Tangannya menyatu dengan erat, diiringi doa yang tak pernah lupa ia panjatkan.
Ketiganya kini menatap khawatir pintu di depan sana. Menantikan kabar baik yang datang dari orang di dalamnya.
Ya, bungsu mereka kembali tumbang, setelah tadi sore masih tertawa bersama. Entah mengapa, tapi yang pasti, kondisinya semakin memburuk dari waktu ke waktu.
Mimisan dan gusi yang mengeluarkan banyak darah, meyakinkan mereka bahwa Raksa tak pernah benar-benar baik-baik saja.
Raksa sakit, dan mereka tak pernah tau perihal tersebut. Raksa menyembunyikannya dengan sangat mahir.
Tak ada yang tak panik.
Semuanya kacau. Bahkan Lendra yang jarang menangis pun, kini tengah mengusap air matanya dengan isakan lirih yang masih mengiringi.
Sekarang, melihat Raksa yang selalu berusaha tersenyum tanpa membagi rasa sakitnya, membuat mereka berpikir...
...Apakah seharusnya mereka melepaskan Raksa, agar bungsu mereka benar-benar bahagia?
.....
"Raksa sudah dipindahkan ke ruang rawat, dia juga sudah sadar"
Dokter itu menghela sebelum melanjutkan kalimatnya, "Walau kondisinya memang masih jauh dari kata stabil. Tapi saya yakin, Raksa anak yang kuat."
"Penyakitnya pun semakin parah, tapi kami para dokter, akan berusaha sekeras mungkin untuk mempertahankan anak kuat itu."
"—Ah, sepertinya Raksa butuh pelukan. Silakan masuk." Dokter yang hampir merawat Raksa sedari awal itupun, undur diri dari sana.
Rasanya menyedihkan, ketika seorang anak yang dahulunya selalu bertekad untuk sembuh, kini hanya bisa terbaring lemah dengan pikiran ; "aku hanya ingin semua rasa sakit ini menghilang."
Raksa benar-benar terlihat rapuh hari ini.
Saat masuk ke ruang rawat, ketiga sosok berbeda umur itu disambut dengan senyuman dari bibir pucat sang empu kamar.
"Demi Tuhan, Raksa... Tolong jangan senyum kayak gitu..." Lendra menjerit dalam batin.
"A-yah... Raksa— Baik-baik aja..." Raksa berucap, dengan suara yang serak. Seolah tau bahwa hati sang ayah saat ini benar-benar gelisah.
Kendati berat, Bayu juga harus tersenyum. Memberitahu bahwa dirinya juga baik-baik saja, tak ada yang perlu dikhawatirkan.
Raksa melanjutkan kalimatnya dengan sedikit terbata. "A-yah... Maaf... Maaf Raksa harus sakit... Dan bikin ayah khawatir— lagi..."
Bayu semakin mendekat. Kini ia duduk di sebelah sang anak seraya menautkan tangan miliknya dengan milik Raksa. "Gak. Gak perlu minta maaf lagi, ya..? Kamu gak salah. Gak papa bikin ayah khawatir, itu tandanya ayah sayang sama kamu. Ayah gak mau kamu sakit," jawab Bayu, mengelus sayang tangan pucat itu.
Raksa kembali tersenyum. Sangat lemah, senyumannya bahkan lebih lemah dari yang tadi sore ia tunjukkan.
"Ayah, gak istirahat..? Ini— udah malem..." Bayu reflek melihat arlojinya, pukul delapan lewat empat puluh tujuh menit. "Nggak ah, belum malem kok. Ayah masih kuat begadang buat jagain kamu!" balasnya penuh keyakinan.
Raksa menggeleng. "Ayah... Jangan korbanin tubuh ayah untuk jagain Raksa... Ayah juga perlu istirahat... Badan ayah udah nggak sekuat pas muda lagi..." Lihat, sifat jailnya muncul kembali.
