{7}
Aku tidak pernah berharap dan menyangka akan bertemu dengan Hasbi di rumah Yumna, dia sedang bercengkerama dengan Bang Ardan. Pria itu hanya melihatku sekilas lalu memalingkan wajah seolah kami tidak pernah saling mengenal. Aku tahu Bang Ardan menatap kami bergantian dan menyimpan pertanyaan, tetapi dia mempersilakanku masuk untuk menemui istrinya.
Waktu pertama kali Hasbi mengirimiku pesan, aku memang menceritakannya kepada Yumna, tetapi sudah begitu saja. Aku tidak pernah menceritakan apa-apa lagi tentang Hasbi. Meski begitu agaknya Bang Ardan juga tahu dan sepasang suami istri itu pasti sudah membicarakanku, tetapi mereka masih berusaha menahan diri untuk tidak bertanya.
Aku menghela napas panjang, sebetulnya aku tidak siap menceritakan mengapa perkenalanku dengan pria kali ini tidak berjalan lancar lagi. Terlebih ini Hasbi, teman Bang Ardan.
Aku mengetuk kamar anak Yumna pelan, takut ternyata Si Kecil tidur dan kedatanganku mengusik tidurnya. Ketika mendengar jawaban dari dalam dan menyuruhku masuk, kubuka pintunya pelan-pelan.
Begitu tahu siapa yang datang, Yumna menghambur seperti anak kecil dan mengambil kantong plastik di tanganku. Dia memintaku untuk bermain dengan anaknya selagi menyiapkan buah yang kubawa.
"Jus?"Yumna kembali dan bertanya, aku mengangguk asal. Pikiran ini masih terpatri pada mimik wajah Hasbi yang kentara sekali tidak sukanya, itu membuatku semakin resah, mau tidak mau.
"Tante." Anak lelaki Yumna mengulurkan mobil mainannya padaku dan memainkan mobil lainnya. "Main," katanya lagi.
Ah, wajahnya imut sekali, putih bersih dengan alis seperti milik Bang Ardan, tetapi bibirnya persis sekali seperti milik Yumna. Perpaduan yang cantik, anak ini benar-benar menggemaskan. Aku mencium pipinya, dia menoleh dan menatapku beberapa saat, lalu berkata, "Main."
Aku setuju main dengannya, kujalankan mobil yang diberikannya itu untuk mengejar mobil mainan miliknya dengan cepat. Dia terus menghindar, sampai terpojok di tembok, dia memilih membawa mobilnya lari ke tengah-tengah tempat kami berada semula sambil terkekeh geli.
"Jangan kejar!" katanya masih sambil tertawa, tetapi tidak kuhiraukan dan tetap mengejar.
"Ampun, ampun!" Dia menyembunyikan mobil mainan itu di perutnya, melindungi mobil itu dari tatapanku. Kami tertawa bersama sampai akhirnya dia menunjukkan mobil mainan miliknya lagi.
"Ayub nggak mau main sama Tante lagi!" katanya bercanda, dia berlari cepat ke arah pintu, ternyata Yumna sudah di sana membawa nampan dengan tiga gelas jus di atasnya.
"Ayub awas, Bunda bawa gelas loh." Ayub tidak jadi menubruk Yumna dan berdiri di belakang ibunya itu sambil berjalan pelan seiring langkah kaki Yumna mendekat padaku.
Dia mengintip padaku dan tertawa-tawa, ingin sekali kucubit atau menggigit pipinya yang tembam dan bersih itu. Terlihat menggoda seperti bakpau. Aku mengambil gelas untuk Ayub dan mengangkatnya tinggi-tinggi.
"Gelas Ayub sama Tante!"
Dia menatap Yumna sambil memamerkan mimik memelas dan ibunya itu hanya menyuruh Ayub untuk meminta baik-baik. Ayub menatapku lama, berkedi-kedip, lalu mengulurkan tangan. "Tante, punya Ayub."
Aku tidak bisa menahan diri lagi, kudekati Ayub dan menciumnya bertubi-tubi. Ayub terkekeh geli. Kuberikan jusnya, dia berkata terima kasih lalu meminum jusnya dengan tenang. Ayub seperti tidak peduli lagi pada dunia.
"Pengen?" tanya Yumna.
Aku menaikkan alis, tidak mengerti apa maksud pertanyaan Yumna barusan.
Yumna menunjuk tepat ke wajahku. "Kelihatan banget itu di mukamu, kamu cocok banget jadi Ibu, Kar. Kamu keibuan banget, bahkan daripada aku. Kuakui kamu lebih lembut dari aku."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Ingin Dunia yang Tidak Memiliki Waktu
Chick-LitCover baru Ada satu pertanyaan dalam hidup ini yang belum bisa kujawab. Apakah keinginan dan keyakinan untuk menikah itu muncul dengan sendirinya atau dipaksa hadir? Banyak orang yang berkata bahwa di usia dua puluh tujuh ini aku harus mencoba, aku...