguk, kemudian menyodorkan satu note book biru muda dari kantong plastik yang ia bawa. "Nih, pesenan lu. Note book buat apaan?" tanyanya.
Raksa menerima barang tersebut lebih dahulu, lantas menjawab, "Yeuuu, ini bukan sembarang note book. Ya... Iseng aja sih, pengen nulis sesuatu biar gak bosen tidur melulu, hehe." Lagi, Lakshya hanya tersenyum dan mengangguk.
Setelah beberapa menit hening mengambil alih, Raksa kembali membuka suara, "Shya, jangan pernah berhenti senyum, ya?"
.....
Heyyoo i'm back, xixixi!
Aku kasih pendek dulu ya... Minggu kemarin bener-bener gak nulis sama sekali karena gak ada waktu. Jadi aku nulisnya pendek-pendek dulu, biar otaknya encer lagi, hahaha(• ▽ •;).
Minggu kemarin deadline ku numpuk pisan, ada jadwal tatap muka juga.
Memang ya, tugas tu gak asik. Mainnya keroyokan melulu. Bikin stress pula. Hft, mengpusing.
Hope y'all enjoy!! And sorry for typo(s)!!
Stay safe, stay health yaaa!♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ayah
De Todo❝Tujuan Raksa hidup itu cuma satu, dapetin maaf ayah. Setelah semuanya selesai, Raksa bakal pulang, ketemu sama bunda.❞ ©marchsky 29 April, 2021.