Bayu berdecak, berpura-pura akting layaknya ia sedang jengkel karena ucapan si bungsu. "Yaudah, ayah tidur deh! Kamu juga istirahat ya? Biar cepet sembuh..." Raksa hanya mengangguk sembari tersenyum, tak ada niatan untuk sekedar menjawab nasihat dari sang ayah.
Lantas, sofa yang ada di ruangan itu terisi dengan dua orang. Ada Nendra yang lebih dulu terlelap, mungkin terlalu kelelahan. Dan Bayu akan menyusul si sulung ke dunia mimpinya.
Sedangkan Lendra, ia mulai mengambil duduk di sebelah adiknya. Memperhatikan Raksa yang sedang bernapas dengan sedikit kesusahan, padahal selang oksigen masih bertengger rapih di hidungnya.
Tangan besar itu mulai mengusap lembut dada Raksa, berdoa agar caranya bisa membuat napas si bungsu menjadi lebih nyaman.
Sementara Raksa reflek tersenyum. "Makasih, Kak Lendra..."
Lendra mengangguk. "Iya, sama-sama. Cepet sembuh, ya? Biar bisa cepet-cepet pulang ke rumah." Raksa hanya tersenyum, tak mengangguk atau menggeleng sekalipun.
Detik selanjutnya, Raksa mengambil tangan sang kakak yang masih nyaman mengusap bahunya. "Kak Lendra, jangan pernah nahan tangis ya..? Kalau kakak marah atau sedih, kakak boleh nangis. Laki-laki juga manusia, dan gak selamanya manusia itu kuat..."
"—Juga, jangan pernah berantem lagi, ya? Kalau ada masalah, jangan pernah main tangan... Selain kasian korbannya, kasian kak Lendra juga yang buang-buang tenaga dan wajah ganteng kakak..." Raksa berusaha melucu, walau sama sekali tak digubris oleh sang lawan bicara. Lendra masih sibuk berdebat dengan perasaannya.
"Kak Lendra, jangan pernah nyalahin takdir Tuhan, ya? Tuhan tau yang terbaik untuk hamba-Nya... Kalau nanti Raksa harus pergi, kakak harus ikhlas, ya?"
"Kak Lendra boleh nangis sepuasnya, tapi jangan pernah terpuruk dalam kesedihan... Kakak harus bangkit lagi, ayah sama bang Nendra perlu kakak buat melengkapi pondasi mereka yang sempat goyah..."
"Raksa bakal bilang ke bunda kalau—"
"—Raksa... Tidur aja ya..? Istirahat... Biar bisa cepet pulang ke rumah. Biar kita bisa makan bareng lagi di satu meja makan. Biar kamu bisa ngerasain jadi adeknya kakak sepenuhnya..." Bukan. Lendra tak risih dengan suara Raksa yang masuk ke pendengarannya. Hanya saja, Lendra benci topik yang kini si adik bicarakan.
Pikirannya selalu berlarian, tak bisa tenang. Ada satu hal yang selalu mengganjal di benaknya.
Pasrah, Raksa kemudian menghembuskan napas perlahan. Raksa peka, bahwa mungkin topiknya cukup sensitif untuk dibahas. "Maaf..." Ucapnya sebelum menutup mata. Memaksakan terlelap walau nyatanya enggan.
Raksa takut. Takut jika ia menutup mata, bunda akan datang untuk menjemputnya. Takut jika ia tertidur, dirinya tak lagi bisa melihat senja esok hari.
"Seharusnya kakak yang minta maaf, Raksa..."
Hampir lupa update ㅠㅠ
Oh ya, aku udah mulai ptm, tapi bukan percobaan lagi. Alias, minggu ini aku bakal full masuk sekolah (offline). So, kayaknya aku bakal lebih slow up dari biasanya:(
Aku gak bakal ngasih note banyak karena buru-buru mau ngerjain pr, xixi~
Hope y'all enjoy!! And sorry for typo(s)!!
Stay safe, stay health yaaa!♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Ayah
Diversos❝Tujuan Raksa hidup itu cuma satu, dapetin maaf ayah. Setelah semuanya selesai, Raksa bakal pulang, ketemu sama bunda.❞ ©marchsky 29 April, 2021.