lembar ke-enam ; pertemuan berakhir luka.

9.1K 1.3K 97
                                    

Jika bunga dandelion dipandang lemah di luar namun kuat di dalam, sama halnya dengan Raksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jika bunga dandelion dipandang lemah di luar namun kuat di dalam, sama halnya dengan Raksa.

Dibalik tubuh lemah itu, Raksa memiliki hati yang kuat. Ah, lebih tepatnya berusaha kuat.
Tujuan hidupnya hanya satu, mendapat maaf dari sang ayah.

Jika maaf itu sudah ia dapatkan, Raksa akan benar-benar pasrah pada takdir Tuhan.
Entah itu tentang dirinya yang menetap atau lenggang ke pelukan bunda.
Namun, Raksa harap dirinya bisa pulang ke dekapan bunda diatas sana. Seperti apa yang Bayu minta.

.....

"Sshhh—" Demi Tuhan, tubuh Raksa benar-benar terasa remuk saat berusaha digerakkan.

Syukur saja hari ini sekolahnya libur. Jadi, Raksa tak perlu susah payah memasang topeng baik-baik saja kepada Lakshya.

"Ck, nyusahin banget hidup lu!" gerutu Raksa pada dirinya. Entah bagaimana kata itu keluar, Raksa benar-benar muak dengan dirinya sendiri.

"Kalau sakit, sakit aja! Ngerepotin."

Setelah gerutuan tak jelas yang dilayangkan untuk dirinya, Raksa kemudian beranjak dari ranjang.
Jangan kira Raksa akan rebahan saja dikasur saat libur. Tidak, ia harus membereskan rumah, atau Bayu akan kembali mengamuk dan menjadikannya sasaran empuk.

.....

"Diraya!!!!" Tubuhnya dibangunkan paksa oleh Bayu. Tak lupa suara bentakan yang menggelegar ke seisi rumah.

"Cucian piring belum kamu beresin?!! Jangan berlagak tuan disini!!" bentak Bayu lagi.

Raksa hanya menunduk. Ia tau, masih ada beberapa tugasnya yang belum ia selesaikan. Tapi Raksa hanya ingin mengambil istirahat sejenak. Tubuhnya yang tiba-tiba lemas menjadi alasan utama.

"M-maaf...Tadi Raksa mendadak lemes..."

"Saya ngga peduli!! Kamu mau mati sekalian pun saya ngga akan peduli!!" Kata-kata sarkasme itu keluar dengan sendirinya. Menghunus tepat pada hati Raksa yang seketika membuatnya sesak.

"Maaf..."

"Saya ngga butuh maaf kamu!! Cepat bereskan!! Sudah baik hati saya kasih tumpangan!" Bayu melenggang setelahnya. Benar-benar abai dengan keadaan hati di bungsu yang sudah hancur tak berbentuk.

Lagi dan lagi, hatinya dihancurkan oleh sang ayah yang entah untuk ke-berapa kalinya.

Dibenaknya, Raksa kembali berpikir. Apakah kematiannya benar-benar ditunggu oleh ayah? Apa jika dirinya pulang ke pelukan bunda, ayah akan senang? Jika iya, lantas Raksa harus apa? Ia tak mungkin mengakhiri hidupnya cuma-cuma. Banyak orang di luar sana yang masih ingin memperjuangkan hidup mereka. Juga, bunda dan Tuhan yang melihatnya tak akan suka.

Lalu, Raksa harus bagaimana?

.....

Di sisi lain. Nendra mendengar semuanya.
Pekikan ayah yang menggema itu tentu sampai di kupingnya.

Dear AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang